Bab 22 Janji

1.6K 44 0
                                    

Malam harinya setelah makan malam bersama, ketiganya berkumpul di ruang tengah. Caca menceritakan tentang Omanya yang meneleponnya tadi pagi kepada Papanya.

"Pa, tadi Pagi Oma telepon Caca" ucap Caca sambil mewarnai buku gambarnya di samping Papanya. Sedangkan Sinta membantu Caca merapikan warna yang menurutnya kurang rapi.

"Oh ya, Oma bilang apa Ca?" tanya Bima sambil terus memandangi tabletnya, mengecek kembali pekerjaan yang tadi ia kerjakan.

"Iya Pa. Oma bilang Uncle Arsya sudah pulang. Oma juga bilang suruh Caca cepat pulang karena Oma kangen." Ucap Caca yang menceritakan tentang kepulangan dari adik Papanya itu.

Bima yang tengah mengetik di tabletnya seketika menghentikan jari jemarinya tatkala ia mendengar bahwa adik laki-lakinya telah kembali.

"Arsya? Akhirnya pulang juga bocah tengil itu. Semoga saja kuliahnya telah selesai dan mau bekerja di kantor Papa" ujar Bima dalam hati mendengar ucapan itu. Ia berharap Arsya mau bekerja di kantor pusat agar bisa membantu pekerjaan Papanya.

Kemudian pandangannya beralih menatap Sinta. Sesaat kemudian muncul secuil rasa takut jika adiknya bertemu dengan Sinta.

"Kenapa hatiku merasa sedikit tidak rela ya jika nanti Arsya bertemu dengannya? Semoga Arsya tidak tertarik dengannya" imbuh Bima dalam hati saat melihat Sinta dan menyadari kecantikan wanita itu. Muncul rasa takut dalam hatinya jika adik laki-lakinya mempunyai rasa kepada Sinta. Apalagi adiknya memang lebih tampan darinya dan juga lebih muda darinya.

"Oh ya, Lalu apa Caca mengobrol dengan Uncle?" tanya Bima kepada Caca. Menanyakan apakah anaknya itu mengobrol dengan Arsya atau tidak. Karena kalau keduanya saling mengobrol, otomatis Arsya pasti sudah mengobrol juga dengan Sinta.

"Belum Pa, Oma bilang Uncle lagi pergi sama teman-temannya. Oh ya, Papa kapan kita pergi bermain? Caca bosan di rumah" ucap Caca lalu beranjak dari duduknya dan beralih duduk di pangkuan Papanya. Melihat anak perempuannya telah duduk di pangkuannya, membuat Bima mengakhiri pekerjaannya dan meletakkan tabletnya di atas meja.

"Maafkan Papa, sayang. Papa masih sibuk dengan pekerjaan Papa" ucap Bima yang bersalah karena pekerjaannya membuat Caca kesepian berada di vila. Mendengar perkataan Papanya, membuat wajah Caca sedikit kecewa dan terdiam.

Menyadari Caca yang tengah bersedih itu, Bima berpikir bagaimana agar membuat Caca tidak bersedih lagi.

"Em, bagaimana kalau lusa kita jalan-jalan keluar? Papa tahu tempat yang bakal bikin Caca senang. Mau?" ucap Bima menawarkan itu kepada Caca. Mendengar ucapan itu seketika membuat Caca mendongak dan menatap penuh harap kepada Papanya itu.

"Mau, mau, mau. Benar ya Pa? Janji ya?" ucap Caca sambil mengarahkan jari kelingking kanannya kepada Bima. Melihat anaknya yang sudah kembali bersemangat lagi membuat Bima tersenyum dan mengangguk. Lalu ia mengulurkan jari kelingking kanannya membalas tautan jari itu.

"Iya Sayang. Lusa kita jalan-jalan ya?" ucap Bima sambil mengurai tautan jari itu lalu mengelus pucuk kepala Caca. Caca yang bersemangat terlihat bersorak surai bahagia akhirnya ia bisa keluar jalan-jalan bersama dengan Papanya.

"Yey! Terima kasih Papa" ucap Caca sambil memeluk Papanya itu.

"Iya sayang. Kalau begitu sekarang Caca tidur ya? sudah malam." Ucap Bima saat melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Baik Pa, good night,Pa" ucap Caca sambil turun dari pangkuan Papanya itu.

Sedangkan Sinta juga mulai membereskan boneka dan juga buku beserta krayon milik Caca.

"Good night juga Sayang. Nice dream" ucap Bima sambil tersenyum.

Setelah itu, Sinta dan Caca pergi meninggalkan ruang tengah menuju kamar. Sedangkan Bima masih berada di sana, kembali mengambil tabletnya dan mulai kembali dengan pekerjaannya.

The Owner Of The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang