015. Small punishment

1.8K 244 41
                                    

HAPPY READING

───────🍧🍣───────

Aurora kini berdiri di depan rumah bercat putih dengan pintu berwarna cokelat sambil membawa koper penuh pakaian dan riasan wanita.

Setelah berbincang dengan orang tuanya di mansion utama yang membuatnya seketika tersulut emosi itu dia kini memutuskan untuk pergi ke rumah yang katanya rumah si kembar tiga.

"Kenapa Ayah ngelakuin itu? Apa salahnya Ayah?" marah Aurora sambil menatap Gazza dengan tatapan tak bisa diartikan.

"Dengarkan Ayah dulu, Rora" kata Gazza agar putrinya itu tetap tenang.

"Apa yang harus aku denger dari Ayah?!".

"Kak..." panggil Lucian yang juga ada disana karena mendengar bahwa Aurora kembali membuatnya terpaksa harus pergi kesini.

"Apa, hah? Mau ceramahin aku karena teriak sama Ayah?!".

Lucian menghela napas lelah dengan kelakuan Aurora yang sejak tadi terus saja marah-marah, sekarang Lucian tahu darimana sifat tidak sabaran Halilintar.

"Kak, aku antarin Kakak kerumah mereka tapi, kayaknya mereka masih di sekolahsekolah," mendengar ucapan Lucian langsung saja membuat Aurora menatapnya dengan tatapan penuh harap "Kakak mau?".

"Cepet antarin aku kesana, aku nggak mau ada ditempat ini lagi.".

Dan begitulah kenapa Aurora bisa ada disini, di pekarangan rumah ketiga putranya.

"Mereka tinggal disini? Kenapa tempatnya kecil banget?" tanya Aurora pada dirinya sendiri.

Aurora tidak pernah tinggal dirumah satu lantai begini lantaran sejak kecil dia sudah dikelilingi oleh kekayaan dan juga tinggal di mansion yang besar jadi wajar saja dia mengatakan seperti itu.

"Sepi, mereka masih belum pulang juga ya?" monolognya.

Aurora melangkah untuk menghampiri pintu yang sejak tadi diam saja tidak menyapanya.

Menyebalkan, kenapa pintu selalu sombong sih?

"Dikunci," gumam Aurora saat memutar knop pintu namun kemudian senyumnya merekah saat mengingat sesuatu.

Aurora meraih jepitan rambut yang ada dikepalanya kembali memasukan benda itu kedalam lubang kunci dan...

Klek!

Pintu terbuka.

"Ternyata Suzy nggak bohong soal itu" ucapnya saat mengingat salah satu karakter dari sebuah kartun berjudul Astro Boy.


𓏲ּ ֶָ

Halilintar baru saja keluar dari ruang ganti untuk mengganti seragamnya dengan baju basket, dan saat ini dia tengah duduk dipinggir lapangan basket yang biasanya digunakan untuk pertandingan antar sekolah maupun antar kelas.

"Lintar, lo beneran mau ikut?" tanya Ying, wajahnya terlihat begitu khawatir apalagi melihat bagaimana pucatnya wajah Halilintar saat ini.

Halilintar membalasnya dengan gumaman karena dia sedang malas berbicara tentunya.

"Halilintar?!!" panggil seorang guru basket yang sering dipanggil Pak Adriel atau dengan nama lengkap Adriel Caesar Frederick.

[✔] 1. HIS LAST STOP Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang