"Berbagi gak akan bikin lo kekurangan."
^_^
"Ngapain bongkar-bongkar locker gue?" ujar Lukas dengan kepala sedikit melongok dari belakang bahu Gendis.
Suara berat Lukas yang mengudara, membuat Gendis spontan membalikkan badan, merubah posisi keduanya kini saling beradu pandang.
Untuk beberapa detik Gendis terdiam ketika melihat visual Lukas. Sejenak ia membiarkan matanya mengagumi makhluk ciptaan Tuhan yang kini intens menatapnya. Alis yang hitam dan tebal, mata yang tajam, hidung mancung, serta garis rahang yang tegas, sebuah potret ketampanan hakiki yang dimiliki seorang siswa dari SMK Tunas Bangsa Jakarta itu.
"Kok diam? Shock ya? Bingung, kegep mau maling?" lanjut Lukas sambil mengangkat ujung dagu, lengkap dengan ekspresi datar, sembari bersedekap tangan.
Gendis dibuat kesal bukan main dengan pertanyaan-pertanyaan Lukas yang terkesan menyudutkannya. Kekagumannya terhadap visual Lukas seketika sirna, bagaikan debu yang tertiup angin. Ia lantas membuang pandangannya ke sembarang arah dengan tawa mengejek. Namun tak lama kemudian pandangannya kembali terfokus kepada Lukas.
"Apa lo bilang? Maling?" Gendis masih mengeluarkan senyum sarkasnya, dan mengakhiri dengan sebuah tatapan dingin kepada Lukas.
"Jaga mulut lo ya!" ujar Gendis memberikan penekanan pada kalimatnya, sembari menunjuk dada Lukas, tetap dengan pandangan sinis yang tak terputus dari mata Lukas. Sementara Lukas mengikuti arah bagian yang ditunjuk oleh jari telunjuk Gendis.
"Terus lo ngapain ngacak-ngacak barang orang? Gak punya sopan santun." tanya Lukas sambil menunjuk barang-barangnya yang berserakan di atas meja, lalu kembali mengarahkan pandangan sengit kepada Gendis.
"Yang ada gue yang harusnya nanya. Ngapain lo asal main pakai locker orang sembarangan?" balas Gendis dengan nada tak kalah sengit.
"Locker lo?" tanya Lukas dengan dahi berkerut.
"Iya locker gue. Kenapa? Gak suka? Gak terima? Lo tuh belum tau aja siapa gue." ucap Gendis mencoba mengintimidasi Lukas.
"Memang lo siapa? Anaknya yang punya gedung?" tanya Lukas asal.
"Bukan," jawab Gendis santai.
"Anaknya anggota koperasi?"
" Bukan!"
"Anaknya Pak Cakra? "
"Anjrit! Emang lo pikir muka gue mirip sama si Piccolo?" protes Gendis ketika nama Pak Cakra disebut.
"Hah? Piccolo?" bisik Lukas pada dirinya sendiri seraya mengernyit, karena tak mengerti maksud perkataan Gendis.
Celotehan Gendis yang tak terkontrol sukses membuat Lukas bingung hingga ia menggosok dahinya frustasi.
"Maksud lo apaan sih? To the point aja deh! Jangan bikin orang sakit kepala karena harus mikir keras." ujar Lukas setelah menarik napas panjang.
"Gini ya, gue kasih tau lo. Jauuuuhh sebelum lo ada di sini, gue itu udah PKL duluan di sini. Ok," ucap Gendis kali ini dengan ekspresi angkuhnya.
"Terus, locker yang sekarang lo penuhi sama barang-barang gak penting lo itu, jauuuuhhh sebelum lo datang di sini itu udah gue pakai duluan. Jadi mulai sekarang lo pindahin deh barang-barang lo itu. Karena jelas ini adalah locker gue. Ngerti? " ujar Gendis panjang lebar sampai hampir kehabisan napas dengan memberi penekanan pada kalimat "gak penting".
Kemudian ia meletakkan buku agenda Lukas yang sedari tadi masih ada digenggaman tangannya, ke atas meja bergabung dengan barang-barang Lukas yang lainnya.
"Sabar Kas, sabar..." Lukas menyemangati dirinya sendiri dalam hati, dan mengakhiri dengan helaan napas panjang untuk menetralkan emosinya.
"Lo Gendis dari SMK Taruna Bangsa kan? Temennya Nissa?" tanya Lukas yang bersusah payah menjaga kesabarannya. Karena ia sadar, bagaimanapun yang ia hadapi saat ini adalah seorang wanita. Rasanya kegentleannya akan berkurang jika ia terus meladeni perdebatan itu.
"Nah, itu lo tau," jawab Gendis yang kini memunggungi Lukas seraya meletakkan tote-bagnya ke dalam locker yang sudah kosong.
"Gue Lukas dari SMK Tunas Bangsa."
Lukas berniat memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya saat Gendis kembali memutar badan dan kembali berposisi berhadapan dengannya.
"Udah tau. Gue bisa baca name tag lo." jawab Gendis ketus dan tak menghiraukan uluran tangan Lukas yang mengajaknya bersalaman. Ia justru bersedekap tangan sembari membuang muka dengan segala ekspresi keangkuhannya.
Lukas terlihat tak mau terpancing dengan sikap Gendis yang annoying. Ia perlahan menarik kembali tangan kanannya kemudian memasukkan ke saku celananya, sembari kembali menghela nafas panjang. Mencoba megumpulkan sisa kesabaran yang masih ada.
"Ok. Gini ya Gendis..." Lukas sengaja menjeda perkataannya, mencoba menyusun kalimat dengan hati-hati agar tidak memperkeruh suasana.
"Gue mau jelasin dua hal sama lo. Pertama, ini tuh locker yang disediakan oleh koperasi, jadi semua penghuni koperasi bisa pakai, termasuk gue. Kedua, udah gak ada tempat lain lagi buat taruh barang pribadi kita, karena locker lainnya juga udah penuh. Jadi menurut gue satu-satunya solusi adalah...?!"
Lukas kembali menggantung kalimatnya. Kali ini bukan untuk merangkai kalimat lanjutan, namun memberikan sebuah pergerakan sebagai penyelesaian perdebatan.
Setelah sempat mengamati barang-barangnya yang berantakan di atas meja, tanpa meminta persetujuan Gendis, ia langsung memasukan barang-barangnya kembali ke dalam locker, berbaur dengan barang Gendis. Gendis mengerjap, panik.
"Eh, eh.. Lo mau ngapain?" tanya Gendis yang spontan mengekori Lukas.
"Ih, gak muat tau!" protes Gendis, namun tak dihiraukan Lukas yang masih sibuk membenahi barangnya.
Di tengah keributan mereka berdua, Nissa datang dengan kepala yang terulur dari luar pintu staff.
"Kalian lama banget sih? Udah ditungguin tuh mau pada briefing. " ujar Nissa setengah teriak.
"Bentar Nis. Habis ini kita keluar ya. Temen lo nih rese." jawab Lukas yang masih terlihat memasukan beberapa bukunya ke dalam locker, memunggungi Gendis yang masih berupaya menghalangi dengan menarik- narik lengan Lukas.
Sementara Nissa yang menyaksikan keributan kecil itu, hanya bisa menarik napas. Seperti tak mau ambil pusing, ia memilih kembali ke floor store lantaran tugasnya untuk memanggil Lukas dan Gendis dirasa sudah selesai ia kerjakan.
Sepeninggalan Nissa, Lukas terlihat menutup rapat locker setelah selesai memasukkan semua barang-barangnya. Ia menyisakan sebuah buku agenda yang saat ini ada di genggaman tangan kanannya.
Setelah itu ia kembali berkontak mata dengan Gendis yang masih terlihat berat hati untuk berbagi locker dengan orang kedua yang telah membuat moodnya hancur pagi ini setelah Pak Cakra.
"Pernah dengar istilah sharing is caring gak?" tanya Lukas dengan menatap intens Gendis yang terdiam dengan muka yang ditekuk.
"Berbagi gak akan bikin lo kekurangan kok." pungkas Lukas dengan lugas, sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan Gendis. Sementara Gendis hanya berdiri mematung dengan tatapan dingin yang ia lemparkan ke arah punggung Lukas yang perlahan menjauh dari pandangannya.
"Caring, caring. GIGI LO TUH KERING!!!" teriak Gendis seraya memukul udara guna melampiaskan kekesalannya.
"Songong banget sih tuh cowok." gerutunya, diikuti dengan hentakkan kaki, kemudian menyusul Lukas ke store floor guna mengikuti briefing.
*****
To be continued...
^_^
Hemm...baru kenal udah adu bacot.
Besok-besok gelut gak nih?
Makasih yang udah baca!!
Lanjut gak nih?
Lanjut dong.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)
Fiksi RemajaApa jadinya jika seorang siswi yang sudah dicap sebagai seorang trouble maker, berpartner selama tiga puluh satu hari dengan seorang siswa tauladan sekaligus Ketua Osis dalam masa PKL sekolahnya? Akan kah ribut tak kunjung henti layaknya Tom and Je...