37. Lakon

22.1K 3.5K 871
                                    

37. Lakon













"Siang, Pak Anthariksa."

"Siang," sapanya balik, tersenyum ramah dan menganggukkan kepala pada beberapa karyawan yang berpapasan di lobi kantor. Sebagian dari mereka baru akan kembali selepas jam makan siang, sedang sebagian lagi bersiap pergi untuk meeting keluar dan kunjungan, sama sepertinya yang tengah melangkah buru-buru dengan Andreas mengikuti di belakang.

Sembari melangkah, ia menilik jam di pergelangam tangan kiri, sedangkan tangan kanannya sibuk memegangi ponsel, masih bicara dengan seseorang dibalik telpon.

"Gue sama Andreas selesai meeting agak malam, setelah itu baru kami bisa nyusul," katanya pada Leon diseberang panggilan. "Gue ke Mudiharjo."

"Mas Antha sudah dilarang kesana."

"Emang," balasnya. Berhenti di meja resepsionis. Mengetuk meja tersebut dengan telunjuk, pelan. Tersenyum tipis pada seorang perempuan yang sigap berdiri menghampiri.

"Eh, Bapak."

"Minta tolong, nanti kalau ada yang nyari, suruh bikin janji lagi di hari jumat. Hari ini saya nggak balik kantor."

"Baik, Pak."

"Thanks," ucapnya. "Anyway, rambut baru kamu lucu banget," ujarnya, tak lupa menyelipkan pujian sebelum pergi. "Duluan ya, Mbak," pamitnya, meninggalkan perempuan dibalik meja resepsionis yang kini mesem-mesem dengan pipi merona.

"Mas Antha ini," decak Andreas pelan, tak berani keras. Ia menoleh lagi ke belakang untuk memastikan resepsionis tadi sibuk berkaca. Lantas meraih ponsel dan tampaknya, besok akan ada gosip baru lagi.
Entah kali ini tentang 'superboss yang ketahuan menggoda karyawan' atau justru 'kisah-kisah klasik dan drama picisan antara bawahan dan direktur utama' seperti yang terakhir kali beredar.
Ini sudah sering terjadi, tapi entah kapan Andreas bisa terbiasa. Baginya, semua gosip miring tentang Anthariksa sangat menyebalkan. Baik sedikit dibilang naksir. Senyum secuil dikata menggoda. Padahal kan, pada dasarnya Anthariksa itu memang ramah orangnya.

"Mas Antha ke gudang saja. Biar Doni dan Jeremy yang ke Mudiharjo."

"Nggak," tolaknya. "Gue yang ke Mudiharjo," putusnya. Berjalan luwes menghampiri mobilnya di parkiran khusus. "Urusan gue belum selesai sama si Rangga," katanya. Menyodorkan kunci mobil pada Andreas, melangkah ke kursi penumpang. Duduk anteng sembari memasang sabuk pengaman, menanti Andreas menjalankan kendaraan. "Baru-baru ini gue dapat info kalau Rangga juga yang dulu masuk penjara dan ngabisin dua saksi dari pihak Bimantara," lanjutnya, menyentuh dasi. "Berarti dia yang dipercaya jadi eksekutornya."

Leon bergumam paham. "Lalu?"

"Gue mau mastiin Rangga nggak gerak. Soalnya kalau dia gerak, udah pasti Jainari tujuannya," lanjutnya. "Terserah kalian mau ngapain, gue mau ngamanin cewek gue dulu. Sisanya belakangan," ucap lelaki itu, melirik Andreas yang mulai menjalankan mobil. "Ginan masih di Jakarta?"

Leon mengiyakan. "Katanya, hari ini Bimantara mengadakan pesta. Pak Hangga dan mertua saya masuk ke daftar tamu undangan. Barangkali Pak Ginan akan ikut kesana untuk melihat lebih dekat."

"Bajingan, bisa-bisanya dia bikin pesta setelah ngabisin hampir satu keluarga besar," umpatnya.

"Dia bukan bajingan, dia iblis," koreksi Leon kalem. "Jadi, Mas Antha tetap ke Mudiharjo?"

Antha mengangguk singkat. "Ya," jawabnya. "Lo?"

"Saya masih mengawasi 652."

"Betul dia tikusnya?"

Anggrek api dan Mata ketigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang