Malam harinya, setelah makan malam seluruh keluarga menghabiskan kebersamaan mereka di ruang keluarga. Begitu pula dengan Sinta, ia menemani Caca bermain boneka bersama dengan Annisa-tantenya.
"Mbak, bantuin ikat rambut ini" ucap Caca sambil memberikan bonekanya kepada Sinta. Sinta hanya tersenyum sambil menerima boneka itu.
"Mau diikat seperti apa Non,?" tanyaku kepada Caca. Terlihat Caca berpikir sejenak. Kemudian beberapa detik setelahnya ia menyunggingkan senyumnya.
"Seperti punyaku tadi pagi Mbak, " jawab Caca sambil tersenyum bersemangat. Aku pun hanya mengangguk mendengar ucapan itu.
Kemudian aku mulai mengambil sisir kecil milik si boneka itu dan menyisir rambut kuningnya. Setelah rapi, aku mulai mengepang rambut kuning itu seperti yang aku lakukan pada rambut Caca pagi tadi.
"Wah, Mbak Sinta pintar banget! Aku saja enggak bisa bikin begitu" ucap Nisa saat rambut boneka itu selesai di kepang.
Sinta hanya tersenyum mendengar pujian yang ditujukan padanya itu.
"Non Nisa bisa saja! " ucapku sambil menyerahkan boneka yang sudah rapi itu kepada Caca. Tentu saja Caca yang menerima itu seketika berbinar melihat hasil karyaku itu.
"Makasih Mbak," ucap Caca. Aku pun tersenyum mendengar ucapan manis dari mulut kecil itu.
"Sama-sama Non," jawabku dengan tersenyum.
Bima yang duduk bersama Papanya tak jauh dari tempat putrinya bermain itu, terlihat sedikit menyunggingkan senyumnya. Sedetik kemudian ia menetralkan kembali ekspresinya agar tidak ada yang melihatnya.
Ratna pun mencoba memancing putranya dengan menanyai Sinta, walau sebenarnya ia sudah mendapatkan semua informasi mengenai Sinta itu. semua informasi itu ia dapatkan dari orang kepercayaannya, Ardy Siregar.
"Dari mana kamu belajar itu Sin,?" tanya Ratna seolah penasaran kepada Sinta. Sinta yang tengah bermain bersama Caca itu langsung menoleh kepada Ratna.
"Saat sekolah dulu Nyonya, dulu teman saya yang mengajari saya" jawabku kepada Nyonya Ratna. Nyonya Ratna hanya mengangguk paham.
"Mbak, punya pacar belum?" tanya Annisa tiba-tiba kepada Sinta membuatnya seketika tersedak saat itu juga.
Entah mengapa saat aku mendengar pertanyaan itu seketika aku melihat ke arah laki-laki itu. aku bisa melihatnya tengah melihat ke arahku sambil menyesap minumannya. Sontak saja aku memalingkan wajahku darinya, menghindari tatapan tajamnya yang kapan saja bisa membuatku seakan terbunuh. Ya, terbunuh karena pesonanya.
Aku berusaha menekan rasa gugupku saat ini. Kemudian aku hanya tersenyum sambil menggeleng kepada Annisa. Namun, bukannya berhenti justru Nisa gencar melayangkan pertanyaan-pertanyaannya padaku.
"Jangan bohong Mbak! Masa gak ada yang tertarik pada Mbak Sinta? Mbak Sinta kan cantik" ucap Nisa kepada Sinta. Sinta yang mendapatkan pujian itu hanya tersenyum malu sambil terus mengelak.
Walau sebenarnya sewaktu sekolah dulu banyak sekali laki-laki yang ada di sekolahnya mengejarnya, tapi ia tidak menanggapinya karena tujuannya hanya fokus pada pendidikannya. Hanya saja di antara semua laki-laki itu hanya ada 1 laki-laki yang selalu mengejarnya dulu. Namun setelah SMA keduanya tidak pernah bertemu kembali karena laki-laki itu melanjutkan sekolahnya ke luar negeri.
Setelah menghabiskan waktu bersama, kini tiba saatnya untuk semua orang beristirahat di kamar masing-masing. Sinta kembali mengantarkan Caca tidur sambil membacakan sebuah dongeng untuknya. Setelah memastikan bahwa Caca sudah tidur, ia pun segera keluar dari kamar tersebut dan kembali ke kamar miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Owner Of The Heart
RomanceMenceritakan tentang seorang gadis manis yang merantau ke kota Metropolitan menyusul paman serta bibinya. Kehilangan kedua orang tuanya membuat Sinta mau tak mau menuruti kemauan Sang Bibi yang mendesaknya untuk menerima sebuah pekerjaan menjadi seo...