24

151 22 38
                                    

♡♡♡♡♡

She's the One - Robbie Williams

*******

Detik berganti dengan menit, seiring putaran dan suara detak jarum jam dinding yang tertempel di atas ruang tamu kosan Lukas. Lukas sendiri terlihat masih menunggu Gendis yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya setelah berpamitan ke kamar kecil.

Dengan punggung yang ia sandarkan pada sofa, Lukas tampak gelisah dengan mata yang tertuju ke arah kamarnya. Ada sedikit guratan kekhawatiran saat ia kembali mengingat incident yang membuat gadis yang sangat ia suka itu terluka. Ia mendadak jadi overthingking. Walaupun secara fisik Gendis terlihat hanya mendapatkan luka ringan di wajahnya, namun tiba-tiba kini ia menjadi parno. Takut barangkali ada luka lain yang tidak ia ketahui.

"Gendis kok lama banget ya?" gumamnya dalam hati sambil menyugar rambut belah tengahnya.

Matanya kemudian kembali berlarih pada jam dinding yang menunjukkan rentan waktu kurang lebih dua puluh menit sudah di mana Gendis tak juga keluar dari dalam kamarnya. Lukas berdecak pelan karena resah. Dan didorong rasa penasaran yang sangat mendalam atas kondisi Gendis, ia pun memutuskan untuk menyusul Gendis ke dalam kamarnya.

"Jangan-jangan pingsan lagi nih anak," ujarnya pelan sambil bergegas melangkahkan kakinya.

Sesampainya di ambang pintu kamar, ia terdiam beberapa detik saat mendapati Gendis berdiri membelakanginya di dekat meja belajar.

"Ndis..." sapanya pelan, seraya memiringkan kepala, dengan tatapan penuh selidik saat melihat Gendis seperti fokus dan menunduk pada sebuah benda yang ada pada tangannya.

Mendengar suara Lukas yang menyapa, Gendis lantas memutar badan. Menatap Lukas dengan wajah penuh pertanyaan lengkap dengan beberapa lembar kartu atensi di tangan. Lukas  mematung sejadi-jadinya. Namun kemudian ia segera memaksa otaknya untuk merangkai jawaban dari pertanyaan yang ia yakini akan keluar dari mulut Gendis yang perlahan mulai mendekat kepadanya.

"Kas, ini apaan sih?" Gendis mengangkat satu tangan yang berisi kartu atensi dengan sebuah senyum tipis yang ia sungging. Sebuah pertanyaan yang tidak spesifik sengaja ia lontarkan karena saat ini ia pun masih membaca situasi.

Lukas terlihat kebingungan memberikan jawaban. Raut wajahnya juga terlihat gelisah tak tenang. Namun desakan Gendis melalui bahasa mata yang ia lebarkan memaksa Lukas membuka mulutnya.

"So-sorry Ndis, gue bisa jelasin semuanya."

"Jelasin apa?" tanya Gendis masih tenang.

"Soal kartu atensi itu."

"Kenapa emangnya?" Gendis masih berusaha tenang di atas rasa penasarannya menunggu penjelasan Lukas.

"Sebenarnya gue___"

"Lo kenapa?" tanya Gendis sambil mengangkat satu alisnya.

"Gue tau kalau Sugar Girl itu lo,"

Jawaban Lukas memudarkan senyum Gendis. Raut wajahnya berubah tampak bingung seraya mencerna kalimat yang diucapkan Lukas. Jawaban Lukas sungguh di luar perkiraanya. Benar-benar tak sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Awalnya Gendis berharap bahwa interaksi keduanya di dunia radio dengan nama samaran masing-masing, adalah sebuah kejadian yang tak disengaja. Karena hal itu lebih fair menurutnya. Tapi ucapan Lukas sungguh berhasil membuatnya menjadi overthingking akan maksud dan tujuan Lukas yang sesungguhnya.

Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang