Author pov
Nadine membawa Levin ke tempat di mana dia sudah menyiapkan hadiah yang sudah ia janjikan. Mereka berjalan ke dalam kedai kopi yang tidak terlalu besar tapi cukup nyaman karena terletak berada di kawasan pantai terkenal Sydney, semua pegawai terlihat membungkukkan badan melihat Nadine dan Levin, Nadine membalasnya dengan senyuman sedangkan Levin masih terlihat bingung.
Nadine mengajak Levin duduk di area luar yang menghadap langsung ke arah pantai. Sambil menunggu kopi pesanan mereka.
"Kamu suka gak tempatnya?"
"Suka banget, selama di Sydney aku belum pernah ke sini." Jawab Levin excited.
"Excuse me Ms. Nadine, this's your order." Ucap seorang waiter ramah.
"Thanks Jo. Oiya, ini Levina yang minggu lalu saya ceritakan. Levina ini Jonah, dia orang kepercayaanku di sini."
"Nice to meet you Ms. Levina. Saya Jonah, senang berkenalan dengan anda." Sapa Jonah.
"Nice to meet you too Jonah." Balas Levin.
Setelah berkenalan Jonah pamit untuk kembali bekerja sedangkan Levin dan Nadine melanjutkan perbincangan mereka.
"Jadi kamu pemilik tempat ini? Pantes aja semua terlihat sopan pas kita masuk tadi." Tanya Levin heran.
"Bukan" Jawab Nadine santai.
"Terus kok bisa orang kepercayaanmu kerja di sini?" Tanya Levin bingung.
"Ini punya kamu lev." Jelas Nadine lembut.
"Punya aku? Maksudnya?"
"Kedai ini hadiah untuk kamu. Aku kan udah janji kasih hadiah spesial buat kamu."
"Tapi ini berlebihan Nad, aku-"
"Aku gak terima penolakan. Maaf kalau aku memaksa, aku tau kamu pasti keberatan. Dan aku juga tau setelah ini kamu mau kembali ke Jakarta, aku siapin tempat ini dan minta Jonah juga kerja di sini. Kamu masih bisa mengawasi dari jauh, atau sesekali datang ke sini. Paling tidak ini jadi tempat pelepas rinduku sama kamu " Potong Nadine yang terdengar begitu lirih.
"Terima kasih banyak Nad, aku gak tau gimana caranya untuk membalas kebaikan kamu ini."
"Cukup biarkan aku masuk lebih dalam ke hatimu lev. Aku tidak munafik bahwa aku ingin kamu membalasnya, tapi aku gak mau memaksakan kehendakku. Kamu pun pantas bahagia atas pilihanmu. Aku mungkin akan selalu menjadi pengagummu."
Keduanya saling menatap, berusaha mengikis jarak antara mereka. Levin memandang mata hazel yang selalu dapat mengunci perhatiannya, mencari celah kebohongan dari sorot mata Nadine tetapi justru itu membuatnya semakin tersesat. Levin mencondongkan wajahnya, bahkan kini Nadine sudah memejam matanya.
Pandangan Levin justru sekarang teralih pada bibir peach milik Nadine, perlahan tapi pasti Levin mendaratkan ciuman di bibir Nadine. Hanya sedikit lumatan, tidak ada nafsu di dalamnya. Mereka mencoba mencari alasan atas detak jantung yang berpacu kian cepat. Tidak disangka bahwa kini Nadine menangis, bahagia bercampur sedih menyelimuti hatinya. Levin yang menyadari itu, melepaskan ciumannya dan menangkup pipi gadis blasteran di hadapannya. Menyeka air mata yang tercetak di wajah cantik milik Nadine.
"Maaf sudah lancang, bahkan aku tidak menyadari bahwa cintamu begitu tulus untukku. Maaf sudah membuatmu menunggu terlalu lama...." Ucap Levin menjeda kalimatnya.
"Aku mencintaimu nad, bersediakah kamu menerima segala kekuranganku? Menemaniku hidupku, menjadi pendampingku selamanya? Aku tidak bisa berjanji untuk kehidupan sempurna untukmu, tapi aku berjanji untuk terus membuatmu bahagia" Ucap Levin tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Coffee (Completed)
Fiksi RemajaKetika sebuah perasaan diibaratkan dengan secangkir kopi. Tak selamanya kopi itu pahit dan tak selamanya rasa itu manis Semua tergantung jenis kopi dan sebanyak apa gula yang ditambahkan.