Tak terasa waktu berlalu sangat cepat. Kini tiba saatnya ketiganya untuk kembali ke Jakarta. Perjalanan bisnis yang sebelumnya direncanakan memakan waktu seminggu, selesai lebih cepat. Dalam waktu 5 hari permasalahan yang ada di kantor cabang milik Bima telah terselesaikan.
Saat ini ketiganya sudah sampai di bandara internasional Soekarno-Hatta Jakarta. Dengan mendorong troli berisi 2 koper besar, Bima mengajak Caca dan Sinta keluar dari bandara tersebut.
Terlihat seorang laki-laki menyambut kedatangan mereka dengan senyumannya. Laki-laki tersebut tak lain adalah Pak Rahmat yang merupakan sopir keluarga Maheswara sekaligus paman dari Sinta.
"Selamat datang Tuan, Nona" sambut Rahmat kepada kedua majikannya itu.
Sedangkan kepada keponakannya ia hanya tersenyum dan mengangguk.
"Terima kasih, Pak" sahut Bima.
"Sini, saya bantu Tuan." Ucap Rahmat sambil mengambil alih troli yang ada di tangan Bima. Bima hanya mengangguk menjawabnya.
Lalu dengan sigap Rahmat mendorong troli itu ke belakang mobil dan memasukkan kedua koper besar itu ke dalam bagasi. Setelah selesai ia kembali menuju ke depan.
"Silakan, Tuan" ucap Rahmat sambil membukakan pintu mobil untuk majikannya itu.
Lalu Bima dan Caca masuk ke dalam bangku belakang kemudi. Sedangkan Sinta duduk di samping kemudi, di sebelah pamannya itu.
Setelah itu Rahmat langsung berjalan mengitari mobil dan masuk ke dalam bangku kemudinya. Setelah memakai sabuk pengamannya, Rahmat mulai menghidupkan mesin mobil itu dan menginjak gasnya. Perlahan roda mobil itu bergerak dan berjalan keluar dari kawasan bandara tersebut.
"Pak, tolong turunkan saya di kantor ya?" ucap Bima kepada Rahmat. Mendengar ucapan itu membuat Rahmat melirik ke belakang melalui spion kaca, lalu ia mengangguk.
"Baik, Tuan" jawab singkat Rahmat.
Mobil itu terus melaju menembus kemacetan di kota Metropolitan tersebut.
Setelah memakan perjalanan selama 30 menit, obil itu berhenti di depan lobi gedung tinggi yang merupakan perusahaan milik Bima itu.
"Baiklah, Papa pergi dulu ya, Sayang" ucap Bima sambil memberikan kecupan hangat di kening putrinya itu. Caca yang asyik bermain dengan boneka barunya, hanya mengangguk tanda mengiyakan. Boneka itu ia dapatkan dari papanya saat mereka berada di Jatim Park beberapa waktu lalu.
Setelah itu Bima turun dari mobil tersebut dan masuk ke dalam perusahaannya. Sebelum kakinya menjauh dari mobil itu, tak lupa ia menatap sekilas ke arah kaca pintu di mana Sinta itu berada. Karena kaca mobilnya berwarna hitam, membuatnya tak bisa melihat wajah wanita itu.
Walau Sinta yang berada di dalam sana bisa melihat jelas raut wajah Bima yang masih sempat melihat ke arahnya sebelum melangkah.
Perlahan kedua sudut bibir wanita itu membentuk lengkungan saat ia mengingat wajah majikannya itu. setelah Bima menghilang dari pandangan, perlahan mobil itu kembali berjalan meninggalkan tempat itu.
"Bagaimana keadaanmu selama di sana, Sin? apa kau kerepotan menjaga Non Caca?" tanya Rahmat sambil memfokuskan pandangannya ke arah jalan.
"Tidak kok Paman, Caca sudah tidak seperti dulu lagi. Bahkan aku senang bersamanya serasa aku mempunyai adik" ucap Sinta sambil tersenyum dan pandangannya melihat ke arah belakang, di mana Caca yang sedang asyik mengikat rambut boneka barbie nya.
Mendengar penuturan dari keponakannya itu membuat Rahmat tersenyum bangga.
"Akhirnya ada orang yang bisa menjaga Non Caca dengan baik. Semoga seterusnya akan seperti ini. Paman bangga sekali padamu, Sinta. Bisa membuat Non Caca yang sebelumnya sangat nakal, kini bisa menjadi penurut seperti sekarang ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Owner Of The Heart
RomantikMenceritakan tentang seorang gadis manis yang merantau ke kota Metropolitan menyusul paman serta bibinya. Kehilangan kedua orang tuanya membuat Sinta mau tak mau menuruti kemauan Sang Bibi yang mendesaknya untuk menerima sebuah pekerjaan menjadi seo...