Hari ini Korea sudah mulai menghangat. Tidak ada lagi salju tebal di pinggir jalan. Yang tersisa dari jejak musim dingin hanyalah ranting pohon dan kepingan es di pinggir perairan. Orang-orang kini berlalu lalang tanpa diselimuti jaket tebal.
Di saat ini juga Ryujin melakukan rutinitas tahunannya. Datang menjenguk seseorang yang tidak ada lagi di dunia, sosok yang membesarkan dirinya. Rumput di pemakaman masih basah akibat salju yang mencair, tapi Ryujin sama sekali tidak peduli bagaimana sepatu putihnya akan berubah oleh tanah.
Dua tahun terakhir, Ryujin sudah sangat menyesuaikan kehidupannya sebagai seorang yang sebatang kara. Tetap saja, kenangan tahun-tahun bersama sang ayah tidak mudah sirna dimakan waktu.
"Ayah, sekarang sudah mulai musim semi lagi. Ayah pasti sudah tidak kedinginan lagi, kan?" Ryujin bermonolog sambil menatap nisan di hadapannya.
"Kabarku baik, ayah. Kuliahku juga baik. Ayah tidak perlu khawatir di sana" Semakin dilanjutkan, tatapan Ryujin terhadap batu nisan menjadi semakin sendu. Bulir air mata saling bergumul, mendesak salah satunya untuk jatuh lebih dulu.
Ryujin merindu. Ryujin kesepian.
Dari jauh, sesosok tinggi bersandar sambil memperhatikan Ryujin. Dirinya tersenyum tipis ketika Ryujin mulai beranjak dari pusara sang ayah. Dilihatnya Ryujin mulai melangkah ringan menjauh dari tempat ia berdiri sekarang.
Shin Ryujin, kamu sangat naif ya. Ucapnya dalam hati, senyumnya semakin lebar ketika melihat gadis itu terkejut. Ryujin kini melihat ke segala arah, mencari keberadaan sumber suara.
Di belakangmu, dekat nisan putih. Kini Ryujin berbalik, mendapati hanya ada satu orang di sana. Langkahnya cepat untuk menghampiri sosok tinggi yang sejak tadi memperhatikannya.
"Kenapa?" Sosok itu berpura-pura bertanya.
"Aku mendengarmu tadi" Ryujin menatapnya sengit.
"Aku tidak bilang apapun" Ryujin ingin kembali membalasnya, namun urung karena ia malas menjelaskan kemampuan telinganya.
"Aku Haruto, teman Asahi" Sosok itu, Haruto, masih terus bersikap seolah tidak terjadi apapun. Tapi berkenalan dengan teman dari temanmu di tempat pemakaman bukanlah hal yang bisa dibanggakan.
"Kamu tidak mau memperkenalkan diri? Nuna" Alis Ryujin naik sebelah, sekarang dia baru ingat kalau Asahi juga dipanggil dengan sebutan hyung oleh Haruto.
"Ryujin" Gadis itu hanya menjawab singkat.
Terlalu malas, eh? Kali ini Haruto dengan sengaja berbicara dalam hati. Pelototan tajam dari Ryujin dianggap angin lalu olehnya.
"Kamu harusnya melatih kemampuanmu, bukan membiasakan diri dengan kebisingan dunia ini"
"Dari mana kamu tau kemampuanku?" Ryujin menyipitkan matanya penuh selidik.
"Besok temui aku jam 3 sore di perpustakaan FEB. Satu jam tidak datang, aku anggap kamu bisa melatihnya sendiri"
Dengan begitu Haruto melenggos pergi dari sana. Ryujin kebingungan sendiri mengapa ia tidak mengejar Haruto. Ryujin hanya berbalik melihat Haruto yang berjalan santai menjauhinya.
Kalau dilatih, kamu bisa mengendalikan dirimu sendiri. Bahkan orang lain. Suara Haruto terdengar di telinga Ryujin. Bersamaan dengan itu badannya mulai bergerak sesuai dengan apa yang dia harusnya lakukan, mengejar Haruto. Tapi Haruto menghilang, sepersekian detik setelah Ryujin berkedip.
Niatnya menyusul Haruto urung, Ryujin merasa usahanya akan percuma. Mau tidak mau malam ini Ryujin tidak bisa tertidur dengan nyenyak, mana bisa dia beralih ke alam mimpi jika banyak pertanyaannya yang tidak terjawab hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last || Jaesahi
FanfictionKetika setiap jiwa diberikan empat kali kesempatan untuk berada di dunia, mereka memiliki permulaan yang hampir serupa dengan hidup-hidup sebelumnya. Yang berbeda adalah ketika hati nurani dan takdir lain mengajak mereka mengambil langkah. Di hidupn...
