Doubt

2.6K 226 10
                                    

Bella pov

Senang melihat Keny yang sudah tidak bersedih lagi. Dia sudah mendapatkan kebahagiaan barunya bersama Levin. Tapi lagi-lagi sakit rasanya melihat Keny yang sedang tertawa berdua sama Levin. Apa merasakan kecemburuan melihat kemesraan mereka hari ini, walaupun aku tidak terlalu dekat dengan Levin.

"Hey Bel, kenapa kamu ngelamun?" Sapa Kenny yang ternyata sudah ada di sampingku.

"Eh, gak apa-apa Ken. Oiya bulan depan kayaknya aku harus pulang ke Surabaya. Aku harus bantu ibu ngurus usaha chateringnya."

"Loh kenapa? Kan ibu banyak anak buahnya di sana."

"Kasihan aja aku sama ibu, lagian aku juga udah kangen banget."

"Kalian ngomongin aku ya? Serius amat, nih buat ratu-ratuku." Potong Levin yang datang membawakan kami 2 cangkir hot cappucinno andalannya.

"Pede banget kamu by, anyway kok 'ratu-ratuku'? Mulai genitnya nih sama Bella, dia gak doyan modelan kamu kali babe." Ucap Stevi tertawa.

"Dih biarin kek, sirik amat kamu. Kan biar kayak juragan minyak yang banyak selirnya"

Aku hanya tersenyum melihat mereka, apakah keputusanku tepat?

Pletak..

Suara Stevi memukul kepala Levin. Gak terlalu keras tapi aku yakin itu sakit, tapi masih kalah sakit dibandingkan melihat keromantisan mereka di depanku saat ini.

"Ini loh babe, Bella katanya bulan depan mau balik lagi ke Surabaya bantu ibu." Ucap Keny.

"Kenapa mendadak Bel? Kamu gak nyaman disini? Pasti sering diomelin sama Bos galak satu ini ya?" Kata Levin sambil melirik Keny meledek. Sedangkan yang dilirik malah cemberut.

"Ah, enggak kok Lev, kan makanya aku bilang dari sebulan sebelumnya. Lagian aku juga kangen ibu udah beberapa bulan ini aku gak pulang ke Surabaya." Jelasku.

"Tapi jangan stay di sana dong Bel nanti kalo bos galak ini jahatin aku, aku ngadunya ke siapa?" Wajahku memerah mendengar Levin berkata seperti itu, dia membutuhkanku? Tapi aku gak boleh berharap banyak, dia sudah menjadi milik Keny sekarang.

"Ya kalo kamu dijahatin ya jahatin balik lah Lev, masa kalah hahaha" Tawaku garing dan dibalas tatapan tajam dari Keny.

"Levin mau jahatin aku? Berani memang?" Tantang Keny kepada Levin.

"Yaampun, kamu mau aku buktiin sekarang?"

"Coba buktiin, jahatin yang kayak gimana sih yang kamu bisa?"

"Okee. Hmm, Bel, kamu mau gak jadi pacar aku??" Ucap Levin yang tiba-tiba serius.

Deg..

Kenapa Levin berbicara seperti itu? Itu mungkin bercanda tapi sungguh membuat jantungku hampir copot mendengarnya.

"Hahahaha, apaan sih Lev, kalian nih ya ada-ada aja bercandanya." Jawabku menutupi kegugupanku.

"Emang dia nya ganjen aja Bel sama kamu, belum aja aku tempelin mukanya ke atas mesin kopi yang panasnya bisa bikin mukanya yang lumayan ini merah-merah."

"Ih asli itu jahat banget kamu, udah gitu dibilang lumayan lagi muka aku. Orang kece badai gini juga." Sanggah levin merapihkan rambutnya, dia sangat lucu dengan wajah cemberutnya.

"Males deh gue kalo dengerin nih anak mulai kepedean. Udah ah aku mau telepon klien dulu kalian jangan santai-santai aja banyak pelanggan tuh!"

"Iya bos galak !" Ujar Levin.

Keny pergi menuju ruangannya, aku pun langsung pergi mengecek tamu-tamu, tapi sebelum sempat aku melangkah kan kakiku, Levin menahan tanganku.

"Bel, really i want you but i can't. Jaga diri kamu ya, aku selalu ada untuk kamu." bisik Levin di telingaku seketika badanku kaku, Levin pergi dan sempat mengacak poniku sebelumnya.

Aku hanya mematung, seperti ada kupu-kupu terbang di perutku, jantungku berdegup kencang, kakiku lemas dan rasanya mata ini panas sebenarnya kenapa aku ini?

Why? Why it's so hurts? Harusnya aku bahagia mendengar pengakuan Levin kepadaku. Batinku

***

Levina pov

"Bell, really i want you but i can't. Jaga diri kamu ya, aku selalu ada untuk kamu"

Cuma itu yang bisa aku ungkapkan kepada Bella. Aku sungguh dilanda kegalauan tingkat dewa mendengar Bella yang ingin kembali ke Surabaya. Sebenarnya aku pun tidak mengerti apa maunya hati ini. Aku senang sekarang Stevi sudah berubah dan tidak terus-merus bahas tentang Moza, dia sekarang selalu mengutamakanku. Aku senang tapi aku juga merasa itu berlebihan.

Ah entahlah makin rumit aja hidup ini.

***

Satu bulan kemudian

Author pov

"Makasih ya Ken, udah ngasih aku kesempatan kerja dan tinggal di tempat kamu, baik-baik sama Levin. Main-main ke Surabaya atau bikin cabang di sana kan aku bisa ikutan lagi." Ucap Bella memeluk Stevi.

"Wah ide bagus tuh, nanti deh ya aku itung-itungan dulu sama Levin untuk buka di sana. Kamu juga baik-baik di sana salam sama semuanya, bilang maaf aku belum bisa balik ke Surabaya."

"Iya nanti aku sampein. Oiya, Levin mana?"

"Tadi sih bilangnya mau ke toilet dulu"

"Pesawatku udah mau take off aku masuk ya, salam aja buat Levin"

"Oke, kabarin kalo udah sampe ya"

"Bell tunggu! Huhh.. Huhh.. Huhh" Langkah Bella terhenti mendengar suara Levin memanggilnya. Dengan masih mengatur nafasnya, Levin pun mendekati Bella dan Stevi.

"Kamu dari mana lari-larian gitu babe?"

"Hehe. Abis beli ini" Jawab Levin menunjukan paper bag yang dia bawa.

"Nih Bell buat temen di jalan. Dibukanya nanti aja di pesawat ya. Bye Bell save your flight yaa" Lanjutnya.

"Apa tuh isinya babe?"

"Ah kepo kamu. Hahaha"

"Makasih ya Lev, kabarin kabar baik kalian yaaa."

Levin hanya bisa melihat punggung Bella yang makin menjauh, tidak ada pelukan yang Bella berikan kepadanya. Mungkin demi menghindari marahnya Stevi nanti. Levin pun hanya bisa menutupi raut kesedihannya di depan Stevi.

***

Perpisahaan ini begitu menyakitkan
Rasanya ada yang tertinggal dan menetap
Bahagiaku tertinggal
Ya tertinggal dan menetap di kamu
Entah akan ada kebahagiaan lain atau tidak
Yang jelas aku ikut bahagia
Meski ini kebohongan
Tapi bahagiamu itu juga bahagiaku
Wahai cinta dalam diri
Jaga dia dan biarkan dia memulai
Dan aku tak ingin mengakhiri
Wahai cinta dalam hati
Utamakan dia wanita yang selalu ku nanti
Wahai cinta dalam sepi
Meski aku harus sendiri
Biar dia yang hanya akan mengisi

-BA

Our Coffee (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang