Hallo, my name Levina Freeza

11.2K 486 7
                                    

No human being is perfect... Mungkin kata-kata itu yang sangat tepat untuk mewakilkan orang yang selama ini terlihat baik, sangat pengertian dan dangat perhatian perhatian. Layaknya malaikat yang tidak pernah memandang kecil orang lain. Dia atasanku, pemilik sekaligus pemimpin di tempatku bekerja. Tadinya aku berpikir dia pribadi yang bisa menyelesaikan masalahnya dengan bijak dan dewasa, ternyata aku salah. Dia sama seperti yang lain, yang menilai segala hal dengan uang.

Memang gak munafik, hidup di dunia ini sangat membutuhkan uang, tapi apa benar-benar tidak ada lagi orang yang masih menghargai kerja keras orang lain?

Awalnya aku mengira bos ku itu ajaib yang mengerti apa kebutuhan anak buahnya, ternyata itu kamuflase. Aku tidak menyesal bekerja di sini. Di sini aku banyak tahu tentang kopi dan di sini aku juga belajar menjadi seorang barista. Dan berawal dari sini aku mulai menyukai yang namanya kopi.

Karena kopi juga aku jadi anak kesayangannya si bos. Tapi Tuhan berkata lain, yang membuatku memutuskan untuk berhenti bekerja dari tempat ini. Setidaknya ini pelajaran untukku ke depannya.

Aku harus mandiri dan mencari uang sendiri, itu sudah menjadi prinsipku semenjak Papa sudah tidak bekerja setahun terakhir ini dan aku harus meninggalkan hobiku yang justru mengahambur-hamburkan uang. Aku akan melanjutkan kecintaanku membuat kopi yang pastinya menikmati kopi setiap hari akan jadi kebutuhanku.

***

Gue sangat menikmati setiap cangkir kopi yang gue minum

Gue selalu pake hati untuk menyajikan tiap cangkir kopi

Dasarnya kopi itu memang pahit

Dan gue suka kopi pahit, untuk nyadarin gue kalo hidup itu gak selamanya manis

Semua tergantung pilihan untuk menjalani,

Mau kopi manis, harus pakai gula

Mau hidup bahagia ya harus usaha

- LF

***

Aku Levina Freeza, Aku jauh dari kata sempurna, hanya perempuan biasa yang bisa dibilang kurang beruntung karena pahitnya masa kecilku. Semenjak lulus SMA, aku memang sudah tidak pernah mau merepotkan orang tua. Makanya aku lebih memilih untuk bekerja dan tidak kuliah. Menjalani masa remaja yang masih gila akan kebebasan dan keluyuran menyebabkanku selalu keluar masuk pekerjaan.

Seperti sekarang ini, aku baru saja mengundurkan diri dari pekerjaanku yang sebenarnya bukan karena aku bermasalah dengan waktunya, perkerjaan ini cukup menarik, tidak terlalu capek, tapi ketika lagi dikejar deadline bisa begadang berhari-hari. Ditambah jobdesc yang sering kali berantakan dengan gaji yang minim. Sekarang aku harus cepat mencari pekerjaan baru sebelum aku merasa tinggal di neraka. Sepertinya aku memang lebih baik capek bekerja disbanding harus mendengarkan ocehan Mama.

Rasanya jarak matahari makin dekat dengan bumi, soalnya semakin hari Jakarta semakin panas, ditambah macetnya jalanan karena hampir semua penduduknya punya kendaraan sendiri. Ya, namanya juga hidup di Ibu Kota, jalani saja selama bisa dinikmati.

Siang ini aku ada interview, di sebuah kafe yang cukup besar dan cukup terkenal di Jakarta. Tapi aku tidak yakin, jika atasanku nanti akan menerimaku karena kalau dilihat hari ini memang aku hanya mengenakan pakaian yang sangat jauh dari kata formal. Hanya bermodal kemeja hitam yang ukurannya sedikit kebesaran, skinny jeans berwarna biru tua, sepatu convers semata kaki warna merah maroon kesayanganku dan tanpa ada make up seperti perempuan yang melamar kerja pada umumnya. Tapi ini hanya tampilan luar saja, kalo masalah pekerjaan aku selalu profesional.

Aku duduk di salah satu meja tamu area luar kafe, setelah tadi salah satu karyawan di tempat ini menyuruhku untuk menunggu sebentar. Menyalakan sebatang rokok untuk membunuh kebosananku, mungkin ini akan terkesan buruk mengingat aku sedang interview bukan untuk sekedar mampir menikmati kopi disini. Tidak lama seorang perempuan yang aku pikir adalah Store Manager di sini menghampiriku, kalau dilihat dari penampilannya aku tebak umurnya mungkun berbeda 2 atau 3 tahun di atasku. Dia tersenyum manis ketika meletakan 2 gelas latte ice dan duduk tepat di hadapanku.

"Hai, udah lama nunggu? Aku Stevi, dan ini minuman untuk kamu." Sapanya dengan nada yang sangat ramah.

"Belum kok mbak, terima kasih latte nya. Maaf nih saya ngerokok. Oiya, Saya Levina." Ucapku tanpa ragu dan mematikan rokokku.

"Iya gak apa-apa kok santai aja. Kamu sudah lama kerja di bidang ini?"

"Udah lumayan kok mbak, udah ada sekitar 4 tahunan dari 3 tempat yang beda."

Dan interview santai itu pun dimulai. Stevi kayaknya atasan yang baik, dia juga tidak menjanjikan apa-apa jika aku mau kerja di sini. Hanya tinggal mengikuti peraturan ada, kalau pekerjaanku memuaskan dan penjualan bagus, aku akan mendapatkan bonus dan bisa naik gaji. Aku suka atasan yang apa adanya, tapi bisa saja Stevi seperti atasanku sebelumnya. Mungkin untuk sekarang tidak masalah, yang penting aku dapat pekerjaan.

Anyway, latte buatannya enak juga, sayang susunya kurang sedikit lagi. Gumam ku dalam hati.

Our Coffee (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang