PENDAHULUAN

51.1K 3.5K 595
                                    

PENDAHULUAN




Dulu sekali, entah kapan tepatnya, sebab Jainari tak tahu, pernah ada yang berkata pada kedua orang tuanya ; Anak perempuan yang akan lahir di keluarga kalian adalah anak yang sama, dengan yang menjadi penyebab jatuhnya nama besar keluarga. Dia akan lahir sebagai garis paling tebal diantara garis lainnya. Sekalipun perempuan, dialah yang akan melanjutkan darah dan keturunan kalian. Anak perempuan ini pula, yang akan memadamkan cahaya yang lahir sebelumnya. Dia akan jadi satu-satunya cahaya yang tersisa ketika semua lilin-lilin di rumah kalian mati, habis nyalanya. Yang di maksud adalah dia ; Semesta Jainari Sutedja.

Atas dasar ramalan sinting itulah, akhirnya ia di kucilkan.

Jainari bersumpah akan mencekik peramal gila yang mengatakan hal itu pada kedua orangtuanya jika saja ia masih ada. Sayangnya, perempuan edan yang entah siapa itu sudah lebih dulu meninggal, sebelum Jainari menginjak umur lima. Dan sial lagi, perkataannya dipercaya penuh oleh Mami dan Papi. Hingga ia senantiasa di pinggirkan dalam setiap kesempatan.

Tentu saja Papi dan Mami menyayanginya. Tapi jelas, mereka jauh lebih menyayangi anak laki-laki kebanggaannya, sang putra mahkota, Gamael putra Sutedja. Gamael adalah lampu paling terang di rumah, sementara Jainari hanya lilin yang berkelap-kelip di pojok dapur, menunggu kapan digunakan. Kesenjangan perlakuan itu sangat nyata sampai Jainari kerapkali meragukan keabsahannya sebagai putri dalam keluarga Sutedja.

Jainari pernah berpikir, barangkali ia hanya seorang anak yang diambil dari sebuah panti, atau lebih ektremnya lagi, mungkin saja ia adalah putri dari hasil selingkuhan Priawan, sang Papi. Namun sayang, hal itu tak terbukti. Rupanya, tak ada drama macam itu dalam keluarga mereka. Semua ketidakadilan ini hanya terjadi karena kepercayaan tidak berdasar Mami dan Papinya, terhadap seorang dukun goblok yang dulu sangat keluarganya percaya.

Sial, bicara dukun selalu membuat urat murka Jainari muncul. Gara-gara orang itu, Jainari di perlakukan macam tahanan seumur hidup. Tak terhitung berapa ribu kali Papi menyuruhnya menjaga sikap, saat ia bahkan sedang tak melakukan apa-apa! Mami pun demikian. Selalu ada kata 'jangan' yang menghias bibirnya selama mereka bersama. Dalam kondisi apapun, Jainari selalu di awasi, di pegangi erat-erat oleh kedua orangtuanya, seolah ia adalah anak anjing yang di khawatirkan menyalak pada sembarang orang di jalanan.

Perlakuan menyebalkan itu menghias masa kanak-kanaknya hingga remaja.

Meski demikian, Jainari sama sekali tak membenci keluarganya. Ia dan Gamael, meski selalu mendapat perlakuan berbeda, tetap saja tumbuh dengan akur, saling menyayangi sebagaimana kakak dan adik pada umumnya.

Gamael memang bukan kakak yang sempurna. Ia tempramental, tolol, dan kadang semaunya. Tapi setidaknya, Gamael adalah garda terdepan kala Jainari ketakutan. Ia adalah orang pertama yang akan berteriak murka dan mengangkat tinju, ketika Jainari pulang dalam keadaan menangis dari sekolah. Gamael selalu jadi orang pertama yang akan datang ketika Jainari berkata 'tolong' kapanpun waktunya. Gamael lah pusat dunianya. Gamael orangnya.

"Jei, Mas mau kawin bulan depan."

"Kawin aja. Ngapain bilang-bilang. Kayak aku bakal peduli," jawabnya malam itu, ketika pukul sebelas lebih kakaknya menelpon.

Gelak tawa Gamael masih hangat di telinga. Candaan-candaan garingnya masih begitu menempel di ingatan ketika subuhnya, kabar duka itu datang. Kakaknya yang beberapa jam lalu bercanda dengannya lewat panggilan telepon, tiba-tiba dinyatakan meninggal dunia. Kecelakaan, menabrak truk yang lewat antarkota. Kehilangan nyawa di tempat tanpa sempat di tolong.

Gamael, garda terdepannya, pusat dunia baginya, nyala yang paling terang dalam hidupnya, tiba-tiba padam begitu saja. Pergi sejauh-jauhnya, hingga Jainari tak bisa lagi menemukannya. Gamael, kakaknya tercinta, meninggalkannya.

Anggrek api dan Mata ketigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang