Bella pov
Sebenarnya ada apa dengan mereka berdua? Sepertinya ada hal yang serius. Aku sangat penasaran sekali dengan apa yang mereka bicarakan, aku sengaja menguping pembicaraan mereka dari balik pintu.
Tanpa ku sadar ternyata Levin sudah berada tepat di balik pintu yang terbuka.
"Bell? Ngapain kamu?" Tanya Levin.
"Eng.. Gak apa-apa, cuma mau bilang kalo di luar ramai. Aku butuh kamu. Banyak pesenan soalnya." Jawabku gugup.
"Oh okay."
Levin kembali ke barnya meninggalkanku yang masih penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.
"Bell? Kamu ngapain di sini?" Tanya Keny yang kini menyadarkan aku.
"Gak apa-apa Ken, aku cuma mau panggil Levin tadi."
"Oh yaudah, kamu tolong cek depan ya aku mau istirahat sebentar."
Aku mengangguk sebagai jawabanku dan kembali ke area pelanggan untuk sedikit membantu pada karyawan yang lain.
21.00
"Ken, kamu gak mau pulang?" Tanyaku pada Keny yang masih terduduk di ruangannya.
"Kamu duluan aja, naik taksi gak apa-apa kan? Aku masih banyak kerjaan." Jawabnya yang masih terpaku pada laptopnya.
"Oh yaudah, jangan ngelembur terus ya. Jaga kesehatan"
Dia hanya tersenyum lalu kembali sibuk dengan kerjaannya.
Di luar selagi aku menunggu taksi, tiba- tiba sebuah motor berhenti di depanku. Seseorang berbadan tinggi, menggunakan helm full face yang kini sudah berdiri di sampingku . Ternyata dia Levin, ketika dia sudah membuka helmnya, nyaris tidak aku kenali karena dia seperti lelaki.
"Pulang bareng yuk." Ajaknya.
"Aku naik taksi aja Lev." Tolakku lembut.
"Udah naik aja, gak baik cewek secantik kamu pulang sendirian." Ujarnya yang sudah duduk di atas motornya.
"Gak ngerepotin?"
"Gak lah, kan aku yang ngajak"
"Yaudah, makasih ya" Akhirnya aku mengiyakan tawarannya.
"Nih pake, udah malem dingin nanti." Levin melepas jaket motornya.
"Nah kamu pake apa? Nanti kamu masuk angin loh."
"Udah pake aja, aku udah biasa kok."
Perhatian kecilnya Levin cukup membuatku tersipu. Dia mengerti bagaimana memperlakukan wanita dengan baik. Mungkin karna dia juga wanita. Di tengah perjalanan, Levin mengajakku untuk mampir makan malam.
"Mau makan dulu gak?"
"Boleh yuk, dari pada nanti aku gak bisa tidur karna kelaperan."
Levin pun menghentikan motornya di sebuah warung nasi goreng pinggir jalan.
"Maaf ya ngajaknya makan di pinggir jalan." Ujarnya yang kini sudah duduk di depanku.
"Yaampun gak apa-apa kok lev. Kan judulnya sama-sama makanan."
Tidak lama kemudian pesanan kami datang, aku pun mulai membuka pembicaraan soal Keny.
"Lev, aku mau tanya sesuatu boleh? Tapi janji jangan marah ya."
"Iyaa, tanya apa?"
"Soal kamu sama Keny. Kalian pacaran?"
"Uhuukk.. Uhhuukk" sontak pertanyaanku membuat Levin tersedak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Coffee (Completed)
JugendliteraturKetika sebuah perasaan diibaratkan dengan secangkir kopi. Tak selamanya kopi itu pahit dan tak selamanya rasa itu manis Semua tergantung jenis kopi dan sebanyak apa gula yang ditambahkan.