25

206 9 4
                                    

Complicated - Avril Lavigne


*****

Kata orang, hujan di malam hari adalah waktu yang tepat untuk menenangkan diri. Suara rintikan yang terdengar seperti lagu pengantar tidur, juga kerap menjadi obat tidur bagi mereka yang dilanda kelelahan setelah seharian beraktifitas. Dan bagi yang sedang kasmaran, hujan di malam hari bisa juga menjadi momen hangat dan romantis untuk mereka yang dilanda kerinduan kepada someone special.

Namun sayangnya semua hal itu tak berlaku bagi Gendis. Dinginnya malam dengan suara rintik hujan yang syahdu, nyatanya tak bisa mendinginkan hatinya yang masih panas ketika mengingat kembali kejadian tadi siang bersama Lukas. Emosinya terlalu kuat dan tinggi menguasai hati.

Gendis yang malam itu menggunakan sweater hoodie berwarna putih dengan celana tidur semata kaki berwarna pink, terlihat duduk di hadapan meja belajarnya. Kepalanya menunduk, tangannya sibuk menulis, tapi bukan catatan tentang pelajaran, melainkan coretan atas kekesalan yang ia tuangkan pada sebuah buku diary.

Meskipun menulis diary bukanlah hobi Gendis, tapi malam itu ia merasa seperti butuh sebuah media untuk menuangkan seluruh perasaannya.

MENUJU GILA

Eloknya roman mencabik netra
Nirmalanya syabda meniupkan mantra
Sungguh biadab!!!
Nyaris saja aku buta, menuju gila ketika ia menjelma bak Dewa Indra
Terbius terangnya yang semu
Tercandu teduhnya yang palsu
Bukan Dewa Indra, namun ia adalah raja pendusta di balik nama sang Pembawa Cahaya.

"ANJRITTT!!! bisa-bisanya gue bikin puisi buat Lukas," pekik Gendis geram, setelah membaca dan mengamati hasil tulisannya yang tanpa ia sadari telah menjadikan Lukas sebagai inspirasinya.

"Jijik banget tau gak sih?! Kok gue jadi ketularan sakit jiwa ya?" gerutunya lagi menyesali perbuatannya yang menjadi pujangga dadakan. Dengan geram ia lantas mencorat-coret hasil karyanya dengan pulpen. Dan di menit kemudian ia memilih beranjak dari kursi lalu membantingkan diri di kasur.

"Kenapa sih semakin gue benci dia, semakin gue inget terus muka gantengnya!! Babi emang si Lukas!" gerutunya sambil menatap langit-langit kamar. Setelah puas melontarkan umpatan, dan mengakhiri dengan helaan napas panjang, ia kembali terdiam, lalu memejamkan matanya beberapa saat guna menetralkan kewarasannya. Hingga suara ketukan pintu dari luar kamar membuatnya kembali terjaga.

"Ndis, ada telpon tuh," ujar sang Mama dengan kepala melongok dari balik pintu.

"Dari siapa Mah?" tanya Gendis yang sontak mengangkat setengah badannya.

"Dari Lukas,"

Satu helaan napas kembali keluar dari mulut Gendis. Ditambah dengan satu decakan sebal yang semakin melengkapi sebuah bentuk keberatan.

"Ck. Males ah, Mah. Bilang aja Gendis udah tidur." ujar Gendis dengan wajah bosannya.

"Sejak kapan kamu belajar bohong?"

Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang