35. Karunya
Jena tidak tahu sejarah panjang dalam hubungan mereka. Tapi ia tahu, posisinya mulai tak aman ketika melihat bagaimana cara Anthariksa menatap perempuan itu sejak tadi.
Ia bahkan tak melepaskan pelukan Alisa, seandainya Devintari tak mencak-mencak, berteriak lantang. Melupakan fakta bahwa ada bayi diperut yang harus dijaga, perempuan itu nekat mengumpat, lalu menarik paksa Alisa dari pelukan kakaknya.
Jangan tanya apa yang Jena lakukan. Ia masih terbengong, menoleh kanan kiri mengikuti suara demi suara yang silih berganti berseru. Baik Anthariksa yang tak terima mantan tunangannya disakiti, atupun Devin yang ribut ingin mengusir mantan calon kakak iparnya darisana.
Jena masih berdiri bingung saat Anthariksa menunduk, menyentuh sudut bibir Alisa dengan khawatir. "Ini kenapa?"
"Dia pukul aku."
"Siapa?!"
"Rob."
Samar-samar suara tangis perempuan itu terdengar.
"Dia selingkuh."
Ia terisak, bertutur dengan suara lirih.
"Apa?!"
"Tolong aku, Mas Antha," pintanya. "Papa bisa marah kalau tahu ini. Aku nggak berani cerita." Perempuan itu menutup wajah dengan telapak tangan, tersedu-sedu.
"Tunggu, tunggu dulu." Tangan Antha menyentuh pundak, kembali bertanya. "Aku nggak paham, kenapa sebenarnya?"
Alisa menggeleng putus asa, kembali memeluk Anthariksa dalam tangisnya yang menyedihkan.
Sebagai sesama perempuan, Jena ikut iba mendengar cerita Alisa yang sepertinya baru jadi korban kekerasan suaminya. Tapi sebagai pacar ... tak munafik. Ia cemburu berat melihat Anthariksa melupakannya sejenak. Entah sengaja ataupun tidak, yang pasti lelaki itu baru menoleh padanya saat Leon berdekhem, memberi isyarat tentang keberadaan Jena yang masih disana.
Tepat setelah tersadar, Anthariksa langsung melepaskan pelukan Alisa. Bergegas menuju Jena sambil menunduk, memeluknya gugup.
Dan pada saat itu Jena mendongak. "Nggak apa-apa. Aku nggak marah," ujarnya jujur. Melingkarkan kedua tangan di pinggang Antha sambil melirik Alisa yang menatapnya keheranan.
Jena bersumpah, ia sama sekali tak benci Alisa. Hanya saja ... ia tak suka melihat bagaimana perempuan itu tampak bergantung dengan pacarnya. Mau sepanjang apapun sejarah mereka, rasanya tak etis mengadu jauh-jauh kemari. Atau pikiran Jena saja yang kolot disini?
"Gue nggak peduli lo kenapa. Itu bukan urusan kakak gue," kata Devin, hendak menyerang lagi jika saja Leon tak sigap menghalangi. "Sampai gue lihat muka lo lagi besok, gue hajar lo beneran!" hardiknya ketus, menjerit kesal sebab suaminya berinisiatif menggotongnya pulang. Kegaduhan yang sempat tercipta pudar sejenak sepeninggalan Devintari. Tapi disaat yang sama, kebisuan disana mencipta kekakuan yang nyata saat Alisa dan Jena bersitatap cukup lama.
Jena tahu siapa Alisa. Tapi Alisa tentu tidak. Dibanding nama besar keluarga Hartanto, Sutedja hanya remahan di pinggir kue yang yang tak semenarik itu untuk dikenal, bahkan di masa kejayaannya sekalipun. Jadi wajar jika Alisa tampak bingung mendapati dirinya disana.
"Al, ini ... pacarku," kata Antha, berinisiatif memperkenalkan Jena tanpa ditanya.
Alisa cukup kaget saat mendengarnya. Tentu, Jena rasa perempuan itu tak berharap Anthariksa mengatakan hal demikian. Bisa Jena lihat kekecewaan di wajahnya yang sendu. Jena memang tak banyak pengalaman dalam bercinta. Tapi ia tidak buta. Alisa jelas masih mengharapkan sesuatu dari Anthariksa dengan datang kesini dan mengadukan masalah rumah tangganya secara gamblang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggrek api dan Mata ketiga
Любовные романыDendam kesumat membara di dadanya. Bagai api yang berkobar tak tahu arah, melalap segala hal yang lewat tanpa kecuali, si anggrek api berjalan menyusuri setiap jengkal tempat dan orang-orang yang konon katanya menjadi penyebab keluarganya hancur sed...