"Piccolo itu bener-bener ngeselin, ya. Tai banget deh tuh orang. Tiga bulan masa PKL gue bisa terasa tiga abad kalau kayak gini caranya."Dengan menggebu Gendis melancarkan umpatan demi umpatan yang sedari tadi dia pendam. Tangannya terkepal di atas meja kantin yang saat ini terlihat seperti meja bundar untuk konferensi, padahal meja kantinnya sendiri sih berbentuk kotak.
Dihadapannya terlihat Lukas yang duduk bersebelahan dengan Suparmin. Keduanya membiarkan matanya menyaksikan Gendis yang sedang meluapkan emosi dengan segala macam bentuk ekspresinya.
Sementara Nissa yang duduk disebelah Gendis hanya mendengus pasrah mendengar kicauan sahabatnya. Alih-alih memberi komentar, ia malah memilih membaca tabloid remaja punya Gendis yang sengaja dibawanya. Seakan tak mempedulikan sahabatnya yang sedang kebakaran jenggot. Sudah biasa baginya. Nanti juga diam sendiri, pikirnya.
"Gue heran deh sama dia, kayaknya moment briefing pagi tuh selalu jadi ajang dia buat ngejek gue. Buat bikin gue terlihat bodoh. Padahal dia itu seorang pemimpin lho, tapi sikapnya kekanak-kanakan banget. Gak ada wibawanya. Jiwa leadershipnya NIHIL tau gak lo!" lanjut Gendis berbicara panjang lebar sampai kehabisan napas sambil melemparkan pandangan secara bergantian ke arah Lukas dan Parmin.
Parmin menggosok keningnya frustasi, mendapati Gendis yang tak berhenti mengoceh. Lukas terlihat lebih santai. Ia hanya memandangi lekat-lekat wajah Gendis dengan tatapan datar seraya mengunyah permen karet dan sesekali meniupkan balon dari permen karet yang ada di dalam mulutnya.
"Minum dulu tuh, nanti sesak napas lo." selanjutnya Lukas menyodorkan es teh manis dihadapan Gendis, dan memintanya untuk meminum guna mengembalikan kewarasan.
Sesaat Gendis menarik napas pelan dan mengikuti ucapan Lukas. Ia lantas mengambil sedotan dari dalam gelas. Bukan untuk menyedot minuman, namun ia malah membuangnya asal di lantai. Kemudian ia langsung mengangkat gelas dan mendorongkan ke mulutnya. Ia meminum langsung es teh manisnya layaknya orang dewasa yang menghabiskan segelas bir saat sedang frustasi.
"Gila Kas, gayanya Gendis persis karakter cewek di novel yang gue baca." bisik Parmin kepada Lukas dengan pandangan yang tak terputus ke arah Gendis.
"Novel apaan?" tanya Lukas memiringkan kepalanya.
"Novel dewasa, judulnya Birahi Sang Lady Companion. LC, LC...wanita penghibur. Mau gue pinjemin gak?" ujar Parmin terkekeh, seraya mengangkat kedua alisnya ke arah Lukas.
"Dasar mesum lo!" sebuah toyoran dari jari Lukas mendarat di jidat Parmin dan malah ditimpali dengan tawa geli dari Parmin.
Sementara itu yang diamati terlihat menaruh kembali gelas berisi es teh manis yang berhasil ia habiskan secara langsung, kemudian mengelap bibir dengan punggung tangannya.
"Udah kelar ngocehnya?" tanya Lukas kemudian. Gendis tak menjawab, hanya menatap wajah teduh nan tampan Lukas yang menebarkan kedamaian dan entah kenapa membuatnya jauh lebih tenang.
"Makanya Ndis, lo juga jangan suka nyari gara-gara deh. Kadang-kadang lo suka mancing sih. Sifat lo tuh sebenernya ada mirip-miripnya lho, sama Pak Cakra. Kayak pinang dibelah celurit." ujar Parmin. Niat hati bercanda, namun bercandanya gak tau sikon.
Baru saja ketenangan menghampiri Gendis beberapa detik, namun kini kembali terusik dengan ucapan Parmin.
Alis Gendis menurun dan mengerut tanda kemarahan kembali merajai dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)
Teen FictionApa jadinya jika seorang siswi yang sudah dicap sebagai seorang trouble maker, berpartner selama tiga puluh satu hari dengan seorang siswa tauladan sekaligus Ketua Osis dalam masa PKL sekolahnya? Akan kah ribut tak kunjung henti layaknya Tom and Je...