Saat malam telah tiba, seluruh keluarga bergegas masuk ke kamar mereka masing-masing. Begitu pula dengan Sinta, ia masuk ke dalam kamar Caca karena harus membacakan dongeng sebelum tidur untuk gadis kecil itu.
Setelah memastikan kalau Caca sudah tertidur, perlahan-lahan ia beranjak dari tempat tidur itu dan berjalan sepelan mungkin ke arah pintu.
Ceklek
Akhirnya ia bisa bernafas lega saat ia sudah berada di luar pintu berwarna putih itu. Saat ia berbalik badan untuk segera pergi dari sana, ia dibuat terkejut melihat seorang laki-laki yang tengah menatap tajam dirinya seakan ingin mengulitinya.
Deg
Debaran jantung Sinta tak bisa di kondisikan lagi, bahkan ia merasakan kakinya yang mulai melemas saat ini. Perlahan ia memundurkan tubuhnya, menjauhi laki-laki itu. Grep, Bima memegang lengan tangan kanan wanita yang saat ini ada di depannya itu.
"Ikut aku,"
Tanpa menunggu jawaban dari Sinta, Bima menarik tangan itu dan memaksa Sinta untuk mengikuti langkahnya yang masuk ke dalam kamar miliknya yang berada di depan kamar Caca.
"Tu-tuan"
Cicit Sinta yang menolak ajakan Bima. Namun karena tenaga Bima jauh lebih besar darinya, membuatnya akhirnya berjalan mengikuti langkah kaki itu.
Sedangkan Bima, ia menulikan telinganya saat mendengar ucapan dari wanita itu.
Setibanya di dalam kamar mewah itu, Bima langsung menempelkan tubuh Sinta di dinding kamarnya, samping pintu itu. tatapan matanya menghunus ke dalam jantung Sinta. Seketika membuat Sinta menundukkan kepalanya dengan debaran jantungnya yang seakan berlari dengan cepat.
"Jangan berdekatan dengannya"
Satu kalimat yang terucap dari mulut Bima yang langsung membuat Sinta semakin membeku di tempatnya. Ia tidak mengerti maksud dari ucapan laki-laki itu.
Bahkan saat ini ia merasakan kekurangan oksigen dalam dirinya. Ingin rasanya ia keluar dari kamar itu untuk menghirup dalam-dalam udara untuk membantunya bernafas. Tatapannya kosong menatap lantai marmer yang ada di bawah kakinya itu.
Melihat Sinta yang malah terdiam dan tak menjawabnya, membuat Bima mengangkat tangan kanannya, menyentuh dagu lancip itu. memegangnya dan mengangkatnya agar mau menatapnya.
"Tatap mataku! Apa yang sudah dia katakan padamu? Kenapa dia seakrab itu denganmu?"
Walau ucapannya tak sedingin tadi, namun tatapan matanya tetap saja menghunus jantung Sinta. Sinta yang pikirannya sudah blank tidak bisa memikirkan jawaban yang tepat untuknya.
"Ti-tidak a-ada Tu-tuan."
Bima bisa melihat tubuh Sinta yang bergetar mungkin karena takut, pikirnya. Akhirnya membuat Bima menghela nafasnya sambil menjauhkan tangannya dari dagu itu. kedua tangan Bima beralih memegang kedua pundak Sinta, membuat Sinta menahan nafasnya sejenak merasakan tangan kekar itu.
Pikirannya mendadak kembali pada kejadian yang terjadi di kota Malang beberapa waktu lalu.
"Tidak, ini tidak boleh terjadi. Sadarkan dirimu, Sinta. Jangan sampai kau melakukan kesalahan untuk kedua kalinya, cukup sekali saja." Batin Sinta menyadarkan jiwa wanita itu untuk tidak terhipnotis dengan laki-laki gagah yang ada di depannya itu.
"Aku tidak suka jika kau berdekatan dengannya"
Bima yang tidak suka dengan kelakuan adik laki-lakinya yang berusaha mendekati Sinta selama di ruang keluarga tadi, membuatnya sengaja menunggu Sinta sejak tadi dari balik pintu kamarnya. Melihat Sinta yang keluar dari kamar putrinya, seketika membuat Bima keluar dan menarik tangan Sinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Owner Of The Heart
RomanceMenceritakan tentang seorang gadis manis yang merantau ke kota Metropolitan menyusul paman serta bibinya. Kehilangan kedua orang tuanya membuat Sinta mau tak mau menuruti kemauan Sang Bibi yang mendesaknya untuk menerima sebuah pekerjaan menjadi seo...