019. Don't believe

1.5K 228 17
                                    

HAPPY READING

───────🎐☁️───────

"Apa yang kamu lakukan, hah? Lihat sekarang, gara–gara kamu anak saya sekarat!" teriak Raven penuh amarah, bahkan dia tidak mengindahkan jika sekarang dirinya tengah berada dirumah sakit.

Bahkan pihak rumah sakit sudah melarangnya sejak tadi, tapi Raven sama sekali tidak mendengarkannya.

"BAGAIMANA JIKA BELIUNG TIDAK MAU BANGUN LAGI?!!".

"APA MAU KAMU SEBENARNYA?!".

"MENGHANCURKAN HIDUP ANAK SAYA?!".

"MEMBUAT ANAK SAYA MENDERITA?!!".

"MEMBUNUH ANAK SAYA?!!".

"DASAR ANAK SIAL, SEHARUSNYA KAMU ENYAH SAJA DARI DUNIA INI!".

"KAMU TIDAK SEPANTASNYA HIDUP, HALILINTAR!!".

Halilintar meringis saat kepalanya baru saja membentur tembok karena tubuhnya didorong kuat oleh Raven. Tetesan darah mengalir dari pelipis Halilintar bersamaan saat itu juga rasa sakit mendera.

"Kamu tidak pantas hidup, Halilintar." tekan Raven sambil menatap bengis Halilintar yang hanya menatapnya kosong tanpa ekspresi.

"Yang sepantasnya mati itu Beliung yang udah bikin masalah dalam hidup saya Om!" balas Halilintar dengan suara pelan.

Halilintar menghapus darah dari sudut bibirnya yang terluka akibat pukulan Raven yang tidak main–main.

"JAGA UCAPAN KAMU, HALILINTAR!!" murka Raven, matanya berkilat tajam. Mungkin jika saja Raven adalah harimau atau hewan semacamnya, dia apasti akan menerkam Halilintar detik ini juga.

"Itu emang kebenarannya Om, Beliung akh–" Halilintar mencoba melepaskan tangan Raven yang mencekik lehernya kuat hingga dia kesulitan untuk bernapas, namun bukannya melepaskan cekikannya pada leher Halilintar, Raven malah semakin memperkuat nya.

"Ka–lau saya... Mati disini... Ya-yang... Mas–uk penjara it–u... Om Raven" kata Halilintar dengan terbata, dan jangan lupakan juga seringaian dibibir.

Psikopat.

Raven mendengus kemudian melepaskan cekikannya dan mendorong Halilintar kuat hingga membuat pemuda itu lagi-lagi bertabrakan dengan tembok  yang lantas membuat pandangan Halilintar semakin mengabur dibuatnya.

Jika ditanya sakit atau tidak, tentu saja sakit. Memangnya siapa yang tidak akan merasakan rasa sakit setelah di cekik dan di banting seperti itu.

Berusaha meraup oksigen sebanyak–banyaknya, Halilintar hampir saja mati karena kehabisan napas, padahal niatnya sendiri tidak ingin mati di hadapan banyak orang.

Matanya menelisik mengedarkan pandangannya kearah lain untuk melihat siapa saja yang ada disana. Dan ternyata disana ada Aurora, kedua kembarannya serta Galaxy, oh... dan jangan lupakan juga Yeara yang turut ada disana.

Raven mencengkram kerah seragam Halilintar, hingga membuat pemuda itu lagi-lagi tercekik. Apa dia akan mati seperti ini?

"KAMU APA-APAAN, HAH?" sentak Yeara "KAMU JUGA MAU MEMBUNUH SUAMI SAYA, HAH?"

Hei apa–apaan wanita itu, justru disini Halilintar yang menjadi korban tapi kenapa malah Halilintar juga yang disalahkan.

Sebuah tamparan keras Halilintar Terima di pipi kanannya, bekas jemari terpampang jelas disana yang berwarna kemerahan, rasa panas dan perih juga turut Halilintar rasakan.

"Tante, jangan kotorin tangan mulus ini karena nyentuh pembunuh ini," Halilintar memegang tangan Yeara dengan sebuah senyuman yang dia tunjukkan pada wanita yang lebih pendek darinya.

[✔] 1. HIS LAST STOP Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang