The Groove - Khayalan
*****
"Neduh dulu yuk Ndis,"Lukas menarik pergelangan tangan Gendis, lalu mereka berlari kecil menuju teras koperasi Adi Santosa untuk mencari perlindungan dari tetesan air yang turun dari langit. Ya, hujan lebat menyebabkan keduanya memilih bertahan di tempat itu untuk berteduh.
Tak seperti biasanya, tempat itu tampak sepi. Rolling door utama koperasi juga sudah tertutup rapat. Entah kemana perginya para penghuni lain yang tak tampak batang hidungnya. Menghilang begitu saja menyisakan Gendis dan Lukas yang terjebak berdua disana.
"Basah lagi, Kas." ujar Gendis mengeluhkan seragam putih abu-abunya yang lembab. Kepalanya mendunduk, dengan sesekali mengusap-usap bagian depan baju dan roknya.
"Besok-besok kayaknya kita harus bawa payung deh, udah musim hujan soalnya." ucap Lukas yang terlihat mengusap wajah tampannya yang tak luput dari tetesan air hujan.
"He'em. Sudah dua kali kita kehujanan kayak gini." ucap Gendis yang kini mengusap-usap kedua lengannya saat hawa dingin mulai terasa menyapa kulit.
"Tapi gue seneng Ndis, berkat hujan sekarang kita jadi bisa sedekat ini." Lukas tersenyum tipis, memandang lekat-lekat wajah cantik Gendis yang kini juga menatapnya dengan mengukir senyum manis.
Di tengah manik mata keduanya yang masih saling terpaut, Lukas perlahan mengangkat satu tangannya lalu bergerak membelai rambut Gendis, dan kemudian menyelipkannya ke belakang telinga Gendis.
Sementara Gendis masih bertahan dengan senyum tipisnya, membiarkan matanya mengagumi setiap jengkal visual cowok di hadapannya dengan segala karisma keteduhan yang selalu berhasil membuatnya nyaman. Merasakan lembut jemari Lukas yang kini beralih mengusap pipi halusnya. Mata mereka pun masih saling mengunci, sama-sama memancarkan kekaguman yang tak terbendung.
"Ndis, gue suka sama lo. Mau ya jadi pacar gue?!" kalimat Lukas terlantun bersamaan dengan suara rintik hujan yang entah mengapa menambah suasana saat itu menjadi romantis. Membuat Gendis semakin larut dan tatapannya semakin dalam bersamaan dengan senyumnya yang kembali terukir. Dan di detik berikutnya anggukan pelan kepala Gendis menjadi sebuah jawaban dari pernyataan dan permintaan Lukas.
Lukas seperti tak bisa menahan kebahagiaannya. Terbukti dengan matanya yang semakin berbinar, berkolaborasi dengan senyum menawan yang merekah seolah mewakili perasaan bahagianya atas jawaban Gendis.
Di tengah kekaguman yang tiada henti, ia mengalihkan satu tangannya yang masih bertahan pada pipi Gendis dengan usapan lembut ibu jarinya, menuju ke area tengkuk Gendis. Pandangan intensnya menyusuri setiap lekuk wajah Gendis. Dari mata, hidung, dan berakhir pada bibir Gendis, bersamaan dengan dorongan pelan tangan lukas di balik tengkuk Gendis yang kemudian berhasil mengikis jarak wajah keduanya.
Tak ada penolakan dari Gendis. Ia justru memejamkan mata saat wajah Lukas semakin mendekat ke wajahnya. Seolah menikmati momen kala hembusan napas mereka terasa saling bertukar sapa. Dan selanjutnya bukan hanya napas, namun bibir mereka juga bertemu yang menandai terenggutnya ciuman pertama Gendis oleh kecupan lembut bibir Lukas yang mendarat ke bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)
Teen FictionApa jadinya jika seorang siswi yang sudah dicap sebagai seorang trouble maker, berpartner selama tiga puluh satu hari dengan seorang siswa tauladan sekaligus Ketua Osis dalam masa PKL sekolahnya? Akan kah ribut tak kunjung henti layaknya Tom and Je...