20 - Massacre

547 104 4
                                    

Hayu tidak tahu apa yang terjadi, tapi melihat reaksi para penculikknya yang panik hingga lupa mengunci pintu tempat menyekap Hayu, membuat gadis itu yakin situasinya lebih membahayakan dari yang mereka duga. Hayu segera duduk di lantai, kedua tangannya yang diikat kebelakang dengan tali sudah sedikit melonggar tapi buka berarti semuanya menjadi lebih mudah. Ia berusaha memindah tangannya ke depan dengan memasukkan pantat ke sela tangannya.

Usaha itu tidak mudah. Hayu harus mengecilkan perutnya sambil berguling-guling di lantai agar badannya bisa masuk ke sela kedua lengannya. Terdengar suara ledakan lagi yang mengejutkan Hayu. Gadis itu semakin panik tapi untungnya, Hayu tinggal menarik kedua tangannya ke depan dengan kedua kaki terlipat di depannya.

Ia tidak terlalu suka olahraga, tapi kini ia bersyukur guru olahraganya selalu memaksa mereka untuk melakukan pemanasan dengan mencium lutut dan melatih kelenturan badan Hayu. Gadis itu akhirnya bisa menarik kedua tangannya keluar di posisi depan. Ia tidak melihat adanya benda tajam di sana sehingga Hayu terpaksa harus beranjak pergi dari ruangan masih dalam keadaan tangan diikat.

Ia mengintip ke kiri dan mendapati ujung lorong sudah hancur berkeping-keping, Hayu masih tidak melihat siapapun di sepanjang lorong itu, tetapi instingnya mengatakan kalau ini adalah kesempatan untuk kabur.

Ia akhirnya berlari ke arah lorong kanan menuju tempat dirinya disekap. Hayu merasa aneh karena dia tidak melihat satupun hantu yang berkeliaran di tempat itu. Meskipun dia takut hantu, Hayu hampir tidak pernah pergi ke suatu tempat yang tidak ada hantunya. Bahkan ia terkadang melihat sekelebat hantu di rumahnya sendiri. Tempat ini menakutkan dengan caranya sendiri.

Saat ia sampai di tempat mereka tadi disekap, Hayu sudah tidak menemukan siapapun di sana. Ia akhirnya mengecek satu persatu ruangan sepanjang lorong yang dia lewati. Sebelum mengintip ke dalam ruangan, Hayu selalu menyiapkan mental dulu karena takut jika dia harus berhadap-hadapan dengan sosok aneh. Tapi sesuai dugaanya tidak ada apapun.

Hayu sudah hampir putus asa ketika dia mendengar suara teriakan anak perempuan yang sedikit tertahan, Ia menghampiri ruangan itu dan mengintip di jendela pintu. Hayu menghembuskan napas lega karena dia melihat Liana diikat di kursi dengan kain tersuplan di mulutnya. 

"Liana!" Hayu baru saja akan membuka pintu tapi sialnya pintu itu dikunci. Gadis itu mencoba mendorong, menendang, hingga merusak ganggang pintu tapi hasilnya nihil. Ia berkutat cukup lama di sana sampai akhirnya dia terduduk lelah. Kedua tangannya sudah memerah dan sakit. Ia melihat pergelangan tangannya mulai memar. Hayu menangis karena merasa tidak berdaya. Berbagai perasaan bergejolak di hatinya dengan rasa takut yang mendominasi. Ia masih ingin hidup. Ia khawatir dengan nasib teman-temannya.

Hayu menangis sambil bersandar di pintu.

Suara ledakan terdengar lagi hingga menggetarkan bangunan membuatnya terduduk tegak karena kaget. Ia akhirnya membulatkan tekad sekali lagi dan berusaha memutar otaknya. Ia tidak melihat ada alat-alat berat di sekitatnya untuk digunakan sebagai pemukul pintu. Saat ia sibuk memikirkan cara mendobrak pintu, rasa hangat tiba-tiba menjalari tubuhnya dan semua luka memar di tangannya perlahan memudar. Hayu merasa segar kembali dengan pikiran yang lebih jernih. Semua indranya mendadak jadi lebih tajam.

Terbesit sebuah harapan di benak Hayu. Ia berdiri lagi. Kali ini ia mengambil napas lalu menendang ganggang pintu dengan keras. Suara bagian ganggang pintu yang berjatuhan terdengar keras dan pintu akhirnya terbuka. Hayu langsung berlari ke arah Liana dan melepaskan bungkaman mulutnya.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Hayu sambil berusaha melepas ikatan tangan Liana.

"Ya, penculiknya baru saja akan mulai interogasiku saat suara ledakan itu terdengar. Akhirnya dia berlari keluar sebelum sempat melepaskan sumpalan di mulutku." Jawab Liana.

Gate into the Unknown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang