Decision

3K 266 13
                                        

Levin pov

"Hallo sayang, apa kabar? Aku kangen kamu. Rasanya baru kemarin kita bisa seneng-seneng bareng. Tapi gak berasa kamu juga udah biarin aku sendiri 2 tahun ini. Masih susah lupain segalanya. Bayangan kamu masih sangat jelas diotak aku za. Andai kamu ada di sini sekarang. Oiya, di sini ada perempuan mirip banget sama kamu. Pinternya bikin kopi, pinternya dia nenangin aku, pokoknya mirip kamu. Ngeliat dia aku makin kangen sama kamu. Maaf ya sayang kalo nantinya dia bakal nemenin hari-hari aku. Aku harus bisa belajar tanpa kamu, meski susah banget."

Tidak sengaja aku mendengar kata-kata Stevi barusan, sepertinya dia masih sangat mencintai Moza. Dibandingkan dengan aku yang baru di kenalnya, ya jelaslah aku cuma bisa bikin dia teringat dengan Moza bukan karna dia serius sayang sama aku.

"Lev, kamu ngapain disitu? Sini masuk." Panggilnya menyadarkanku.

"Eh iya Stev."

"Ada apa lev? Kamu denger apa yang aku omongin tadi ya?"

"Gak apa-apa. Aku cuma mau ingetin makan siang. Udah jam 3 sore dan kamu belum makan."

"Aku gak nafsu makan Lev."

"Kenapa? Karna Moza?"

"Lagi gak mood aja"

"Aku mau tanya hal serius."

"Apa?"

"Kamu masih sayang banget sama Moza?"

"Kenapa tanyanya begitu?"

"Jawab aja."

"Moza itu cinta pertama aku, walaupun sebelumnya aku pernah berpacaran dengan laki-laki, tapi Moza satu-satunya yang bisa membuatku merasakan cinta. Dan karena Moza juga kafe ini ada." Jelasnya.

"Terus kenapa kamu ngomong ke aku kalo kamu mau kita pacaran kemarin?"

"Mungkin karena aku ngeliat sosok Moza ada di kamu. Egois memang di tambah kita juga belum lama kenal, tapi perlakuan kamu dan perhatian kamu cukup buat aku nyaman lev." Jawabnya.

"Berarti kamu mau kita pacaran karena aku mirip sama mantan kamu? Bukan karena kamu punya perasaan sama aku?" Selidikku.

"Enggak lev, aku serius!"

"Oh, come on Stev. Don't be a liar"

"Aku beneran Lev. Aku serius sama perkataan aku"

"Apa yang bisa kamu buktiin?"

"Bukti apa yang kamu mau?"

"Apapun selama kamu jujur"

Dia hanya menghela nafas dan berusaha berpikir bukti apa yang bisa dia tunjukan. Sepertinya tidak ada satu pun yang bisa dia buktikan. Terlihat dia melamun bukan berpikir.

"Kasih aku waktu buat buktiin semua itu."

"Kenapa butuh waktu?"

"Ya aku perlu waktu buat nunjukin semuanya sama kamu." Jawabnya terdengar putus asa.

"Semuanya udah jelas. Kamu itu hanya belum bisa move on dari Moza. Lagi pula kedekatan kita cuma sebagai atasan dan karyawan Stev. Gak profesional kayaknya kalo dalam hitungan hari kamu udah minta aku jadi pacar kamu."

"Terserah!"

Stevi mulai geram, wajahnya nampak kesal dengan perkataanku barusan.

"Yaudah gue cabut. Besok gue ajuin surat resign. Gue gak bisa kerja kayak gini Stev"

"Mungkin itu lebih baik."

Aku cuma bisa memberikan senyum sinis ke Stevi. See? Dia memang gak benar-benar tulus sama aku. Mungkin memang lebih baik aku resign.

***

"Mau kemana lev?" Tegur Bella yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang looker.

"Aku resign Bell. Sampe ketemu lagi ya. Chat aja kalo kamu butuh aku." Jawabku yang masih merapihkan barang-barangku

"Kenapa resign? Masalah Stevi?"

Dengan Bella pun aku hanya bisa tersenyum sebagai jawaban atas pertanyaannya. Aku kira awalnya kerja di sini akan menyenangkan ternyata enggak.

Aku akhirnya pamit kepada para pegawai di sana sana dan langsung pulang. Pasti akan susah lagi cari pekerjaan.

Kenapa selalu berakhir kayak gini? Rasanya terlalu complicated. Stevi yang mendadak menyatakan perasaannya, bukannya bikin aku senang tapi malah bikin aku risih.

Aku memang seorang penyuka sesama jenis, harusnya aku senang karena ada perempuan secantik Stevi menyatakan perasaannya terhadapku. Tapi ini lebih dari sekedar itu, aku tidak ingin hubunganku nantinya justru dibayangi dengan sosok orang lain dari masalalu.

Sesampainya di rumah aku langsung masuk ke kamar.

"Lev, tumben udah pulang?"

"Iya mah, lagi gak enak badan"

"Makan sana terus minum obat"

Harus jawab apa lagi aku besok kalo Mama tanya kenapa aku gak kerja?

Drrtt... Drrttt..

Ponselku bergetar ternyata ada 2 pesan disana dari Bella dan Stevi ternyata.

Bella Andr

Kenapa sih kamu resign, di sini sepi gak ada kamu. Pelanggan juga pada nanyain kamu. Belum sehari aja udah pada kangen. L

L.Freeza

Keadaannya udah gak ngedukung aku di sana Bel, mending resign. Aku bakal sering main ke sana kok.

Aku pun tersenyum membalas pesan dari Bella, dan sekarang apa yang harus aku balas untuk pesannya Stevi?

Stevi K.S

Please don't leave me. I need you as my employe or are you really want to be my mine? I love you, trust me honey.

L.Freeza

Sorry, i can't both.

Cuma selang 1 menit, Stevi langsung meneleponku. Aku mengangkat teleponnya dan berusaha sebiasa mungkin.

"Halo Stev?"

"Kalo kamu tetep mutusin buat ninggalin aku, selamanya kamu gak akan pernah lagi ketemu aku Lev!"

"Kenapa kamu jadi ngancem? Aku gak suka diancem!"

"Apa aku harus bener-bener lakuin anceman aku supaya kamu percaya kalo aku sayang sama kamu?"

"Duh Stevi, tolong dong jangan kayak anak kecil. Oke-oke gue bakal tetep kerja disana. Dengan syarat we're just employe and bos."

"GAK MAU LEVINA FREEZA !"

Astaga wanita ini keras kepala sekali.

"Iya-iya, aku turutin apapun permintaan kamu. Asalkan kamu gak ngebanding-bandingin atau mirip-miripin aku lagi sama Moza"

"Really?"

"Iyaaaaa, terus kamu mau apa lagi Stevi Kenycta Sudiro?"

"Aku cuma mau kamu. Temuin aku di depan rumah kamu sekarang!"

"WHAT????"

Sejak kapan dia ada di depan rumahku? Dan mau apa dia datang kesini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mungkin rasa itu masih hanya sebatas mengagumi. Apakah aku harus berpura-pura untuk menjadi kekasihnya?

***

Mungkin aku seperti hujan di tengah kemarau
Atau mungkin pelangi di siang hari
Yang jelas apapun itu aku akan selalu ada
Dalam keadaan terburukmu sekalipun

Our Coffee (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang