Bagian 17. We're not good enough

58 24 3
                                    

Playing now : Runtuh - Feby Putri ft. Fiersa Besari.

***

Selepas dari mie ayam tadi, tak ada yang ingin pulang. Alasannya takut terkena ceramah karena nilai anjlok.

Mereka melanjutkan perjalanan untuk mengelilingi kota Bandung, menikmati indahnya sunset di warung Bah Daming.

"Diem mulu lo Dul dari tadi" Shaka menyahut dan dibalas gelengan disertai senyum oleh Deano.

"Sesekali bilang engga sama sesuatu yang lo ga suka, jangan iya iya mulu tapi batin kesiksa tiap hari. Gue tau akademik bukan passion lo, coba bilang ke ortu. Ungkapin semua hal yang selama ini lo pendem sendirian Dul."

Bagasdi berkata sembari meletakkan kopinya yang masih mengeluarkan asap harum.

"Argh" Rendra mengeluarkan bungkus rokoknya, menyulutnya dan menghisap nikotin nikotin itu.

Satria dengan cepat membawa Lily menjauh. Dirinya tau bahwa gadis itu memiliki gangguan pada pernafasan dan sensitif akan asap, apalagi asap rokok yang berbahaya.

"Aba aba kalo mau nyebat Ren"

"Sorry Beh, kebiasaan"

Zea menyilangkan kakinya pada kursi, lalu menatap sepatunya yang ia simpan di bawah.

"Denger De kata Fiersa Besari, 'ketika kau lelah, berhentilah dulu beri ruang beri waktu. Ga ada salahnya kalau capek itu istirahat, manusiawi kok. Kecewa juga normal aja, ga semua hal harus sesuai ekspektasi. Kadang kita harus ngikutin alur yang dibuat aja, maksain kehendak malah bikin semuanya berantakan."

Semuanya diam, Habsi meminta rokok Rendra dan menyesapnya. Ia sedikit terkekeh.

"Ekspektasi keluarga memang segede itu, sampe sampe anak ga bisa nahan beban yang beratnya seberat Jupiter. Lo tau ga Dul? Selama ini gue selalu dibandingin sama lo, umi terus terusan nyuruh gue buat jadi duplikat seorang Deano Abdul Fajri. Tapi gue ga mau, gue ya gue. Lo ya lo."

Habsi menghela nafasnya sejenak sebelum melanjutkan.

"Gue kadang heran, sebanyak itu jalur bakat. Tapi yang dibanggain cuma akademik aja, pemahaman seseorang sama suatu hal itu beda beda anjing"

"Berakhir anak yang harus nurut dan ga tau cara buat nolak orang tua. Nanti dikata durhaka" Rigel ikut menimpali Habsi yang ia rasa sangat relate dengan kehidupannya juga. Selalu saja harus menjadi duplikat 'kakak' yang ia sendiri sangat merasa tidak cocok pada dirinya.

"Itu Gel, saya ga pernah diajarin buat bantah ucapan orang tua. Semua perkataan mereka itu perintah buat saya, karena gimana pun saya lahir berkat mereka." Deano menyenderkan badannya pada papan senderan kursi itu, meregangkan ototnya yang kaku.

"Karena nyatanya kita ga akan cukup buat mereka, we're not good enough for them"

Sahira yang sedari tadi ikut diam pun berkata juga.

"Gue benci sama orang tua yang punya anak sebelum mereka tau gimana teknik parenting. Pemikiran kolot yang mustahil kita bantah terus terusan keucap dan jadi beban sendiri buat anak. Gue tau banget kalo jadi orang tua itu susah, tapi jadi anak juga punya beban sendiri."

"Apalagi orang tua itu hal pertama anak, cinta pertama, guru pertama, luka pertama, trauma pertama. Hahahahaha" Lanjut Sahira yang dihadiahi lemparan botol plastik kosong dari Teresa dan Sahara.

"Apaan? Relate?"

"Bangsat"

"Disini kita punya IPA 2. Kalau ada apa apa kita kan punya satu sama lain, makasih buat setengah tahunnya. Gue beneran bersyukur jadi bagian dari kalian. Warung Bah Daming kayaknya rumah ketiga buat gue" Ujar Rea dan disetujui semuanya.

TroubELEVEN [og]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang