Napas Hayu tertahan. Begitu dia terjatuh ke dalam lingkaran hitam pandangannya mulai gelap. Ia merasakan tangan seseorang menarik tubuhnya dalam pelukan. Sayangnya dia tidak kehilangan kesadaran. Ia sadar sepenuhnya ketika udara menyesakkan membuatnya sulit bernapas, membuat Hayu menutup mata. Angin mulai berdesir sejuk dari atas tubuhnya, lalu nuansa merah tiba-tiba memenuhi indranya, Hayu akhirnya memberanikan untuk membuka mata.
Suatu keputusan yang buruk karena ia melihat langit-langit dan awan. Mereka berdua sedang jatuh ke bawah dengan posisi kepala menuju ke bawah. Hanyu mendongak dan menyadari hijau pepohonan semakin dekat.
Gadis itu mulai berteriak. Tak lama ia merasakan jatuh di antara dedaunan rimbun. Ranting kecil pohon memukulnya beberapa kali hingga tubuhnya perih. Ia belum sempat berpikir jernih ketika tiba-tiba kejatuhan itu berhenti beberapa senti dari tanah.
Kaki mereka kemudian melayang mendekat ke tanah, hingga keduanya tergeletak aman. Erfan melepaskan pelukannya dari Hayu kemudian mengecek keadaan anak itu.
"Kamu tidak apa-apa?"
Hayu yang masih kaget dengan kejadian tadi masih mengatur napas dan menjawab pertanyaan Erfan dengan anggukan kepala. Erfan langsung beranjak berdiri untuk mengamati keadaan sekitar mereka. Matanya fokus memandang penjuru hutan. Hayu bangkit untuk duduk. Rumput hutan itu sangat tebal hingga ia tidak melihat tanah. Rasanya lumayan empuk.
"Di sini nyaman juga." Komentar Hayu.
Ekspresi Erfan tidak setenang Hayu. Ia masih mengamati sekeliling, yang kini diikuti Hayu. Gadis itu belum pernah melihat hutan seperti ini sebelumnya. Setidaknya belum pernah dalam batas pengetahuannya. Pepohonan di sekelilingnya benar-benar berukuran besar. Mungkin butuh lima orang dewasa bergandengan tangan untuk menghitung keliling dahan pohon. Tidak hanya itu, saking besarnya pohon, tidak ada cahaya matahari yang menembus dedaunan. Dahan pohon juga meliut-liut ke sana kemari hingga membentuk seperti rangkaian pepohonan yang saling bersambungan dengan satu sama lain.
Hayu mungkin bisa memanjat salah satu pohon dan tidur di salah satu dahannya tanpa khawatir jatuh. Hal itu membuatnya merasa sadar situasinya sekarang sangat tidak wajar.
"Jadi ... di mana kita sekarang?" Tanya Hayu sambil beranjak berdiri. Erfan mengulurkan tangannya yang diterima Hayu dengan senang hati. Lelaki itu menarik Hayu berdiri tanpa memandang ke arahnya.
"Entahlah ... aku punya dugaan tapi ..."
Erfan tidak melanjutkan ucapannya, karena sebuah jaring tiba-tiba muncul dari bawah mereka dan menarik keduanya ke atas. Bagian atas jaring itu mengatup hingga mengurung mereka berdua di dalam.
Hayu berteriak kaget. Erfan mencoba menggunakan kekuatannya untuk menghancurkan jejaringan itu tapi usahanya gagal. Setiap kali ia mencoba menggunakan kekuatannya, percikan api membara pada jaring membuatnya berhenti. Ketika dia sudah berhenti, api itu hilang dan menampakkan jaring yang normal seperti tidak pernah terbakar sama sekali.
"Sepertinya aku yakin di mana kita sekarang. Kita tidak lagi berada di duniamu."
Seseorang tiba-tiba saja muncul di bawah dan langsung bergumam, "Sial, kukira aku menangkap siluman liar." Gerutu seorang wanita dari bawah sana.
Ketika pandangannya bertemu dengan Erfan, ia langsung membelalak kaget. Ia berjalan mendekat hingga berdiri tepat di bawah jaring yang menggantung.
"Erfan?" Panggil wanita itu dengan nada ragu.
Erfan yang kini bisa memandang ke bawah menjawab, "Claudia?"
Mendengar ucapan Erfan, si wanita langsung mengibaskan tangannya sekilas sehingga jaring itu terbakar cepat dan membuat Erfan dan Hayu terjatuh. Erfan sekali lagi menahan kejatuhannya dan Hayu dengan mudah.
Ketika dia membantu Hayu berdiri, Claudia memandangnya dengan ekspresi bingung. "Apa yang kamu lakukan?"
"Membantu anak ini berdiri." Jawab Erfan polos.
"Anak?" Tanya Claudia sambil memandang ke arah Erfan bingung.
Hayu yang sedari tadi mengeram kesakitan kini melambai-lambaikan tangan di depan wanita itu, "Iya, saya Hayu?" tapi tidak mendapat reaksi apapun dari si wanita.
Claudia mengalihkan pandangannya pada Erfan. "Sudahlah, daripada itu, ke mana saja kamu? Sudah hampir seratus tahun berlalu dan kami tidak bisa menemukanmu sejak Tetua memberimu tugas itu."
Hayu kini sudah menari-nari di belakang Erfan untuk menarik perhatian Claudia tapi hasilnya nihil. Erfan tidak bisa fokus saat anak itu menari-nari di depannya tepat di antara dia dan Claudia berdiri. Erfan menaikkan tangannya untuk menghentikan Claudia. "Sebentar, daripada itu, apa kamu benar-benar tidak melihat anak perempuan ini?" Tanya Erfan sambil memegang puncak kepala Hayu memaksanya diam di tempat.
Claudia mengeryit memandang tangan Erfan, ia hanya melihat tangan Erfan seperti memegang sesuatu yang bulat. "Apa kamu memiliki kekuatan baru hingga bisa melihat yang tidak terlihat?"
Kali ini Erfan menarik kedua pundak Hayu dan menunjukkannya di depan Claudia, "Anak ini?!"
Claudia mengulurkan tangannya ke arah Hayu, Erfan dan Hayu melihat kejadian ketika tangan Claudia menembus leher Hayu. Baik Hayu dan Claudia sama-sama tidak merasakan adanya sentuhan dari masing-masing pihak.
"Aku tidak merasakan apapun." Gumam Hayu pada Erfan.
Lelaki itu terdiam sejenak.
"Erfan, apa kamu sudah gila? Tidak ada apa-apa di sana!"
Pemikiran bahwa Hayu memiliki kekuatan tidak terlihat terbesit di kepalanya, tapi Erfan segera menepis itu ketika dia bisa melihat dan tentu saja menyentuh Hayu seperti sebelumnya. "Lupakan saja. Daripada itu, di mana kita dan apa tadi kamu bilang siluman liar?"
Claudia menghembuskan napas frustasi. Ia kemudian menarik Erfan ke dalam pelukannya. Hayu terkejut saat wanita itu memeluk Erfan menembus tubuhnya. Ia akhirnya berjalan menjauh melihat mereka berdua.
Erfan yang sedikit terkejut membalas pelukan itu sebentar kemudian menarik Claudia menjauh. "Aku tidak punya banyak waktu, kami harus segera pergi ke suatu tempat."
"Kami?"
Erfan menghembuskan napas, "Aku datang bersama seorang anak perempuan, tapi kamu tidak bisa melihatnya."
Claudia masih memandang Erfan seakan lelaki itu gila. "Sudahlah, daripada itu ceritakan semua hal tentang dunia ini. Aku sudah lama tidak mendengar apapun dari sini. Dan bisakah aku ikut denganmu menuju, entahlah desa terdekat?"
"Baiklah ikuti aku."
Claudia berjalan cepat menuju arah datangnya tadi, Erfan memberi isyarat pada Hayu untuk mengikuti mereka berdua. Anak itu akhirnya berjalan di sebelah Erfan. "Banyak hal yang sudah berubah sejak kepergianmu. Yaksa dan Siluman sudah tidak terpisah-pisah menjadi klan tertentu seperti dulu, sudah ada perkumpulan dari tiap makhluk dalam wilayah tertentu. Bahkan kini ada pemimpin gabungan dari tiap makhluk."
Erfan langsung memahami konsep itu. Seperti dalam dunia manusia yang mengelompok menjadi negara-negara tertentu. Sepertinya peradaban di sini juga mulai membentuk aliansi itu.
"Jadi kita di mana?" Tanya Hayu di samping Erfan.
"Dunia Yaksa dan Siluman. Tempatku asalku." Jawab Erfan, membuat Claudia menoleh dengan ekspresi tanya.
"Aku serius saat bilang ada anak perempuan yang ikut. Kamu hanya tidak bisa melihatnya saja." Tambah Erfan tanpa banyak peduli.
Tak jauh dari sana, sebuah tebing menghentikan langkah mereka. Claudia menunjuk ke lembah di bawah tebing membuat Erfan melihat arah yang ditunjuk Claudia. Ia menganga terkejut.
Lembah yang dilihatnya kini sudah dipenuhi dengan peradaban yang sudah berkembang hampir seratus tahun setelah ditinggalkannya. Ia melihat asap, dan keramaian pedagang seperti pasar layaknya dunia manusia.
Hayu memandang ke bawah dan bergumam, "Jadi, apa sebuah desa kecil seperti itu adalah kabar mengejutkan bagimu?"
Erfan mengangguk. "Satu hal yang pasti. Kita harus mencaritahu bagaimana caranya membawamu pulang."
----------------------------------------------------------------End----------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Gate into the Unknown [END]
Fantasía[Fantasy: Nagaragung Universe] Hayu, harus menyembunyikan fakta bahwa dia bisa melihat yang tak terlihat. Ia hanya ingin menjalani kehidupan normal seperti anak-anak seumurannya, tetapi kemampuannya membuat Hayu menjadi target penculikan oleh kelom...