07 - Restu Siluman

885 130 3
                                    

Vella duduk bersila di tanah keras dengan kedua tangan masing-masing memegang lutut dan mata terpejam. Deka, Nanda, Ilyas, dan Raga sedang melakukan hal yang sama di depan Vella.

"Restu Siluman adalah tanda sebuah perlindungan, jaminan dan kekuatan. Dengan menerima restuku, aku menjamin kalian, memberi perlindungan, dan meminjamkan sedikit kekuatanku. Jika ada siluman lain yang bertemu kalian, maka mereka akan menganggap kalian teman dan akan menolong kalian." Jelas Vella melalui sambungan telepati.

Vella membuka matanya, "Coba buka mata kalian." Ucap Vella.

Empat manusia di depannya membuka mata. "Apa yang kalian lihat di sini?"

Deka menggelengkan kepala, "Tidak ada apa-apa kak ..."

Tiga orang lainnya mengangguk. "Dengan menerima restuku, aku meminjamkan kekuatanku pada kalian, dan salah satu keuntungannya adalah terbukanya indra keenam kalian. Di sini atau di Keraton, kalian tidak akan melihat makhluk yang aneh karena ada perlindungan dari hal-hal tersebut atau kutukan."

Vella melanjutkan. "Indra keenam memang bisa membuat kalian peka pada yang tak terlihat, tapi hal itu tidak semata membuat kalian bisa interaksi dengan mereka atau menyerang mereka. Jadi ada tiga tingkatan dalam menggunakan indra keenam kalian. Pertama, melihat dan mendengar mereka. Kedua adalah interaksi dan yang terakhir adalah menyerang mereka. Kalian harus menguasai tiga tingkatan ini jika ingin selamat dalam misi kalian, karena seperti yang sudah kubilang pada Raga, misi ini akan banyak melibatkan mereka yang tak terlihat atau yah ... yang biasa kalian sebut dengan hantu."

Vella berdiri, ia berjalan lalu berdiri di antara Ilyas dan Raga. "Interaksi dilakukan dari hati," Vella memegang punggung mereka yang sejajar dengan jantung. Rasa dingin menjalar di jantung Ilyas dan Raga kemudian rasa dingin itu menghilang. Vella kemudian melakukan hal yang sama pada Deka dan Nanda. Setelah selesai, Ia berdiri di depan mereka untuk mengamati. "Seperti kalian saat membantin sendiri dalam hati ... adalah cara untuk interaksi dengan mereka. Jangan takut dan pandang mata mereka untuk memulai interaksi."

"Fero!" Teriak Vella. Fero langsung muncul secara harfiah di samping Vella. "Saatnya untuk praktek yang secara langsung."

Mereka berempat saling bertukar pandang, kemudian perlahan beranjak berdiri. Empat manusia itu langsung mengumpulkan tangan mereka di tengah. Vella memegang pundak Fero, dan setelah mereka semua saling berpegangan, mereka langsung berpusing dalam kegelapan lalu berdiri di sebuah tebing di tepi hutan lebat.

"Selamat datang di tempat paling angker di Kadipaten Barat. Tempat ini dulu digunakan untuk pembuangan mayat setelah pembantaian." Jelas Vella sambil menunjuk ke dasar tebing yang tidak terlihat jelas karena tertutup rimbunnya pepohonan di bawah. Angin semilir berhembus sejuk menemani suasana hutan yang hening.

Vella berdiri di ujung jurang menghadap ke arah hutan lebat. Ia kemudian meminta mereka untuk membalikkan badan ke arah hutan. "Cara terbaik dalam belajar adalah dengan praktik kan? Nah, sekarang kalian coba untuk berkomunikasi dengan mereka sekaligus membela diri kalian jika mereka menyerang."

Fero berdiri di sebelahnya, "Apa kamu tidak memberi contoh dulu Vel?" Bisik Fero.

"Ah .. saya setuju dengan pertanyaan kak Fero." Komentar Deka sambil mengamati hutan yang kini seolah hidup.

Bagi orang biasa, hutan itu mungkin hanya hening saja, tapi bagi mereka, hutan itu hening mencekam seakan ada sesuatu yang mengawasi dalam keheningan itu sendiri.

"Iya kak, boleh ajari kami dulu cara berkomunikasi lalu menghajar merekanya seperti apa?" Bisik Nanda.

Vella menghembuskan napas keras, "Baiklah ..." Jawabnya lalu berjalan maju menuju hutan. Ia berhenti tepat di perbatasan antara pepohonan dengan tanah terbuka tempat mereka berdiri. Vella menghirup udara lalu menghembuskannya perlahan.

Gate into the Unknown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang