25 - Silent Killer

502 85 2
                                    

Aldas diikuti oleh empat lainnya melangkah keluar dari rindangnya pepohonan. Mereka berlima terpana melihat apa yang berdiri di depan mereka.

Terdapat bukaan besar di tengah hutan itu, sebuah bebatuan tebing dengan lubang gelap di bawahnya menjulang di depan mereka. Suara teriakan yang baru saja terdengar sepertinya bersumber dari lubang di tebing.

Masalahnya adalah, bagian luar tebing dipenuhi oleh makhluk hitam dengan mata merah dan beberapa manusia yang berjaga di sekitar tebing dan lubang besar.

"Apakah kita harus melawan langsung dari depan atau ...?" Tanya Aldas.

Erfan mengamati sekeliling, ia memejamkan mata sebentar lalu membukanya. "Ada setidaknya lima ratus manusia di sekitar sini. Sebagian besar dari mereka bersembunyi di lubang besar itu, lalu sisanya menyebar di bukaan ini, pohon dan atas tebing." Tambah Erfan.

"Bagaimana kamu bisa tahu itu?" Tanya Emelia masih memandang ke depan dengan ekspresi cemas.

Vano mendengus, "Jangan ragukan kekuatan Erfan. Dia lebih tepat daripada siapapun di sini."

Meskipun Erfan sering mendapat pujian atas kekuatannya, mendapat pengakuan dari keluarga Vella adalah hal spesial baginya. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya.

Emelia diam, "Manusia itu .. apa mereka semua manusia terkutuk?"

"Aku tidak bisa menjawab dengan pasti, tapi melihat mereka semua berada di sini tanpa ada rasa takut, kurasa kita bisa menyimpulkan mereka adalah bagian dari apapun yang ada dalam lubang itu." Tambah Aldas.

"Aku tidak suka kenyataan bahwa kita harus membunuh manusia." Sergah Emelia.

Erfan, Aldas menoleh memandang Emelia. Mereka berdua tidak berkomentar. "Kamu tidak harus melakukannya jika tidak tega." Tambah Aldas.

Emelia menoleh pada Aldas, "Lalu apa aku harus diam tanpa membantu?!" Tegasnya dengan nada mulai meninggi.

Erfan segera menengahi, "Maksud Aldas, kamu bisa memusnahkan makhluk hitam itu saja. Biar kami berempat yang memusnahkan para manusia."

Meskipun diam, ekspresi Emelia terlihat lebih lega. Wanita itu menoleh pada Vano dan Velio, "Kalian tidak masalah dengan memusnahkan manusia kan?"

Si kembar menoleh pada Emelia sambil tersenyum. "Tenanglah, kamu cukup fokus pada makhluk hitam yang ada di sana. Kami yang akan membereskan sisanya." Tambah Velio sambil mengelus puncak kepala Emelia.

"Baiklah, kalau begitu sudah diputuskan. Kalian tunggu di sini. Aku akan coba bicara dengan mereka." Tambah Erfan.

Vano dan Velio melipat kedua lengan mereka di dada, "Ah, kalau kamu menggunakan kekuatanmu, jadinya tidak seru." Komentar Vano.

Aldas yang sudah melihat langsung Erfan beraksi tersenyum kecil sedangkan Emelia terlihat bingung. "Kalau kalian tidak mau, aku tidak akan menggunakan kekuatanku pada semua manusia terkutuk di sini." Jawav Erfan.

"Sudahlah .. pakai kekuatanmu. Kita tidak banyak waktu." Tambah Velio.

Erfan tersenyum kemudian melangkah keluar dari rindangnya hutan. Satu hal yang dia sadari, manusia terkutuk memiliki pendengaran yang lebih tajam dari manusia biasa, tapi kemampuan itu masih sangat biasa dibandingkan para Siluman atau Yaksa.

Mereka bahkan tidak menyadari kalau ada penyusup. Para manusia itu segera bersiaga ketika menyadari Erfan berjalan santai menuju ke tengah-tengah bukaan hutan tempat mereka semua berkumpul.

"Aku tahu dia kuat, tapi kadang kekuatan itu mengesalkan." Komentar Vano.

"Memangnya apa hebatnya kekuatan Erfan? Menurutku kekuatan Fero lebih bermanfaat." Tambah Emelia.

Gate into the Unknown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang