Complicated

2.1K 211 7
                                    

Levina pov

Stevi K.S

Kamu di mana? Semalem gak pulang dan hari ini gak masuk kerja. Aku mau ngomong penting!

Levin ! Kabarin aku ! Jangan cuekin semua chat aku !

Aku minta maaf Lev, plis jangan cuekin aku :'(

Leviiinaaaaaa!!!

Astaga Tuhan kamu tuh ya jahat banget sama aku. Kan aku udah minta maaf

Lev, aku butuh kamu

Aku ngaku salah. Aku janji gak akan ngulangin lagi. Aku sayang kamuuuuu :'(

Levin bales dong udah 2 hari kamu ngilang.

Kamu kemanaa aku khawatir sayang

Aku harus gimana? Aku nyesel, jangan giniin aku.

Kabarin aku ya sayang, mungkin kamu lagi butuh waktu sendiri :') I love you Levina Freeza

Sudah 2 hari memang aku tidak memberi kabar ke Stevi, tidak bekerja dan tidak pulang ke rumah. Aku memberitahu ke Mama bahwa aku sedang ada acara bersama teman-teman sekolah ku tapi aku minta ke Mama untuk tidak memberitahukan siapa-siapa. Padahal kenyataannya aku pergi ke rumah Papa di bogor. Papa membelinya untuk kami berlibur, pernah rumah ini hampir di jual tapi aku menolaknya, aku berpikir aku akan membutuhkannya suatu saat nanti. Dan di sinilah aku sekarang.

Anyway, hanya 10 pesan dan 15 missed called aja nih dari Stevi? Perempuan itu sebenarnya serius atau hanya ingin main-main dengan perasaannya? Atau dia memang tipe yang begini? Mungkin dia juga sedang sibuk dengan pekerjaannya, apa lagi posisiku sedang tidak bekerja. Dia memang masih cinta dengan Moza, biar bagaimana pun Moza cinta pertamanya dan tidak mungkin segampang itu Stevi bisa melupakannya.

Aku bukannya cemburu atas rasanya dia terhadap Moza, itu hal yang wajar karena dia kehilangan orang yang sangat dia cintai selamanya. Aku hanya masih ragu akan perasaannya terhadapku, aku masih takut bahwa dia mencintaiku karena sosokku yang mirip dengan Moza, bukan karena aku seorang Levina Freeza.

Tiba-tiba ponselku berbunyi sebuah panggilan dari nomor yang gak ku kenal. Mungkin itu Stevi yang sedang berusaha untuk menghubungiku, untuk saat ini aku benar-benar sedang tidak mood untuk komunikasi dengannya. Setelah ponselku mati sebuah pesan masuk.

+6281266558***

Hey, apa kabar? Kok teleponku gak diangkat?

- Bella -

What the...

Jadi barusan Bella? Kayak ada setruman dahsyat di jantungku. Segera langsung gue telepon balik nomor tadi.

"Hallo Bel, apa kabar? Maaf tadi gak kedengeran kamu telepon. Kamu ganti nomer?"

"Aku kira kamu lagi menghilang terus gak mau diganggu siapapun hahaha. Iya kebetulan ponselku hilang beberapa hari lalu, jadi aku ganti nomer"

Kok dia bisa tau aku sedang tidak ingin diganggu? Atau Stevi menyuruhnya untuk menghubungiku? Ah bodo lah, aku gak perduli.

"Heh kok diem."

"Haha, abis kaget aja kamu ngomong barusan. Kayak dukun tau aja aku lagi menghilang"

"Apa sih yang gak aku tau dari pacarnya sepupuku sendiri?"

"Jadi bener kamu diceritain sama Stevi?"

"Bahkan memang aku disuruh dia untuk hubungin kamu."

Tuh kan bener, males lah kalo ujung-ujungnya soal Stevi.

"Kan diem lagi, kenapa takut aku laporan sama Stevi ya kalo kamu di Bogor? Hahaha."

"Ih aku jadi serem ya sama kamu, belum diceritain aja kamu udah tau semua. Yaudah sana lapor aja. Aku gak perduli."

"Yah ngambek. Gak lah, aku mau ketemu kamu Lev. Tapi baru bisa bulan depan aku ke Jakarta."

"Yaudah malam ini aku ke Surabaya, jemput aku di bandara ya."

"Hah?"

"Tuhkan jadi bloon, pokoknya jemput! Awas kalo gak di jemput, udah ya aku mau packing dulu."

"Lev tapi ..."

Aku langsung mematikan sambungan teleponnya dan langsung pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku justru terkejut dengan keberadaan Stevi di depan rumahku.

"Kamu dari mana aja? Aku khawatir kamu gak ngabarin aku, aku minta maaf untuk segala hal yang bikin kamu kecewa. Aku tau kalo aku terlalu sering nyakitin kamu, tapi jujur aku beneran sayang sama kamu Lev."

"Lebih baik kita bahas di dalem aja, aku gak mau mama denger"

Aku pun masuk berjalan menuju kamar diikuti Stevi di belakang. Di dalam kamar tidak ada sepatah kata pun yang kami ucapkan. Aku sibuk dengan tv sedangkan Stevi hanya diam di ujung ranjangku. Tapi perlahan aku mendengar suara tangisan, tangisan yang tertahan.

"Stev, are you okay?"

"Yes, i'm fine. Jadi kamu mau maafin aku kan Lev?"

"Kamu gak perlu minta maaf Stev. Tapi jujur aku rasa hubungan ini terlalu cepet, sampe kesannya kayak maksain. Sorry tapi aku gak bisa bertahan dengan keterpaksaan."

"Iya aku paham, aku yang terlalu terobsesi sama kamu. Aku terlalu pengen milikin kamu karna aku liat ada sosok Moza di diri kamu. Aku tau aku egois, terlalu egois bahkan. Dan mulai sekarang aku gak mau maksain apapun lagi. Kamu pantes bahagia Lev."

"Aku memang sayang sama kamu Stev, tapi aku gak bisa ngejalanin hubungan dengan bayang-bayang orang lain Stev."

"Iya aku ngerti, kamu bebas lakuin apa yang kamu mau Lev. Aku bakal selalu support kamu, kamu tau kemana kamu cari aku."

Aku hanya tertunduk, entah harus sedih atau senang. Tapi merasa jauh lebih lega, Stevi seperti baru membebaskanku dari hal yang mengurung hatiku. Terdengar tangisannya yang berhenti dan dia memelukku. Nyaman sekali berbeda dari pelukannya yang pernah aku rasakan sebelumnya. Sebenarnya terasa berat, tapi aku tidak ingin menambah semuanya menjadi berantakan. Mungkin seperti ini jauh lebih baik.

Sorry Stev, aku gak ada maksud nyakitin kamu. Tapi aku tau kamu pun tersiksa.

Our Coffee (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang