Avril Lavigne - Sk8er Boi
♡♡♡♡♡
Pagi ini tak secerah pagi biasanya. Sinar mentari pagi tampak tertutup gumpalan awan hitam seolah menandakan hari ini Jakarta akan diguyur hujan.
Lukas dan Parmin yang sudah berseragam sekolah lengkap, terlihat berjalan beriringan di trotoar dengan obrolan dan tawa yang sesekali terlepas dari keduanya. Keceriaan dua sahabat itu terlihat begitu kontras dengan cuaca Ibu Kota yang pagi itu beraura kelabu.
Dan tak terasa langkah kaki Lukas dan Parmin kini membawa keduanya ke sebuah halaman bangunan dua lantai yang menjadi tempat PKL tujuan mereka. Namun tiba-tiba langkah kaki Lukas terhenti mengikuti langkah kaki Parmin yang lebih dulu berhenti dengan mata mendelik.
"Kenapa Min?" tanya Lukas mengerutkan dahi.
"Kas, itu Gendis bukan sih?" tanya balik Parmin sembari menunjuk pada area play ground taman kanak-kanak yang berada tepat di samping kiri koperasi.
Lukas mengikuti arah yang ditunjuk Parmin, dan langsung menangkap sosok cewek berseragam putih abu-abu dengan rambut yang terurai, terlihat duduk di ayunan play ground yang belum ramai karena masih terlalu pagi.
Beberapa detik Lukas meluangkan waktu untuk memastikan sosok cewek yang ia lihat. Sampai akhirnya ia yakin bahwa cewek itu benar-benar Gendis.
"Samperin yuk!" ajak Lukas. Keduanya pun kembali berjalan menuju play ground.
Sesampainya di play ground, Lukas menepuk ringan bahu Gendis yang membelakanginya.
"Ndis," sapa Lukas pelan.
Merasa mendapat sentuhan ringan pada bahunya, Gendis yang asyik mendengarkan radio dari ponselnya pun seketika memutar kepala dan melepas headset dari telinganya.
"Haiii, selamat pagi dunia...!!!" balas Gendis dengan senyum dan wajah super ceria.
Namun sayangnya senyum ceria Gendis kali ini justru ditanggapi dengan ekspresi kaget Lukas dan Parmin. Ada suatu hal yang berbeda dengan wajah Gendis yang membuat Lukas dan Parmin terperanjat.
"Astaghfirullah, Ndis. Itu mata lo kenapa?" tanya Parmin setengah histeris dan mengusap dada saat mendapati riasan mata Gendis yang menggunakan sipat mata dan eye shadow berwarna hitam.
"Keren gak?" ujar Gendis sembari berdiri mendekati Lukas dan Parmin, berkacak pinggang dan mengangkat wajahnya yang memamerkan kepercayaan diri yang luar biasa.
Sedetik, dua detik, tiga detik, Lukas dan Parmin terdiam. Namun kemudian Parmin menangguk-angguk terpaksa menjawab pertanyaan Gendis yang sebenarnya tak sesuai dengan yang ada di dalam hatinya.
"Coba tebak, gue mirip siapa?" tanya Gendis dengan wajah yang berbinar seraya merubah posisi dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada.
Siapa?
Satu kata yang mewakili sebuah pertanyaan menari-nari di otak Lukas dan Parmin ditengah muka keduanya yang cengok dan mendadak bego.
"Ayo, tebak dong!!" sahut Gendis kembali, kali ini dengan nada sedikit memaksa.
"Siapa sih Ndis?" balas Parmin dengan dahi mengerut, dan menggaruk asal kepalanya.
"Ih, tinggal sebut aja yang ada di otak lo. Punya otak kan?" ujar Gendis ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)
Teen FictionApa jadinya jika seorang siswi yang sudah dicap sebagai seorang trouble maker, berpartner selama tiga puluh satu hari dengan seorang siswa tauladan sekaligus Ketua Osis dalam masa PKL sekolahnya? Akan kah ribut tak kunjung henti layaknya Tom and Je...