Lelaki itu berlari kalang kabut di koridor rumah sakit. Mencari satu-satunya tujuan yang tak pernah bisa jadi tempatnya pulang. Jaehyuk melihat orang-orang terdekat si manis tengah menatap dari balik kaca rumah sakit.
"Asahi..." lirihnya nyaris tak terdengar. Napasnya masih tersengal. Langkahnya melambat, tubuhnya menggigil bukan karena udara dingin, tapi karena rasa takut yang begitu nyata—takut kehilangan satu-satunya tempat yang pernah membuatnya merasa hidup.
Ia mendekat, matanya menembus kaca bening yang memperlihatkan sesosok tubuh terbaring tak bergerak. Di atas dipan rumah sakit, dengan selang dan kabel yang seolah menahan ruh agar tetap bertahan di dunia ini, Asahi terbaring bagai patung yang kehilangan cahaya.
"Asahi..." Jaehyuk kembali berbisik, kali ini suaranya retak. Dada dan tenggorokannya terasa mengganjal, seolah menahan sesuatu yang tidak bisa diucapkan oleh kata.
"Jihyuk-ssi..." suara Jihoon membuat semua mata menoleh. Tatapan mereka kini tertuju padanya.
"Adikmu dipindahkan ke ruang VIP, Jihyuk-ssi," lanjut Jihoon, mencoba menjelaskan, namun lelaki itu hanya menggeleng pelan, menolak semua penjelasan yang tidak ia minta.
"Aku kemari untuk melihat Asahi," jawabnya pelan. Tangannya terangkat, menyentuh kaca yang dingin dan tak berperasaan itu. Ia ingin menyentuh Asahi, mengusap rambutnya, membisikkan bahwa segalanya akan baik-baik saja. Tapi yang bisa ia lakukan hanya menyentuh bayangan.
Kalau saja takdir bisa ditukar, Jaehyuk ingin berada di tempat itu, menggantikan Asahi. Bahkan jika harus mati dua kali, ia tak akan menolak. Dunia ini terlalu kejam bagi si manis, terlalu gelap bagi mata yang selalu melihat keindahan.
Asahi adalah satu-satunya yang melihatnya sebagai Yoon Jaehyuk, bukan Jihyuk. Di mata Asahi, dia tetap Jaehyuk, lelaki yang pernah mencintai dan dicintai dengan tulus.
"A... aku yang melakukannya, Jihyuk-ssi," suara Jihoon terdengar lagi, kini lebih gemetar. Ada rasa bersalah yang begitu tebal dalam intonasinya. "Aku yang bilang ke adikmu tentang kalian..."
"Seandainya aku tidak bilang, pasti tidak akan terjadi apapun sekarang" Jihoon terus meracau, mengulang kejadian di masa lalu, saat matanya dibutakan cemburu.
"Park Jihoon..." Jaehyuk memanggilnya lemah, matanya menatap kelelahan yang tidak berasal dari tubuh, tapi dari jiwa yang telah lama terkikis.
"Benar. Aku adalah Yoon Jaehyuk. Nyawaku terpisah, masuk ke dalam tubuh adikku. Tapi aku tetap aku. Aku hidup kembali, tapi tidak benar-benar diizinkan hidup... kecuali oleh satu orang—Asahi."
Jihoon hanya diam. Ia sudah menduga hal itu sejak lama, tetapi mendengarnya langsung dari mulut Jaehyuk membuat kenyataan terasa lebih berat.
"Aku bahagia saat Asahi memanggilku Yoon Jaehyuk. Seolah dunia, yang telah menghapus namaku, masih memberiku tempat. Tapi jika Asahi pergi... maka nama itu pun ikut menghilang. Aku akan dilupakan dunia. Lagi."
Jaehyuk meremas bahu Jihoon, bukan dengan amarah, tapi dengan keputusasaan.
Namanya sendiri menjadi kutukan. Sebuah nama yang membawa duka pada semua yang mencintainya.
Ia menoleh, menatap orang tua Asahi. Pandangan mereka dalam dan tak bisa ditebak. Tapi Jaehyuk tahu, ini saatnya. Ia harus jujur. Ia harus siap dibenci, diusir, bahkan dilupakan.
"Saya adalah lelaki yang mencintai anak kalian. Saya, laki-laki yang juga mencintai anak laki-laki kalian" Ia menutup matanya, menanti kemarahan, penolakan, atau bahkan tamparan yang bisa menghapus dosa yang tak pernah benar-benar ia inginkan.
Tapi tidak ada yang datang.
Sebaliknya, ada tangan hangat yang menyentuh wajahnya. Jaehyuk membuka mata perlahan, dan melihat Nyonya Hamada menatapnya dengan lembut, bukan penuh kebencian. Dengan jejak air mata yang mengering di pipinya, Nyonya Hamada tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last || Jaesahi
FanfictionKetika setiap jiwa diberikan empat kali kesempatan untuk berada di dunia, mereka memiliki permulaan yang hampir serupa dengan hidup-hidup sebelumnya. Yang berbeda adalah ketika hati nurani dan takdir lain mengajak mereka mengambil langkah. Di hidupn...
