Setelah kepergian Edgar dan istrinya, Emelia otomatis menjadi tuan rumah. Erfan mengulurkan tangan untuk menolong Aldas. "Kamu pantas menerimanya." Gumamnya sambil menarik Aldas berdiri.
Vano dan Velio memandang Aldas dengan ekspresi yang lebih sinis. Si kembar bersandar di pintu dengan Noel di tengah.
"Aku tidak akan menyanggah itu." Jawabnya tenang.
Emelia memandang ke sekelilingnya, meskipun dia tidak semarah orangtuanya, keramahan Emelia pada Aldas sudah sepenuhnya hilang.
"Kita tidak punya banyak waktu untuk berdebat. Kamu, cepat ceritakan semua informasi yang kamu ketahui. Kita tidak punya banyak waktu. Aku akan memanggil sebanyak mungkin orang-orang."
Emelia bersiul, tapi suara siulannya terdengar berbeda daripada siulan yang pernah didengar para tamunya. Erfan ragu suara itu bahkan bisa dikeluarkan oleh manusia karena benar-benar mirip dengan suara burung. Tak lama kemudian para penduduk yang tinggal di sekitar mereka perlahan muncul.
"Ayah saya kemungkinan tidak akan kembali dalam waktu dekat, jadi kita tidak perlu menanyakan pendapatnya. Saya membawa sebanyak mungkin bantuan, jadi silahkan beri mereka informasi yang dibutuhkan untuk mempersiapkan mereka menghadapi musuh."
Emelia kemudian masuk ke dalam rumah. Penduduk sekitar yang didominasi oleh laki-laki sudah berkumpul di depan rumah Emelia. Mereka semua menatap ke arah para Yaksa dengan serius. Beberapa bahkan terlihat muak saat memandang ke arah Aldas.
Meskipun Aldas mendapat tatapan tajam dari semua siluman yang ada di sana, ia tidak peduli. Ia segera menjelaskan beberapa informasi yang ia ketahui mengenai kelompok yang melakukan kegiatan kriminal ini. Beberapa tempat yang disebutkan oleh Aldas terletak di tempat-tempat terpencil dan tersebar di seluruh wilayah Nagaragung.
"Waktu tempuh untuk mengunjungi semua tempat itu bisa lebih dari sehari jika kita memakai transportasi manusia. Jadi bagaimana kita bisa ke sana dengan cepat?" Tanya salah satu dari mereka.
Emilia yang sekarang sudah berganti baju dan bersiap ikut bergabung dengan rapat dadakan itu. "Kalau aku tidak salah menangkap, kekuatanmu adalah teleportasi kan?" Tanya Emelia sambil menatap Fero.
Yaksa itu mengangguk. "Ya, tapi memindahkan kalian semua ke berbagai penjuru wilayah Nagaragung akan banyak menghabiskan tenagaku."
"Tidak masalah, kamu akan berjaga di sini setelah mengantar kami semua. Lalu bawa ini." Emelia memberikan keris pada Aldas, Fero dan Erfan. "Kalian bilang vampir atau apapun itu hanya bisa benar-benar dimusnahkan dengan kekuatan siluman kan? Keris itu sudah kuberi kekuatan siluman jadi kalian bisa menggunakannya untuk memusnahkan makhluk itu."
Erfan mengeluarkan keris itu dari sarungnya lalu mendekatkan ke matanya. Ia samar-samar merasakan kekuatan siluman memancar dari senjata itu walaupun rasanya sedikit berbeda. Emelia memandang ke arah Erfan, "Kamu punya restu siluman ya? Aku samar-samar merasakannya." gumamnya.
Erfan mengangguk. "Dari siluman harimau bernama Vella. Tidak hanya aku, Noel dan Fero juga punya restu itu."
Emelia kehabisan kata-kata, ia mengalihkan pandangan pada para koleganya, "Kalian dengar kan? Mereka bertiga punya restu siluman, jadi jangan ganggu mereka."
"Tapi dia tidak punya kan?" Tanya salah seorang siluman sambil menunjuk Aldas.
"Tidak, tapi dia adalah petunjuk utama kita sekarang." Tambah Noel membuat semua orang menoleh ke arahnya.
"Tujuan kita adalah mencari Yustas sekaligus tiga anak-anak lainnya. Jadi aku mohon kalian harus bisa saling kerjasama dengan satu sama lain." Tegas Noel pada mereka semua. Gadis itu lalu memandang ke arah Emelia dan membiarkan dia untuk mengambil alih.
"Total lokasi potensial ada delapan. Kita kirim empat sampai lima orang di setiap lokasi. Jangan lupa untuk meminta bantuan pada Fero atau jika kalian menemukan sesuatu yang aneh." Gumam Emelia. Para Siluman klan burung mengangguk.
