From your admirer, Nadine Caroline

1.1K 108 2
                                    

Nadine pov

Aku bertemu dengannya, ketika aku sering mampir ke kedai kopi di mana dia bekerja. Sebelum, saat dan setelah dia bekerja dengan Stevi. Bukankah aku terdengar seperti penguntit? Tapi sayangnya semua seolah sudah menjadi takdir.

Hobiku yang menikmati ice cream dan kopi membuatku senang untuk menjelajahi kedai kopi di sekitar tempatku tinggal. Sampai akhirnya aku melihat dia dalam rentang waktu lama di tempat yang berbeda. Jadi bisa aku simpulkan dia juga berpindah-pindah tempat kerja.

Saat itu aku hanya sebatas mengagumi keseriusannya dalam membuat tiap cangkir kopi, tak jarang aku duduk di tempat yang dengan bebas aku melihatnya membuat kopi. Aku tau namanya dari name tag yang ia gunakan, tidak berani untuk berkenalan.

Aku pernah melihatnya terdiam di belakang seorang perempuan yang sedang menatap layar laptop di depannya, tapi tak lama dia masuk dengan muka masam dan langsung pergi entah ke mana.

Setelah kejadian di kafe yang aku ketahui itu milik Stevi kekasihnya, aku kembali bertemu di kedai yang lain dan dia terlihat sangat dekat dengan laki-laki. Aku kira awalnya mereka berpacaran ternyata mereka hanya teman.

Dan sekarang kami kembali di pertemukan bahkan bukan di Jakarta, pertemuan singkat yang justru membuatku berani untuk meminta kontaknya. Apa itu kebetulan? Sepertinya itu takdir.

Aku mungkin mengagumimu dari jauh bahkan itu sejak dulu, tidak pernah terpikirkan bisa sedekat ini denganmu. Apa aku salah jika berharap bisa memilikimu lev? Aku sudah benar-benar gila karna selalu memikirkanmu.

Bahkan detik ini saja aku memikirkan apa yang sedang kamu lakukan sekarang. Kalau saja Bella tidak menjemputmu, mungkin kamu masih bersamaku di sini.

"Maaf nona, kita sudah sampai." Ucap supirku.

Aku pun turun dan membawa koperku ke dalam rumah. Sebenarnya aku berbohong kepada Levin ingin mengajaknya ke Jakarta minggu lalu, tadinya aku ingin mengajaknya berlibur di Vegas. Tapi saat dia menolakku karena dia ingin pergi ke Jakarta untuk menemui kekasihnya, jadi aku putuskan untuk mengikutinya (lagi). Aku juga sedikit berbohong bilang merindukan orang tuaku di Jakarta padahal mereka tinggal bersamaku di Sydney, bahkan alasanku mengajaknya ke kantor Agency Mommy kemarin pun hanya untuk Levin percaya bahwa aku ada keperluan.

Aku tidak ada maksud untuk jahat untuk berbohong padanya, hanya saja feelingku mengatakan aku harus pergi mengikutinya. Dan benar saja, dia terlihat berantakan saat aku sampai di hotelnya.

Aku segera pergi ke kamarku tapi langkahku terhenti ketika suara Daddy memanggil namaku.

"Nadine, baru pulang? Dari mana?"

"Liburan dad, tumben daddy udah pulang jam segini?" Ucapku seraya memeluknya.

Daddy memang sangat tegas dan disiplin, suara baritonnya pasti akan membuat orang lain segan mendengarnya. Tapi dia sangat menyayangi keluarga terutama aku, dia selalu memanjakanku dan menuruti apa pun permintaanku. Tapi itu tidak membuatku serta merta menjadi anak manja dan mengambil keuntungan dari sikap Daddyku itu.

"Tumben kamu liburan gak ngomong? Pergi sama siapa?"

"Sendiri dad. Where's Mommy?"

"Ada di dapur sedang menyiapkan makan malam untuk kita."

"Kalo gitu aku ke kamar dulu ya dad." Pamitku setelah mencium pipinya.

Aku memang anak tunggal dari keluarga Mr. William Prince makanya aku sangat dekat dan mungkin manja dengan orang tuaku. Aku memasuki kamarku, meletakan koper di sisi ruangan dan mengambil ponsel ku untuk menghubungi Levin.

Our Coffee (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang