Bab 3 Keberangkatan Sinta

2.2K 95 0
                                    

S etelah puas memandangi foto dirinya dengan almarhum kedua orang tuanya yang ada di ruang tamu, Sinta pergi menuju ke kamar miliknya.

Sesampainya ia di dalam sana, ia mulai mengambil satu persatu barang yang akan ia bawa nanti ke Jakarta. Tak lupa juga ia membawa beberapa foto keluarganya Setelah semuanya selesai, ia langsung membersihkan dirinya dan beristirahat.

Hari keberangkatan

Hari ini adalah hari di mana Sinta pergi meninggalkan kota kelahirannya itu. Karena Bibinya sudah berpesan kepadanya agar tidak membawa banyak barang membuat ia hanya membawa sebuah koper kecil yang kemarin ia beli menggunakan uang pesangon dari Bu Tejo.

Sambil menunggu jemputan ojek yang ia pesan tadi, ia kembali mengecek semua keadaan rumahnya sebelum benar-benar berangkat.

"Nduk," terdengar suara wanita yang memanggil Sinta Seketika membuatnya menoleh.

"Mbah Minem," sapa Sinta sambil berjalan menghampiri Mbah Minem yang merupakan tetangganya selama ini.

"Arep nengdi kowe Nduk? Kok nggowo barang okeh temen? (Mau kemana, nak? Kenapa bawa barang banyak sekali )" tanya Mbah Minem kepada Sinta.

"Niki kulo badhe tumut Bulek teng Jakarta Mbah, (Saya mau ikut Bibi ke Jakarta Mbah )," jawab Sinta sambil menuntun Mbah Minah duduk di depan teras rumahnya.

"Oalah, sing ati-ati yo Nduk ning kono! Aku kok kerep krungu ning kono ki okeh wong sing ora apik (Hati-hati ya nak di sana! Aku sering dengar di sana banyak orang yang tidak baik)" ucap Mbah Minah sambil perlahan duduk di kursi teras dibantu oleh Sinta.

"Nggeh Mbah, nyuvun pangestune panienengan! Menawi mengke kula wonten wektu longgar, kula bakale sowan mriki Mbah (Iya Mbah, mohon doa restunya! Kalau nanti saya ada waktu luang sa saya akan datang menjenguk, Mbah )" ucap Sinta sambil tersenyum.

Setelah menunggu setengah jam, akhirnya ojek pesanan Sinta datang. Sinta beranjak dari kursi itu dan berpamitan kepada Mbah Minah dengan mata sedikit sembab Sinta berangkat menuju ke Stasiun Madiun yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya.

Disinilah Sinta, setelah melewati proses check-in, ia segera menuju ke arah petugas untuk menunjukkan boarding pass dan kartu identitas miliknya. Setelah
lolos, ia berjalan menuju ke salah satu tempat duduk vang ada di sana sambil menunggu kedatangan keretanya.

Tak sampai 10 menit, kereta yang akan membawanya pergi dari kota kelahirannya itu kini telah sampai. Dengan membawa barang miliknya, ia masuk ke dalam gerbong dan mencari kursinya. Setelah ketemu, ia langsung duduk dan kembali melanjutkan membaca novel sambil menunggu keberangkatan nya

Penumpang yang kami hormati, sesaat lagi kereta api Gaiayana Luxury 711 akan di berangkatkan dari Stasiun Madiun menuju stasiun akhir Gambir. Terima kasih.

Setelah mendengar suara pemberitahuan keberangkatan keretanya itu, membuat Sinta berhenti sejenak dari bacaannya lalu ia memejamkan matanya sebentar sambil mengadahkan kedua tangannya keatas.

Setelah memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa Sinta kembali menikmati perjalanannya sambil melanjutkan bacaan nya vang tertunda tadi.

Senyuman terukir di kedua sudut bibirnya tatkala melihat pemandangan indah yang ia lihat melalui jendela keretanya.

"Indahnya" ucap Sinta tatkala netranya melihat hamparan sawah pertanian yang luas. Meski hanya ditanami padi, namun karena letaknya di bawah pegunungan sehingga membuatnya terlihat lebih indah seperti lukisan yang nyata.

Senyuman tak henti-hentinya menghiasi wajah cantik Sinta yang saat ini menikmati pemandangan alam sambil membaca novel kesukaannya itu.

"Andaikan hidupku sama seperti di cerita novel ini mungkin aku bisa melewati hidup ini dengan mudah" ucap Sinta tanpa sadar karena terlalu larut dalam kisah cerita yang ia baca saat ini. Kemudian ia geleng-geleng kepala saat kesadarannya kembali.

Semakin lama semakin membuat netranya mulai merasakan kantuk. Perlahan ia membenarkan posisinya mencari kenyamanannya untuk mencoba memejamkan matanya.

Tak terasa perjalanan panjang yang Sinta lalui hari ini telah berakhir. Setelah melewati perjalanan kereta api selama lebih dari 10 jam, kini ia telah sampai di Stasiun

Gambir Jakarta

Setelah melewati proses check out, lantas membuat Sinta mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi pamannya.

Tuttt tuttt..

"Halo, Paman" sapa Sinta setelah panggilannya di terima oleh pamannya sambil mendorong koper kecilnva keluar dari area Stasiun itu.

"Sin, kamu di mana sekarang?" tanya Pamannya.

Mendengar pertanyaan itu, membuat Sinta memutar tubuhnya melihat sekelilingnya.

"Em. ini Sinta ada di depan Starbuck pintu selatan Paman," ucap Sinta.

"Baiklah, kamu tunggu di sana jangan ke mana-mana Paman akan segera ke sana!" ucap Pamannya. Sinta bahagia mendengar ucapan Pamannya yang sangat khawatir dengannya.

"Iya Paman" ucap Sinta kemudian ia mengakhiri panggilan tersebut.

Sesuai dengan perintah Pamannya, ia menunggu tepat di samping pintu gerai Starbuck vang ada di sana sambil tangannya terus memegangi kopernya.

"Sinta," Setelah menunggu sekitar 10 menit, terdengar sebuah suara yang memanggil namanya, sehingga membuatnya menoleh mengikuti arah dari suara tersebut.

"Paman" teriak Sinta sambil tangannya melambai ke arah Pamannya yang saat ini sedang berjalan ke arahnya.

"Bagaimana kabarmu Sin?" tanya Paman Rahmat Melihat kedatangan Pamannya membuat Sinta tak henti hentinya mengulas senyum manisnya itu.

"Baik, Paman! Paman sendiri bagaimana kabarnya? Jakarta ramai sekali ya Paman walaupun sedikit panas" ucap Sinta sambil tersenyum kepada Pamannya Pasalnya ini adalah kali pertamanya datang ke sini.

"Hahaha ya beginilah kehidupan di sini Sin! Kalau begitu ayo kita pergi, Bibimu sudah menunggumu di rumah" ucap Pamannya sambil mengelus rambut Sinta Dapat dilihat bagaimana Paman Rahmat begitu menyayangi Sinta karena ia kini beralih membawakan koper yang dibawa oleh keponakannya itu.

"Ayo Paman, Sinta juga sudah enggak sabar ingin ketemu sama Bibi" ucap Sinta sambil mulai berjalan beriringan dengan pamannya itu. Keduanya pun berjalan menuju ke tempat parkir mobil.

TBC

The Owner Of The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang