Bab 19 Yang Pertama

2.2K 54 0
                                    

Mentari pagi perlahan mulai menampakkan sinarnya. Cahaya hangatnya menyinari setiap makhluk hidup yang ada di muka bumi. Sinar hangatnya membangkitkan semangat yang membara di hati seluruh manusia.

Di saat semua orang menyambut pagi dengan memulai aktivitasnya, tidak dengan dua insan manusia yang masih bergelut dengan mimpi indah keduanya di sebuah kamar di salah satu vila yang ada di kota Malang.

Kedua insan itu tak lain adalah Sinta Nur Anggraeni dan Abimanyu Putra Maheswara. Keduanya masih setia dengan tidurnya sambil saling berpelukan. Terlihat jelas beberapa pakaian yang berserakan di lantai menjadi pemandangan pertama kali di dalam kamar tersebut. Walau cahaya sang Surya telah menerobos masuk melalui celah tirai jendela yang ada di sana, tak membuat kedua manusia itu menampakkan pergerakannya.

Itu karena keduanya yang telah melewati malam yang sangat indah bersama hingga dini hari. Entah sudah berapa kali keduanya mencapai pelepasan hingga membuat keduanya sampai saat ini masih belum terbangun.

"Engh," terdengar suara leguhan dari Sinta sambil mengubah posisi tidurnya.

Perlahan kemudian terlihat mata milik Sinta mengerjap mencoba mengumpulkan jiwanya yang belum seluruhnya terkumpul.

"Hoam," suara Sinta yang menguap sambil meregangkan tubuhnya untuk melemaskan otot-otot yang ada di tubuhnya itu.

Namun siapa sangka, suara Sinta yang tengah menguap itu membuat Bima juga ikut mulai terbangun.

"Morning," suara Bima yang mengucapkan selamat pagi sambil melingkarkan tangannya di perut wanita yang ada di sampingnya itu. Sinta yang lupa akan kejadian tadi malam, seketika berteriak hingga membuat Bima terkejut.

"Aaaa"

"Ada apa?" ucap Bima langsung terbangun mendengar Sinta yang berteriak sambil bangun dari tidurnya.

"Tu-tuan?" ucap Sinta terbata sambil memegangi selimutnya agar tetap menutupi tubuhnya itu. Namun beberapa saat kemudian ingatannya telah kembali dengan kejadian tadi malam hingga menimbulkan semburat merah di kedua pipinya.

Melihat wajah merona dari Sinta, membuat Bima tertawa gemas lalu ia mendekat ke arah Sinta hingga membuat Sinta menggeser posisinya.

"Hahaha kamu kenapa Sin? Apa kamu lupa dengan kejadian semalam?" ucap Bima menggoda Sinta sambil mendekat ke arahnya.

"Ti-tidak Tuan," sahut Sinta sambil menunduk. Mendengar Sinta yang masih memanggilnya Tuan, membuat Bima kembali menerkam tubuh Sinta hingga membuatnya kini berada di bawah kungkungannya lagi. Sinta yang terkejut dengan perlakuan Bima seketika meletakkan kedua tangannya di dada Bima menahan tubuh laki-laki itu.

"Apa? Apa kamu lupa dengan ucapanku tadi malam? Atau kamu ingin aku melakukannya lagi agar kamu ingat, hm?" ucap Bima sambil mengelus lembut pipi Sinta. Mendengar ucapan itu sontak membuat Sinta menggeleng cepat karena ia tak mau lagi kejadian semalam terulang lagi pagi ini.

"Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan? Aku tidak mau kembali melakukannya. Dasar bodoh sekali kamu Sinta! Bagaimana kamu bisa tidur dengan majikanmu sendiri! Akh.... Apa yang akan dikatakan oleh Nyonya Ratna jika mengetahui semuanya? Sungguh memalukan sekali diriku. Maafkan aku Bapak, aku telah mengecewakan Bapak di atas sana," Ucap Sinta dalam hati merutuki kebodohannya hingga membuatnya kehilangan kehormatannya sebagai seorang wanita. Kehormatan yang telah jaga selama 24th kini sudah hilang dan lebih parahnya lagi itu ia menyerahkan kehormatannya kepada majikannya sendiri.

Melihat Sinta yang terdiam membuat Bima merasa gemas lalu ia pun mengecup bibir ranum Sinta untuk menyadarkan kesadarannya.

Cup

"Apa yang sedang kamu pikirkan,?" tanya Bima seketika membuat Sinta menggeleng.

"Ti-tidak ada. A-aku harus segera ke dapur," ucap Sinta sambil berusaha menghindari tatapan Bima. Bima tahu kalau itu hanya alasan Sinta agar bisa pergi dari sana. Ia pun akhirnya mengangguk sambil beranjak dari tubuh wanitanya itu.

Melihat Bima yang telah menyingkir dari tubuhnya, tentu membuat Sinta tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan jantung yang masih berdetak dengan kencang, Sinta menggeser tubuhnya ke pinggir ranjang itu. Saat ia hendak menurunkan kakinya ke bawah, seketika ia meringis merasakan perih di pusat intinya.

Akh ....

Merasakan perih di daerah sensitifnya, membuat Sinta menghentikan langkahnya sambil meringis menahan rasa sakitnya itu. Melihat Sinta yang tengah kesakitan seperti itu, membuat Bima tak tega lalu ia langsung beranjak dari duduknya dan berjalan memutari ranjang menghampiri Sinta.

Aaaa

Sinta seketika berteriak kala Bima menggendongnya dan refleks membuatnya melingkarkan tangannya di leher Bima karena takut terjatuh. Apalagi saat ini Sinta tengah telanjang bulat sehingga membuatnya sangat malu dan menunduk menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah bagaikan seperti tomat.

Dengan langkah santai Bima membawa tubuh Sinta berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Setibanya di dalam sana, Bima perlahan meletakkan tubuh wanitanya itu ke dalam bathub. Sinta yang sudah kepalang malu hanya bisa menunduk sambil mengurai rambut panjangnya ke depan dadanya.

Setelah meletakkan tubuh Sinta di sana, Bima menyalakan air hangat agar membuat tubuh Sinta lebih rileks. Karena sudah tidak kuat lagi berada di sana karena melihat tubuh Sinta yang telanjang itu, Bima beranjak dari duduknya.

"Mandilah, atau aku akan memakanmu lagi," ucap Bima dengan santainya sambil mengelus rambut Sinta. Setelah itu ia pergi meninggalkan kamar mandi itu.

Mendengar ucapan itu membuat Sinta melongo karena terkejut hingga membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi.

Setibanya di dalam kamar, Bima kembali berjalan ke arah ranjangnya untuk mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Setelah mendapatkannya, ia mengirim pesan kepada anak buahnya agar mulai menjalankan pekerjaannya karena hari ini ia akan berangkat sedikit siang. Setelah mengirim pesan itu, Bima kembali duduk bersandar di ranjang itu. Lalu tanpa di sengaja pandangannya tertuju pada noda merah yang ada di atas seprei miliknya itu. Seketika membuat senyuman indah mengembang di kedua sudut bibirnya. Lalu ingatannya kembali pada malam panas yang telah ia lalui dengan pengasuh anaknya itu semalam.

"Terima kasih Sinta, membiarkanku menjadi pertama bagimu. Aku janji, aku akan menjagamu dan menyayangimu hingga akhir hayatku. Aku menyukaimu" ucap Bima yang bahagia menjadi orang pertama yang memiliki Sinta. Ini juga pengalaman pertamanya mendapatkan keperawanan seorang wanita. Karena mantan istrinya dulu sudah tidak perawan lagi saat menikah dengannya.

Mengingat kejadian semalam, membuat milik Bima mulai bereaksi dan sesak di bawah sana sehingga membuat Bima frustasi dan berusaha menahannya agar tidak kembali menerkam wanitanya itu lagi. Walaupun sebenarnya ia juga menginginkannya lagi, namun ia tidak mau egois yang nantinya bakal menyebabkan Sinta pergi darinya.

"Tahan, tahan! Aku tidak boleh egois seperti ini. Aku tidak mau nantinya membuat Sinta pergi meninggalkanku" ucap Bima sambil mengelus dadanya guna menetralkan kembali juniornya yang saat ini tengah mengeras karena teringat dengan kejadian semalam.

Di saat Bima tengah sibuk menidurkan kembali juniornya, di dalam kamar mandi terlihat Sinta yang juga tengah kebingungan karena dirinya yang tidak membawa pakaian ganti ke dalam kamar mandi. Terlihat ia mondar-mandir sambil sesekali wajahnya melihat ke arah kaca besar yang ada di dalam kamar mandi itu.

"Bagaimana ini? Mana mungkin aku keluar dengan keadaan seperti ini? Aduh! Mana ini merah-merahnya banyak banget" ucap Sinta yang saat ini hanya menggunakan handuk yang dililitkan menutupi area dadanya sampai setengah pahanya itu. Terlihat pula beberapa bekas kissmark yang masih ada di sekitar leher dan dadanya itu.

Di saat kedua orang itu tengah sibuk dengan pikiran masing-masing, tiba-tiba terdengar suara ketukan dan teriakan dari luar pintu kamar itu.

Tok .... tok .... tok ....

"Pa, Papa! Buka pintunya, Pa" 

*****

The Owner Of The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang