Thanks God

1.6K 161 2
                                    

Stevi pov

Jika memang dia mencintaiku, dia pasti akan kembali kepadaku. Moza, aku tau kamu bisa lihat aku dan dia sekarang. Tapi aku tidak tahu, apakah dia mampu seperti kamu? Aku tau aku egois za, aku masih sangat mencintaimu bahkan tidak akan pernah bisa berhenti untuk mencintaimu. Tapi aku juga mencintainya, maaf jika aku membagi hatiku. Aku pun tidak mungkin seperti ini, pasti kamu di sana sedang menertawakanku. Za, bantu aku mempertahankan dia, kamu pun pasti mau aku bahagia, kebahagiaanku sekarang hanya dia.

Aku melaju melewati ramainya Jakarta siang ini. Membawakan waffle coklat kesukaan Levin, sesampainya aku di depan rumahnya, aku melihat dia memeluk laki-laki itu lagi. Apakah benar mereka tidak ada hubungan apa-apa? Levin terlihat bahagia bersamanya. Aku bisa apa? Laki-laki itu sangat pantas mendampingi Levin.

"Kalo sayang, kejar! Masa ngerelain gitu aja sebelum berjuang?"

Moza? Suara itu sangat jelas terdengar, aku menoleh ke sebelahku dan Moza yang juga sedang melihat ke arah mereka.

"Za?" Panggilku dengan mata berkaca-kaca. Aku tidak percaya bahwa aku bisa melihatnya lagi.

"Dia patut kamu perjuangkan Ken. Aku merestui kalian, jaga diri aku selalu mengawasimu."

Dan bayangannya pun menghilang. Aku masih belum masih bisa menyangka bahwa itu benar-benar Moza atau hanya halusinasiku? Tapi yang aku yakin, perkataannya benar. Aku memutuskan untuk turun dan menemui mereka.

"Hey Lev, Mama ada?" Tanyaku tanpa mempedulikan sosok laki-laki itu.

"Ada di dalem, Stev kenalin ini Riko. Riko ini Stevi."

Wajahnya tampak ramah, tapi matanya memancarkan ke khawatiran. Mungkin Levin sudah bercerita banyak tentangku padanya. Aku langsung masuk ke dalam tanpa niat untuk berkenalan dengan laki-laki ini. Aku tau orang tua Levin sebenarnya sedang keluar kota. Hanya basa-basi tadi agar tidak ada perang dingin antara aku dan Riko. Dan sepertinya Levin sadar akan itu.

Aku menunggu Levin di kamarnya, Aku bisa mendengar mereka bicara dari sini, karena sejak aku masuk kamar terdengar nada sedikit tinggi dari Riko. Sepertinya mereka berdebat. Aku bisa mendengar bahwa Riko menginginkan Levin menjadi kekasihnya. Sakit sekali mendengar perkataan Riko bahwa dia menerima Levin apa adanya. Itu memang baik untuk masa depan Levin, tapi aku tau tidak untuk hatinya dan juga aku.

"Gak usah sedih, kalo jodoh gak akan kemana. Setelah ini juga akan baik-baik aja"

Suara itu lagi. Bayangan Moza kini makin jelas sedang berdiri di depan pintu. Tuhan aku sangat merindukannya. Aku ingin sekali memeluknya, tapi jangankan untuk memeluk, untuk menggerakan mulutku pun sulit sekali.

"Jangan mikirin aku terus, kasian Levinnya. Nanti makin cemburu sama aku. Aku gak akan kemana-mana sayang. Aku selalu ada di hatimu."

Air mataku lolos tanpa di komando, sungguh aku merindukanmu Za. Terima kasih sampai saat ini kamu tidak benar-benar meninggalkanku.

Sosok Moza kini di gantikan dengan Levin, berdiri di tempat yang sama. Jelas sangat terlihat kemiripan mereka bahkan tadinya aku tidak mampu membedakannya.

"Udah pulang Rikonya?

"Udah."

"Berantem? Karna aku? Maaf ya lev aku gak bermaksud untuk-"

"Bukan salah kamu. Aku cuma gak suka dipaksa."

"Apa kamu ada rasa sama dia lev?"

"Stev, tolong gak usah mempertaanyakan hal yang sebenarnya kamu sangat tau."

Our Coffee (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang