14

309 90 192
                                    

Lukas menuntun langkah Gendis memasuki sebuah bangunan rumah kost sederhana yang ia pilih untuk menjadi tempat tinggal sementara di masa PKLnya.

Jika dilihat dari luar, sepintas kosan satu lantai itu terlihat seperti bangunan rumah pada umumnya. Bagian depannya terdapat teras lengkap dengan sepasang meja dan kursi kayu untuk bersantai, serta beberapa tanaman hijau yang membuat halaman teras tampak teduh dan asri.

Ketika masuk, baru terlihat beberapa kamar dengan desain saling berhadapan, dengan fasilitas ruang tamu bersama, pada bagian tengahnya.

Tok...

Tok...

Tok...

Suara ketukan tangan Lukas pada salah satu pintu kamar kost.

"Hadehh...Siapa sih, pagi-pagi ganggu aja?!" gerutuan sang Empunya kamar, samar-samar sampai ke telinga Lukas dan Gendis, yang tengah berdiri di depan pintu.

Keduanya lantas saling melempar pandangan. Terlebih Gendis yang terlihat jiper, nyalinya menciut setelah mendengar respon kurang bersahabat dari sang pemilik kamar.

"Udah, gak apa-apa." Lukas mencoba menenangkan Gendis dengan mengukir senyum tipis. Sementara Gendis menanggapinya dengan anggukan kepala, sembari mengambil posisi ke belakang badan Lukas.

Berbeda dengan Gendis, Lukas saat itu terlihat lebih tenang dan tetap bisa berpikir positif. Terlebih saat ia mengingat perkataan Suparmin bahwa Amel sang pemilik kamar, hari ini izin tidak masuk sekolah karena sakit perut pasca haid. Jadi ia masih memaklumi respon dari sang pemilik kamar itu.

Cklek...

Suara pintu terbuka, disusul dengan penampakan seorang gadis berperawakan mungil bernama Amel, dari balik pintu kamar. Penampilan Amel terlihat kusut, rambut awut-awutan, dengan guratan kesal yang terlihat jelas di wajahnya, layaknya anak singa yang baru terbangun dari tidur dan siap memangsa pengganggunya.

Namun anehnya sepersekian detik kemudian, ekspresinya berubah seratus delapan puluh derajat. Mata tajam nan bulatnya perlahan menyipit bersamaan dengan tarikan senyuman kaku di bibirnya.

Bagaimana tidak, dihadapannya kini telah berdiri seorang Lukas Pratama, yang notabenenya adalah penghuni kost-an paling tampan yang menyebabkannya terkadang rela meluangkan waktu untuk tebar pesona.

"Ya ampun, Lukas. Kirain siapa," ujarnya mendadak ramah sembari membenahi rambutnya yang berantakan.

"Mel, sorry banget ya, udah ganggu pagi-pagi." ucap Lukas tak enak hati.

"Gak kok. Gak ganggu sama sekali." jawab Amel kini sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinga dengan senyum malu-malu kucing, napsu anjing.

"Kenapa nih? Tumben pagi-pagi ngetok kamar gue?" tanya Amel lagi mengangkat satu alis dengan senyum yang menggoda.

"Gini Mel, gue mau minta tolong, boleh gak?" ujar Lukas ramah.

"Boleh banget dong. Apa sih yang gak boleh buat Lukas yang ganteng seantero kost-an," puji Amel penuh kecentilan membuat Lukas menyunggingkan senyum kaku.

"Ayuk masuk!" tanpa menanyakan detail maksud Lukas, secara agresif Amel lantas menarik pergelangan tangan Lukas, memaksa masuk kamar. Entah apa yang ada dipikiran Amel saat itu. Yang jelas sikapnya saat itu terasa horor bagi Lukas.

Tiga Puluh Satu Hari (with Ketos)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang