002. Because of the ball

3.8K 379 42
                                    

HAPPY READING

───────💭🍫·───────


Malam hari, rembulan yang baswara bersinar menerangi bumi menggantikan tugas sang bintang terdekat yang telah terjaga sepanjang hari.

Dibawah langit tampak seorang pemuda dengan perawakan tinggi tengah berjalan menyusuri padatnya kota.

Dia Halilintar, berjalan santai disaat banyaknya sapaan yang tertuju untuknya. Tangannya yang sejak tadi dimasukan kedalam saku hoodie sedangkan sebuah earphone yang menyumpal telinganya.

Mendengarkan sebuah lagu berjudul control milik Zoe Wees.

Singkatnya, saat ini dia sudah sampai di pekarangan rumahnya yang terlihat kecil dari luar tapi nyaman didalam.

Pintu rumah minimalis itu tertutup rapat seolah pemiliknya sudah pergi ke alam mimpi menggapai sesuatu yang tak bisa didapatkan di realita.

Halilintar memegang knop pintu lalu memutarnya secara perlahan...

Ceklek!

...pintu terbuka.

Di ruang tamu terlihat Taufan yang sedang bermain game di ponselnya dan Gempa yang sedang belajar, dengan televisi yang menyala.

Faktualnya, bukan manusia yang menonton televisi melainkan televisi yang menonton manusia.

"Kalian belum tidur?" tanya Halilintar menyadarkan Taufan dan Gempa dari kesibukannya masing-masing.

"Kak Lin baru pulang? Padahal udah jam 10 lho, biasanya juga jam 8 udah pulang" tutur Gempa sambil merubah posisinya dari tiduran menajdi terduduk diatas karpet berbulu.

"Ada kerja tambahan," Gempa manggut-manggut saja dengan bibir yang dibulatkan membentuk huruf O.

Sejujurnya dia tidak rela kakaknya itu berkerja terus tanpa tahu istirahat tapi apalah daya dia tidak bisa menghentikan kakaknya yang keras kepala itu.

Dan tanpa Halilintar kerja, memangnya mereka mau makan apa? Angin? Yang ada malah sakit.

"Mending lo kerja jadi pembunuh bayaran aja, gajinya gede tuh!" celetuk Taufan yang baru saja berhasil memenangkan gamenya, pemuda itu berusaha merekomendasikan pekerjaan yang terbaik untuk kembarannya.

Taufan mengusap keningnya saat baru saja dihadiah jitakan sayang dari Halilintar "Aduh... Duh... Lin sakit jidat gue" adunya pada sang kembaran.

"Gila lo!" Halilintar sambil menatap Taufan gemas ingin menerkam.

"Kak Lin," panggil Gempa, Halilintar menoleh lalu menaikan sebelah alisnya seolah bertanya apa pada Gempa "tadi aku dapat telpon dari Tante Jane..."

Halilintar menoleh pada Gempa sambil menatap kedua mata pemuda itu "katanya, aku sama Kak Taufan harus ikut Tante Jane" lanjut Gempa.

"Jangan," ucap Halilintar dengan lirih, kepalanya tertunduk, matanya menatap lantai seolah lantai itu lebih menarik daripada orang didepannya.

Halilintar takut, takut jika mereka yang telah bersamanya sejak kecil pergi meninggalkannya demi bersama orang yang mempunyai segalanya dibandingkan dia.

Halilintar merasa tubuh dinginnya perlahan hangat dengan tangan yang melingkar ditubuhnya.

"Kita nggak akan ninggalin kakak," kata si bungsu.

"Kita always bareng lo Lin. Kita kan kembar, anak kembar nggak akan pernah berpisah walaupun ada di benua yang berbeda," Taufan melanjutkan.

Kalau beda galaksi gimana?, Halilintar bertanya dalam hati.

[✔] 1. HIS LAST STOP Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang