"Selamat dat-..." Sapaan Asahi terputus saat melihat siapa yang baru saja masuk.
"Kakak dinginnn" Seru gadis kecil sembari berlari ke arah Asahi di meja kasir. Kaki pendeknya berjinjit berusaha melihat sosok Asahi dengan lebih dekat.
Di belakang si gadis, nampak nona muda Yoon berjalan mengekori dari jauh. Langkahnya tidak buru-buru menghampiri keponakannya.
"Jihan ingin sekali bertemu denganmu. Semenjak festival, dia ingin sekali membelikanmu kue juga" Ujarnya.
"Kakak, ini bibi Ji, adik papa" Kali ini Jihan yang memperkenalkan Jia pada Asahi.
Aku tahu, dasar bocah. "Tidak perlu repot-repot, aku dan Ryu juga dapat bonus dari penjualnya" Asahi mengayunkan tangannya tanda menolak.
Usai melayani kedua gadis Yoon, Asahi memperhatikan mereka dari meja kasir. Andai saja tidak ada setitik benci dan dendam di dalam dirinya, Asahi pasti mengakui kalau mereka tampak bahagia.
Jihan memakan kue manis sesekali sembari terus berceloteh ria. Jia menanggapinya dengan pertanyaan ataupun gelak tawa. Kedua gadis Yoon ini dapat disalahpahami sebagai pasangan ibu dan anak.
Disitulah kebencian Asahi semakin terpupuk. Jiho bahkan tidak dapat mendengarkan isak tangis dari anaknya. Asahi mati dalam keadaan mengandung. Hanya satu purnama lagi, anak itu seharusnya lahir. Asahi seharusnya dapat merasakan kebahagiaannya menjadi seorang ibu.
"Sahi-ya" Asahi tersadar ketika melihat lambaian tangan di depannya. Ryujin berdiri di depan meja kasir dengan kebingungan.
"Kakak cantikkk" Jihan berseru nyaring, membuat Ryujin menjatuhkan pandangannya pada si gadis kecil.
Jihan beranjak dari tempat duduknya, berlari dengan langkah kaki yang sempit. Ryujin merendahkan tubuhnya, menyamakan kedua maniknya agar setara dengan Jihan.
"Halo anak manis" Sapa Ryujin pada Jihan, matanya mendelik ketika mendengar suaranya berdecih pelan.
Asahi bungkam, lupa kalau Ryujin dapat mendengarnya. Andai keduanya punya kemampuan yang sama, pasti Ryujin sedang menceramahi Asahi lagi.
"Kakak cantik, makan sama Jihan yuk. Jihan duduk di sana sama bibi Ji" Jari mungil Jihan menunjuk ke arah Jia duduk. Jia membungkuk sedikit untuk memberikan salam pada Ryujin.
Pesanan Ryujin dibawakan oleh Asahi ke tempat ketiganya duduk. Sekali lagi Asahi menolak bergabung di antara ketiga gadis itu dan memilih untuk tetap berdiri di balik meja kasir.
Mata Asahi terus melirik ke arah Jihan yang tertawa dengan riang, disusul oleh Ryujin dan Jia yang tersenyum. Bayangan ketiganya seharusnya dapat Asahi alami, jika saja dirinya dan Jia di masa lalu memiliki hubungan baik.
Jia terlihat ramah, tapi bohong rasanya jika Asahi tidak membenci suara si gadis. Semuanya terjadi lebih dari seribu tahun yang lalu, tapi rasanya tidak pernah hilang sedikit pun dari ingatan Asahi. Bagaimana Asahi menatap manik Jia saat dirinya yang disiksa hanya dijadikan tontonan bahkan hiburan. Setitik benci itu tentu tidak dapat hilang.
"Dia bukan Jaehwa, Asahi" Kali ini Asahi berbisik pelan, menghindari telinga Ryujin yang terlampau jauh mendengar curahan hatinya.
"Jaehwa?" Asahi berjengit saat ada suara rendah di sampingnya.
Jaehyuk tengah condong ke arah Asahi, menyamakan apa yang dilihat oleh si manis di depan sana. "Adikku? Namanya Jia, bukan Jaehwa"
"Bukan urusanmu" Gerutu Asahi, dia sedikit mengoceh di dalam hatinya. Namun tersadar ada orang lain yang mendengarnya, Ryujin menerawang dirinya dari jauh.
Tidak, aku hanya asal bicara. Lanjut Asahi dalam hati, usahanya sia-sia karena Ryujin masih tetap melihat ke arahnya. "Mau pesan apa?" Asahi kembali pada pekerjaan sebagai kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last || Jaesahi
FanfictionKetika setiap jiwa diberikan empat kali kesempatan untuk berada di dunia, mereka memiliki permulaan yang hampir serupa dengan hidup-hidup sebelumnya. Yang berbeda adalah ketika hati nurani dan takdir lain mengajak mereka mengambil langkah. Di hidupn...