Mereka semua membagi kelompok lalu Fero mulai mengantar mereka ke tempat tujuan masing-masing. Fero sedang mengantar kelompok terakhir menyisakan Aldas, Noel, Emelia, Erfan dan si kembar. Aldas lalu angkat bicara, "Aku memang bilang ada delapan lokasi yang perlu dikunjungi, tetapi sebenarnya ada satu lokasi yang menakutkan dan cukup berbahaya. Aku tidak tahu apakah mereka masih menggunakannya atau tidak."
Mereka semua bertukar pandang. "Padahal aku berniat berkeliling ke setiap lokasi, tapi ternyata ada satu lokasi lagi yang lebih berbahaya." Gumam Emelia.
Aldas menatap ke arah Erfan. "Apa kita berenam akan ke sana semua?"
Erfan menoleh ke arah Noel. "Kamu standby di sini dengan Fero. Jika ada yang butuh bantuan setidaknya kamu masih dalam kondisi fit. Aku juga perlu kamu standby di sini untuk memberi kabar pada Vella atau meminta bantuan."
Mendengar nama Vella disebut, Vano dan Velio memandang tajam ke arah Erfan sedangkan Noel tercekat karena baru ingat dia belum mengabari Vella. "Oh iya, aku belum memberitahu kak Vella, karena yah ... situasi yang tidak terduga." Jelas Noel sambil menoleh ke arah si kembar.
"Baiklah, kalau begitu tempat terakhir ini akan kita kunjungi bersama," Tutup Erfan.
Fero mewujud di belakang mereka tepat setelah Erfan selesai bicara. Ia kemudia menepuk tangannya, "Baiklah anak-anak siapa yang mau berteleportasi lagi? Jangan lupan untuk saling berpegangan ya, kalau tidak kalian akan tertinggal."
Fero menyerobot di antara Aldas dan Erfan untuk berdiri di tengah. Aldas memegang pundak Fero, Erfan memegang pundak Aldas.Emelia memegang pundak lain Fero sedangkan si kembar dengan santai menempatkan diri di kanan kiri Erfan dan masing-masing memegang pundaknya.
Fero sempat menoleh ke belakang tapi dengan cepat mengalihkan pandangannya ke depan.
"Noel?"
"Aku akan tinggal di sini denganmu."
"Baiklah. Nah untuk kalian yang baru pertama kali teleportasi, sensasinya tidak akan menyenangkan. Aku menyarankan untuk memejamkan mata." Jelas Fero.
"Kami yang akan memutuskan itu sendiri." Gerutu Vano.
Fero kemudian menaikkan kedua pundaknya, sebelum berpindah Erfan menyeletuk, "Sebaiknya kalian menutup mata, karena aku saja masih mual kalau melakukannya dengan mata terbuka."
Erfan merasakan remasan keras di kedua pundaknya beberapa detik sebelum mereka tenggelam dalam ruang dimensi. Erfan memejamkan matanya dan beberapa detik kemudia mereka mendarat di tanah yang sedikit basah dengan pepohonan menjulang di sekeliling mereka.
Begitu mereka sampai Vano dan Velio langsung terjengkang ke tanah dan merangkak menjauh untuk muntah. Fero memandangi mereka, "Kan aku sudah bilang untuk tutup mata saja ..."
Entah Vano atau Velio, yang pasti salah satu dari mereka berteriak keras disela proses muntah mereka. "Diam." Komentarnya pendek.
Fero berbalik, ia melambaikan tangan pada mereka, "Semoga beruntung." Lalu menghilang ditelan angin.
"Wilayah Pasundan. Kenapa kita ada di sini?" Tanya Emelia.
Aldas menghembuskan napas, pandangan matanya jelas sekali terlihat sangat enggan untuk datang di sini. "Di sini adalah tempat mereka mengumpulkan individu potensial. Baik dari kaum manusia, siluman atau bahkan Yaksa."
Ia memimpin jalan tanpa mengatakan sepatah kata lagi. Si kembar akhirnya sudah bisa berdiri dengan posisi saling menumpang. Mereka berjalan di belakang Erfan dan Emelia. "Bagaimana rasanya? Menyenangkan kan?" Tanya Erfan menoleh ke belakang sekilas.
Vano dan Velio tidak tersenyum. Sedangkan Erfan tersenyum kecil melihat mereka.
Tanah tiba-tiba bergetar keras dibarengi dengan suara geraman marah menggema di seluruh hutan. Langkah mereka semua tertahan. "Kalian dengar suara tadi kan?" Tanya Aldas tanpa menoleh.
"Akan aneh kalau kita tidak mendengar suara sekeras itu." Gumam Vano.
"Sepertinya kita harus bergegas." Ucap Aldas. Ia kemudian langsung berlari ke depan menuju sumber suara. Empat orang lainnya spontan ikut berlari mengikuti Aldas.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Gate into the Unknown [END]
Fantasy[Fantasy: Nagaragung Universe] Hayu, harus menyembunyikan fakta bahwa dia bisa melihat yang tak terlihat. Ia hanya ingin menjalani kehidupan normal seperti anak-anak seumurannya, tetapi kemampuannya membuat Hayu menjadi target penculikan oleh kelom...