Bagian 30. Past, Present & Future tense

38 22 4
                                    

Gebby melangkahkan kakinya sedikit demi sedikit pada trotoar jalan yang basah akibat hujan tadi siang. Langkahnya lurus, matanya pun menatap ke arah jalan yang ia pijak. Namun dengan pemikiran yang terus bertabrakan satu sama lain.

"Ini Bandung hujan mulu, apa ngikut hati aing yang lagi galau, ya?"

Jarak rumahnya dengan sekolah memang tak terlalu jauh, namun tak dekat juga. Cukup lah untuk membuat Gebby kewalahan berjalan.

Alih alih pulang ke rumah, Gebby lebih memilih membelokkan arah langkahnya ke toko soto ayam langganannya dari SMP yang berada di sekitaran itu. Ditemani dengan paparan sinar jingga pada langit sore juga aroma soto dan lantunan irama yang ia dengarkan dari earphone sedari tadi cukup membuatnya nyaman.

Pesanan datang dengan secarik kertas yang disobek paksa, bertuliskan. 'Gebby, liat arah jam 9. Ada saya, boleh ga saya ke meja kamu?'

Gebby buru buru menelisik ke segala arah dan mendapati orang yang sedikit jauh dari sisi kanannya sedang tersenyum menatapnya. Gebby terdiam sejenak menikmati senyuman itu, lalu mengayunkan tangan pertanda mengizinkan. Melihat kode itu, Deano beranjak dari duduknya dan beralih di samping Gebby yang memakan soto milik gadis itu sendiri dengan wajah memerah.

'De, mau segimana gue galau gara gara lo. Pusat salah tingkah gue ga akan berubah, tetep sama lo doang.'

'Gebby diem kamu bikin saya bingung'

Dua bisikan batin yang saling berteriak bisu satu sama lain terus melingkup pada meja keterdiaman ini. Deano berdehem guna menutupi kecanggungan, namun malah semakin membuat Gebby bergerak tak nyaman.

"Gebby"

"Dean"

Ucapan yang dilontarkan bersamaan membuat mereka tertawa di atas ringisan.

"Lo dulu aja, De"

"Gapapa, kamu aja"

"Ga mau"

Deano hanya terkekeh, ia menyamankan duduknya dan terus menatap wajah Gebby untuk ia telisik. Membuat gadis itu salah tingkah dengan wajah kian memerah.

"Apaan De"

"Kamu kenapa?"

"Ha?" Jujur saja Gebby benar benar tidak mengerti konteks apa yang dikatakan oleh Deano. Dirinya menatap lelaki itu dengan tatapan bingung, "Kenapa deh, De?"

Deano tersenyum tipis lalu merapikan kacamata yang bertengger pada batang hidungnya, ia berdehem sejenak.

"Saya mau bicara sama kamu, bisa?"

***

Gebby lagi lagi menatap Deano tak percaya, dengan air mata yang sudah bergenang di pelupuk mata, Gebby menahan agar tangis itu tidak jatuh. Ia meremat ujung roknya pelan.

"Kenapa harus dia, De?" Gadis itu menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan, "Di sekian banyak orang, kenapa harus dia?"

"Maaf, saya cuma pengen jujur aja sama kamu. Tolong jangan jauhin saya"

Gebby menggeleng geleng tak habis pikir, ia beranjak dari duduknya dan mengambil ransel miliknya. Ia mengucapkan beberapa patah kata sebelum benar benar pergi dari cafe tempat mereka berbicara tadi.

"Gue ga bisa kalau harus liat lo dulu, tolong. Biarin gue sebentar, De"

Kecewa, tak percaya, sangkalan demi sangkalan terus memenuhi pemikiran gadis yang tengah berjalan di bawah langit Bandung yang menggelap, trotoar sepi dengan jalanan padat juga suara isakan kecil yang keluar dari mulutnya.

TroubELEVEN [og]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang