6. Dayaka
"GIMANA SIH, NGGAK JELAS BANGET TOLOL!"
Entah untuk ke berapa kalinya, Antha menoleh. Melirik sesosok gadis yang tengah heboh di dapur. Sok jago. Padahal selama nyaris seminggu, tak pernah ada satu masakanpun yang berhasil ia sajikan dengan normal. Yang nasi kebenyekan, sayur bayam semanis kolak, nasi goreng keasinan, dan sekarang ... oh, indah sekali.
Dimana bisa Antha menemukan manusia yang ribut memaki penggorengan selain di rumahnya?Antha menghembuskan napas panjang, menyumpal telinga dengan AirPods, lantas melanjutkan pekerjaannya yang sempat terjeda. Ia masih mencoret-coret lembar kertas di tangan ketika gadis di dapur bergerak perlahan mendekat. Tepat sebelum mulut gadis itu bergerak, ia mendongak. Berkedip kalem sembari menatap raut putus asa di mata Jena yang tampak nyata. Dengan sangat pengertian, Anthariksa mengangguk lebih dulu. "Oke," katanya. Melepas penyumpal telinga.
"Aku belum ngomong," gumam Jena, menggerak-gerakkan kakinya dengan sungkan.
"Delivery aja, kan?" tebaknya. Ini bukan pertama kalinya Semesta Jainari menyerah memasak dan menyuruhnya order makanan dari luar. Jadi, Antha tak kaget lagi. Ia justru akan kaget kalau tiba-tiba gadis ini berhasil menyajikan sesuatu untuknya.
Jena mengangguk tak enak. "Telurnya gosong," Akunya malu-malu. "Padahal tadi siang bisa."
"Ya udah." Antha baru akan meraih ponselnya saat bel rumah berbunyi. Membuat keduanya menoleh bersamaan.
Tahu diri, Jena segera berlari membukakan pintu. Kembali lagi bersama Andreas yang kini memamerkan dua kantong makanan cepat saji dengan tampang datar. Berujar santai. "Saya punya firasat, akan ada yang gagal masak lagi malam ini," sindirnya, melewati Jena dengan decak pelan. "Mas Antha harusnya cari asisten rumah tangga yang benar-benar ahli di bidangnya, bukan yang cuma numpang hidup aja."
Di belakang Andreas yang tengah menunduk dan meletakkan kantong makanan di meja, Antha melihat Jena mengangkat kaki, berancang-ancang menendang Andreas yang entah bagaimana selalu berhasil menghindar tepat waktu. Keduanya tak pernah akur sejak pertama kali Antha mempertemukannya.
Setelah era Devin dan Medhya yang dulu selalu ribut tiap kali bersama, akhirnya atmosfer peperangan ini muncul lagi di hidupnya.
"Ambil piring." Antha memilih menengahi. Sebagai atasan yang berwibawa, ia tak boleh condong pada satu pihak meskipun hatinya jelas-jelas lebih sayang pada Andreas.
"Ya." Dan sebagai babu baru, Jena cukup sadar diri untuk tak melawan. Gadis itu balik badan setelah menggerakkan dagu sinis, melempar lirikan tak suka pada Andreas yang juga menatapnya dengan cara sama.
"Saya nggak bisa tidur nyenyak sejak Mas Antha memutuskan tinggal dengan anak itu," gumam Andreas, duduk di sebelahnya dengan gundah. "Saya khawatir dia menyelinap masuk ke kamar Mas Antha tengah malam sambil bawa pisau."
"Tenang aja. Dia udah janji nggak akan bunuh gue, seenggaknya sampai utangnya lunas," jawab Antha kalem. Melirik Jena yang kembali dengan satu buah piring untuknya. "Kok cuma satu?" tanyanya. "Kamu nggak makan?"
"Aku nggak nafsu makan lihat muka dia," selorohnya, melengos pergi setelah beradu lirikan dengan Andreas.
"Serius, saya nggak suka banget sama anak itu," gumam Andreas, tak mau kalah.
Sementara Antha hanya tersenyum tipis, memanggil Jena lagi. "He, Cil!" serunya. "McFlurry nih,"
Jena balik badan, ngebut mendatangi Anthariksa hanya demi menyahut es krim bertabur oreo dan sepaket nasi beserta ayam goreng, lantas pergi lagi setelahnya.
"Mas Antha jangan terlalu baik dengan dia," ucap Andreas setelah Jena menghilang. "Nanti dia ngelunjak."
"Dia anak yatim. Kasihan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggrek api dan Mata ketiga
RomanceDendam kesumat membara di dadanya. Bagai api yang berkobar tak tahu arah, melalap segala hal yang lewat tanpa kecuali, si anggrek api berjalan menyusuri setiap jengkal tempat dan orang-orang yang konon katanya menjadi penyebab keluarganya hancur sed...