♡♡♡♡♡
"Mah, Pah...Gendis berangkat ya." pamit Gendis kepada orang tuanya yang sedang menikmati sarapan pagi di meja makan. Ia pun tak lupa mencium punggung tangan kanan kedua orang tuanya secara bergantian seolah meminta restu agar harinya selalu diselimuti kebaikan.
"Kamu gak sarapan dulu?" tanya sang Mama dengan raut wajah keheranan mendapati sang anak tampak terburu-buru seperti ingin segera meninggalkan rumah.
"Nanti sarapan di sana saja. Gendis takut telat." jawab Gendis langsung berbalik badan dan melangkahkan kaki. "Assalamualaikum." pungkas Gendis tanpa menoleh kemudian berlalu.
"Wa'alaikumsalam," jawab Pak Yudha dan Ibu Diana hampir bersamaan seraya saling melempar pandangan penuh pertanyaan.
"Perasaan masih pagi gak sih?" ujar Pak Yudha setelah melihat jam tangannya, lalu kembali melempar pandangan kepada sang istri. Sementara Bu Diana hanya mengedikkan bahu, menghela napas pelan dan memilih melanjutkan aktifitas sarapan.
*****
Beberapa menit setelah Gendis turun dari angkot yang mengantarkannya ke tempat PKL, dengan semangat empat lima ia tampak berjalan menuju koperasi. Entah mengapa hari ini terasa berbeda untuknya. Seperti ada sesuatu yang membuat energi dan hormon bahagianya meningkat pesat. Aura positif dan pesona di wajahnya juga begitu terpancar. Aura seperti orang sedang jatuh cinta. Karena konon katanya orang yang sedang jatuh cinta dapat memancarkan aura yang berbeda. Lebih cantik, bergairah, dan penuh semangat.
Namun tak lama kemudian langkahnya melambat ketika dari arah berlawanan ia melihat Lukas, yang ternyata juga datang lebih awal. Jantungnya mendadak berdetak tak beraturan namun terselip juga perasaan senang. Karena hal ini lah yang sebenarnya memang ia harapkan. Segera berjumpa dengan Lukas, cowok yang berhasil memporak-porandakan hati dan pikirannya semalaman suntuk.
Sementara dari kejauhan Lukas yang telah menangkap sosok Gendis tampak mengukir senyum tipis dan langsung mempercepat langkahnya. Entah kebetulan atau memang telepati keduanya yang terlalu kuat sehingga membuat mereka bertemu sepagi ini. Yang jelas pagi itu benar-benar menjadi saksi betapa keduanya mulai mempunyai chemistry.
"Hai Ndis," sapa Lukas setelah berdiri di hadapan Gendis yang terlihat cantik dengan rambut panjang berponi depan yang tergerai.
"Hai." jawab Gendis singkat, pelan, menutupi rasa groginya dengan senyum tipis yang sedikit kaku.
"Pagi banget datengnya?" tanya Lukas dengan senyum yang seribu kali lebih menawan dari biasanya membuat Gendis semakin salah tingkah dibuatnya.
"Emm, anu... Gue mau sarapan," balas Gendis kikuk. "Maksud gue, gue gak sempat sarapan tadi di rumah." ralat Gendis sebisa-bisanya.
"Emm, gitu ya?" jawab Lukas sambil menatap Gendis dengan satu alis terangkat. Otaknya mencoba mencerna jawaban aneh Gendis. Bagaimana bisa Gendis bilang gak sempat sarapan di rumah sedangkan jam masuk masih tersisa enam puluh menit lagi? Seperti tak ada pilihan, Lukas hanya bisa menelan mentah-mentah alibi Gendis sembari mengangguk-anggukan kepala. Tak berani bertanya lebih jauh karena takut merusak suasana damai pagi itu.
"Lo sendiri kok juga udah datang?"
"Emm_____mau nemenin lo sarapan." ujar Lukas pelan, yang berhasil membuat hati Gendis kembali bergetar, tertegun beberapa detik sambil menelan salivanya. Tak ada yang bisa ia lakukan lagi setelahnya selain kembali menarik senyum paksa dari bibirnya untuk menutupi perasaan panas dinginnya ketika mendengar jawaban Lukas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)
Teen FictionApa jadinya jika seorang siswi yang sudah dicap sebagai seorang trouble maker, berpartner selama tiga puluh satu hari dengan seorang siswa tauladan sekaligus Ketua Osis dalam masa PKL sekolahnya? Akan kah ribut tak kunjung henti layaknya Tom and Je...