Tiga puluh menit sepeninggalan Gendis yang memilih menyendiri di gudang, area toko koperasi kini tampak kembali normal dan tenang. Para penghuninya mulai berbaur dengan kesibukan masing-masing.
Nissa yang berdiri di depan mesin kasir, terlihat sibuk menghitung uang modal. Mulutnya sesekali terlihat komat-kamit, sementara satu tangannya sibuk memencet kalkulator untuk menghitung jumlah uang yang terbagi menjadi beberapa pecahan.
Lukas berjongkok di depan etalase, begitu juga Parmin yang berdiri di depan etalase, namun di sisi yang berbeda. Keduanya sama-sama melakukan kegiatan menghitung dan mencatat barang display pada buku stock, lengkap dengan pencatatan barang masuk dan keluar.
Bu Ratna masih larut dengan pekerjaannya membuat laporan keuangan sesuai jabatannya sebagai seorang bendahara. Sedangkan Mba Ani kebagian tugas membuat rekap laporan penjualan bulanan. Keduanya terlihat serius menatap layar komputer dan tumpukan map secara bergantian dengan jari yang tak berhenti mengetik keyboard.
Sedangkan sang kepala koperasi terdengar melakukan percakapan lewat sambungan telepon, sembari menyandarkan punggung di sandaran kursi.
"Meetingnya jam satu kan? Hmmm...Ok. Saya usahakan nanti datang tepat waktu. Baik Pak...terima kasih." kira-kira seperti pembicaraan Pak Cakra sebelum mengakhiri sambungan telepon.
Di tengah kesibukannya, Lukas sempat melirik Pak Cakra dan entah sengaja atau tidak indera pendengarannya menangkap semua percakapan Pak Cakra, dan mengunci kata meeting di dalam ingatannya.
Di detik berikutnya, Lukas menghentikan sejenak aktifitasnya. Ia meletakkan pensil dan buku stock di atas etalase, lalu melangkah mendekati Pak Cakra.
"Saya ke toilet dulu ya Pak..." ucap Lukas meminta izin kepada Pak Cakra.
"Hmm." jawab Pak Cakra singkat, mengangguk, tanpa menoleh ke arah Lukas, karena sibuk mengamati berkas-berkas yang ada di atas meja kerjanya. Lukas pun lantas berjalan meninggalkan store floor.
Lalu apa kabar dengan Gendis yang kini berada di gudang koperasi sendirian?
Setelah pertengkaran sengitnya dengan Pak Cakra yang berimbas penyitaan sepatu, pengancaman mendapatkan nilai jelek, dan hukuman merapikan gudang seorang diri, pantasnya dia kini sedang meratapi nasibnya dengan berlinang air mata. Namun sayangnya hal itu tidak berlaku untuk Gendis. Dia justru malah menikmati kesendiriannya.
Alih-alih menjalankan hukuman untuk membereskan gudang, Gendis yang merupakan seorang radioholic lebih memilih mendengarkan radio melalui ponselnya.
Dengan bertelanjang kaki, ia duduk melantai, melipat kedua kaki kesamping beralaskan koran bekas, yang entah dari mana ia pungut.
Mulutnya ia jejali lolipop berwarna biru, yang mentransfer warna ke bibir, gigi, dan lidahnya. Sementara tangan kanannya sibuk menulis kupon atensi radio di atas sebuah kardus berisi air mineral yang masih terlakban dan belum terbongkar.
Kedua telinganya tersumpal headset dari HP Nokia 2300 yang merupakan handphone sejuta umat pada masanya. Ia mendengarkan siaran radio yang saat ini sedang mengudarakan lagu Season in the Sun dari boyband kenamaan, Westlife.
We had joy, we had fun, we had seasons in the sun
But the hills that we climbed were just seasons out of time
Dengan suara lirih dan apa adanya, Gendis terdengar samar-samar ikut menyanyikan bagian reff lagu. Tepatnya satu-satunya bagian lirik yang dia hafal.
Di tengah keasyikan Gendis mendengarkan lagu dan menulis kupon atensi radio, ia tak menyadari kehadiran Lukas yang telah berdiri di ambang pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)
Teen FictionApa jadinya jika seorang siswi yang sudah dicap sebagai seorang trouble maker, berpartner selama tiga puluh satu hari dengan seorang siswa tauladan sekaligus Ketua Osis dalam masa PKL sekolahnya? Akan kah ribut tak kunjung henti layaknya Tom and Je...