Bab 20 Kesedihan Caca

1.9K 49 0
                                    

Mendengar teriakan putrinya, membuat Bima segera bangkit dari duduknya lalu memakai jubah tidurnya dan berjalan menuju ke pintu kamarnya.

Ceklek

Bima yang membuka pintu itu dikejutkan karena melihat raut wajah khawatir Caca saat ini. Seketika membuat Bima bingung dan penasaran terhadapnya.

"Ada apa sayang? Kenapa kamu kelihatannya cemas sekali?" tanya Bima sambil berjongkok di hadapan Caca.

"Itu Pa, Mbak Sinta gak ada! Caca sudah cari di dapur juga gak ada. Mbak Sinta hilang Pa, hiks" ucap Caca dengan bola matanya yang sudah mulai berkaca-kaca. Terlihat jelas Caca yang saat ini tengah mengkhawatirkan Sinta yang tidak kelihatan sejak ia membuka matanya. Melihat anaknya yang tengah khawatir itu membuat Bima sedikit bersalah, namun ia juga bahagia karena itu artinya Caca sudah menyukai Sinta dan tidak mau di tinggal olehnya.

"Bahkan Caca juga sudah terbiasa dengannya. Aku akan menjadikannya milikku seutuhnya dan tidak akan membiarkan siapa pun mengambilnya dariku." Batin Bima yang tertekad untuk menjadikan Sinta sebagai pendamping hidupnya. Walaupun ia harus mendapatkan persetujuan dari kedua orang tuanya dan juga mantan mertuanya. Karena bagaimanapun juga Caca adalah cucu mereka. Jadi mau tak mau ia harus mendapatkan restu dari mereka karena itu sudah menjadi janjinya saat dulu ia mengambil alih hak asuh Caca.

"Aku akan melakukan apa pun agar bisa membuatnya menjadi milikku. Walaupun semua orang menentangku, aku tidak akan memedulikannya karena hanya dia yang akan menjadi istri dan ibu dari anak-anakku" batin Bima saat ingatannya kembali pada saat ia mendapatkan hak asuh Caca beberapa tahun lalu.

Flashback on

Di sebuah gedung Pengadilan Negeri kota Jakarta, terdengar suara keras Hakim ketua yang membacakan keputusan akhir sebuah persidangan. Dan di akhir ucapannya, hakim tersebut mengetuk palunya sebanyak tiga kali yang menandakan persidangan tersebut telah berakhir.

Terlihat jelas raut wajah bahagia di seluruh anggota keluarga yang berada duduk di sebelah kiri. Sedangkan satu keluarga yang berada di sisi kanan terlihat jelas tidak terima dengan keputusan itu. namun mereka juga tidak bisa berkata lagi karena hakim sudah memutuskannya.

Kedua keluarga itu adalah keluarga Maheswara dan keluarga Wijaya, yang tengah memperebutkan hak asuh Natasha Avrilia Maheswara yang tak lain adalah Caca. Bima yang memenangkan hak asuh anaknya itu, membuat keluarga mantan istrinya itu membencinya.

Saat hendak keluar dari ruang persidangan itu, ayah dari mantan istrinya- Alesha datang menghampiri Bima dengan tatapan tajamnya.

"Jangan lupa dengan janjimu! Aku akan selalu mengawasimu. Aku tidak akan membiarkan cucuku mendapatkan Ibu yang gak sebanding dengan Alesha" ucap Tuan Wijaya kepada Bima. Mendengar ucapan itu, membuat Bima menyunggingkan senyum ejeknya.

"Tuan tidak usah khawatir! Saya juga tidak akan memilih istri yang salah untuk kedua kalinya!" ucap Bima menohok kepada Wijaya hingga membuat wajah pemilik dari perusahaan besar Wijaya itu memerah menahan amarahnya. Lalu ia dengan langkah cepat meninggalkan tempat itu diikuti oleh putri tunggalnya dan istrinya.

Flashback off

"Pa," panggil Caca saat melihat Papanya yang malah bengong mendengar ucapannya.

"I-iya sayang" sahut Bima saat tersadar dari lamunannya. Terlihat ia sedang memikirkan alasan yang akan ia berikan kepada putrinya saat ini. Memang saat ini ia tengah kebingungan mencari-cari alasan agar bisa membuat anaknya itu sedikit tenang.

"Em, kalau begitu kita tunggu di dapur dulu ya? mungkin Mbak Sinta lagi keluar" ucap Bima mencoba menenangkan putrinya itu. namun, tetap saja wajah cantik caca tidak mudah percaya dengan ucapan papanya itu.

"tapi nanti mbak Sinta akan kembali kan pa? Caca takut kalau nanti mbak Sinta gak balik lagi," ucap Sinta dengan guratan sedih di wajahnya. Dengan sabar Bima mencoba menenangkan putrinya itu.

"iya sayang, mbak Sinta pasti akan kembali lagi" ucap Bima sambil mengelus pucuk kepala caca. Akhirnya caca mengangguk mendengar ucapan itu. kemudian Bima pun mengajak caca untuk meninggalkan kamar itu.

Tak beberapa lama kemudian, Sinta yang sedang berada di dalam kamar mandi telah selesai dengan mandinya. Ia terlihat bingung dengan kondisinya saat ini. Karena ia tidak membawa pakaiannya ke dalam kamar mandi karena tadi ia di gendong oleh Bima.

"Bagaimana ini? Aku enggak bawa baju ganti. Apa tuan Bima masih ada di dalam kamar ya?" ucap Sinta yang tengah kebingungan. Dengan perlahan ia berjalan ke pintu kamar mandi. Ia menempelkan daun telinganya di pintu itu, mencoba mendengarkan yang ada di dalam kamar. Ia ingin mengetahui apakah majikannya itu ada di dalam kamar atau tidak.

"sepertinya tuan tidak ada" ucap Sinta saat ia tidak mendengar apa pun dari dalam kamar itu.

Kemudian ia memakai handuk yang ada di sana, lalu perlahan ia membuka pintu kamar mandi itu.

Cek klek

Dengan degup jantung yang berdebar kencang, Sinta mengintip ke dalam kamar itu. pandangannya menelusuri di dalam sana, melihat keberadaan dari pemilik kamar itu. perlahan senyuman terbit di kedua sudut bibirnya.

"Aman" ucap Sinta saat mengetahui Bima sudah tidak ada di kamar. Dengan cepat ia masuk ke sana dan mengambil pakaiannya yang tercecer di lantai kamar itu dan membawanya kembali masuk ke dalam kamar mandi.

"Selesai" ucap Sinta saat sudah selesai berpakaian dengan piyama tadi malam. Tangannya ia letakkan di depan dadanya, menutupi putingnya yang terlihat mengecap di piyama merahnya itu.

"Aku harus segera pergi ke kamar! Aku sudah tidak nyaman lagi dengan piyama ini" ucap Sinta sambil menarik kerah piyamanya ke lehernya, karena terdapat kissmark yang terdapat di bagian lehernya.

Dengan langkah cepat, Sinta keluar dari kamar itu dan langsung menuju kamarnya saat ia tidak melihat keberadaan Bima di luar kamar itu.

Di dapur, terlihat Bima dan Caca sedang menikmati coklat panas. Setibanya di dapur, Bima mencoba mengalihkan perhatian Caca dengan membuatkannya coklat panas karena ia tahu putrinya sangat menyukai semua yang berkaitan dengan coklat.

"Enak sekali Pa," ucap Caca saat menikmati coklat panas buatan Papanya itu. Bima hanya tersenyum mendengar pujian dari putrinya itu. pandangan matanya tertuju ke arah lorong jalan ke kamar miliknya dan milik putrinya.

"Ke mana dia? Kenapa belum selesai juga? Apa yang sedang ia lakukan di dalam kamar sana selama ini?" Bima yang penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Sinta hingga membuatnya tidak kunjung keluar dari dalam sana.

Ingatan Bima kembali pada malam panasnya dengan Sinta kemarin. Perlahan bibirnya membentuk lengkungan indah membayangkan itu. malam indah yang belum pernah ia rasakan sebelumnya walaupun dengan mantan istrinya dulu. Bahkan rasa hasratnya saat melihat Sinta sangat jauh berbeda dengan yang ia rasakan dengan Alesha dulu.

"Kau membuatku gila, Sinta" lirih Bima sambil tersenyum penuh arti. Caca yang berada di sampingnya itu merasa bingung dan penasaran dengan ucapan yang samar-samar ia dengar dari Papanya itu.

"Papa bilang apa?" tanya Caca sambil menatap ke arah Bima. Bima yang tersadar dengan keberadaan putrinya, langsung menggeleng.

"Tidak apa-apa sayang." ucap Bima sambil tersenyum pada putrinya itu. kemudian pandangan matanya tertuju pada cangkir coklat panas milik Caca yang sudah kosong.

"Mau lagi sayang?" tanya Bima sambil mengelus pucuk kepala Caca. Caca menggeleng mendengar ucapan itu.

"Caca laper, Pa" ucap Caca dengan wajah sedihnya. Melihat itu, Bima kembali berpikir bagaimana untuk menghibur putrinya itu.

Belum sempat Bima membuka mulutnya, terdengar suara dari arah kamarnya. Seketika baik Bima dan Caca menoleh ke arah sumber suara tersebut.

"Ca,"

The Owner Of The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang