3

391 133 250
                                    

Penghuni koperasi Adi Santosa telah berkumpul di area floor store untuk melakukan briefing pagi. Terlihat para siswa dan siswi PKL jurusan managemen bisnis, berdiri sejajar menghadap Pak Cakra dan Mba Ani yang tetap duduk di meja kerja mereka masing-masing.

Lukas berdiri di sisi paling kanan, dilanjutkan dengan Parmin disebelahnya, kemudian Nissa, dan paling kiri ada Gendis yang tampak berdiri sembari menggandeng lengan Nissa.

Sementara Bu Ratna tampak sibuk di depan layar komputer, dengan jari yang berkali-kali memencet keyboard komputer, guna membuat laporan keuangan.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Pak Cakra memberikan salam pembuka.

"Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." seru penghuni koperasi lainnya kompak.

"Oke ya, langsung saja kita mulai briefing kita yang sudah kesiangan ini." ujar Pak Cakra sembari melemparkan pandangan kepada siswa dan siswi magang secara berurutan.

"Untuk Lukas dan Parmin, hari ini kalian kedatangan partner baru dari SMK Taruna Bangsa, ya. Seperti yang saya sudah sampaikan tempo hari." ujar Pak Cakra kembali, dan kali ini pandangannya ia tujukan ke arah Lukas dan Parmin yang berdiri bersebelahan.

"Sebelah Parmin itu namanya Nissa. Kalian sudah sempat kenalan kan tadi?" lanjut Pak Cakra sembari melempar senyum kepada Nissa, diikuti anggukan kepala Lukas dan Parmin.

"Nah, kalau yang sebelah Nissa itu namanya Gendis. Si biang kerok, yang sudah bikin briefing kita kesiangan." ujar Pak Cakra sembari mengarahkan pandangan datarnya kepada Gendis.

"Saya kan sudah minta maaf Pak." sahut Gendis dengan muka malas diakhiri helaan nafas pelan.

"Bosen saya dengar permintaan maaf kamu. Besok, lusa, dan seterusnya pasti begitu lagi."

"Beneran deh Pak, besok gak telat lagi. Janji." Gendis coba meyakiankan Pak Cakra.

"Tukang ngibul kamu. Janjimu itu palsu Ndis."

"Swear Pak! Berani disamber..." Gendis menjeda kalimat sumpahnya. Seperti tak rela jika ia harus meneruskan kalimat swear, berani disamber geledek, karena takut kemakan sumpahnya sendiri.

"Mmm...disamber...Chris Martin." Gendis melanjutkan kalimatnya dengan ragu, setelah berfikir sejenak yang malah membuat penghuni koperasi lainnya menahan tawa.

"Siapa itu Chris Martin?" tanya Pak Cakra sambil memiringkan kepala dengan dahi yag mengerut.

"Itu loh Pak, vocalis band dari Inggris, yang lagi naik daun. Coldplay." kali ini Lukas membantu menjelaskan.

"Percuma juga dijelasin, orang dia taunya cuma Soneta grup doang." cibir Gendis dengan suara lirih hampir tak terdengar lengkap dengan senyum mengejek.

Nissa satu-satunya orang yang mendengar jelas ucapan gendis lantaran berada tepat di sampingnya, melirik dan menyipitkan matanya ke arah Gendis. Seolah memberi kode agar Gendis tak memperkeruh situasi.

"Bisik-bisik apa kamu Gendis?" sahut Pak Cakra dengan sengit, ketika samar-samar mendengar ocehan Gendis. Gendis mengerjap lalu spontan menetralkan kembali wajahnya.

"Gak kok Pak. Saya gak ngomong apa-apa." bantah Gedis, ngeles.

"Sudahlah. Saya gak mau ngeladenin kegilaan kamu. Cuma buang-buang waktu saya saja tau nggak."

"Setuju Pak. Silakan dilanjut saja briefingnya. Nanti gak selesai-selesai loh." Gendis menimpali dengan santai, tapi dengan tatapan mengejek.

"Gak usah ngece kamu." balas Pak Cakra sembari mengamati Gendis dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan serius.
Dan pengamatannya kali ini berhasil membidik kembali satu kesalahan Gendis.

Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang