Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, saatnya untuk seluruh anggota keluarga Maheswara melaksanakan makan malam mereka. Seperti biasa Sinta selalu duduk di samping Caca karena ia juga yang menyuapi gadis kecil itu.
"O iya Bim, bagaimana dengan Cintya? Apa sudah saatnya untuk melahirkan?" tanya Ratna saat ia teringat dengan istri dari sahabat anaknya yang sekarang tengah mengandung. Cintya Paramita adalah istri dari Adit Wicaksono – asisten Bima.
"Mungkin minggu-minggu ini Ma, kata Adit" sahut Bima di sela aktivitas makannya.
"Tapi kenapa harus di Bandung sih, Bim? Bukankah rumah sakit di Jakarta lebih canggih?" ucap Ratna yang sedih karena ia sudah menganggap Adit seperti anaknya sendiri, dan sekarang istrinya sedang mengandung lalu memilih untuk melahirkan di Bandung dari pada di Jakarta.
"Mama kan tahu sendiri, di Jakarta tidak ada sanak keluarga. Sedangkan di sana adalah tempat kelahiran Cintya dan juga bisa dekat dengan kedua orang tuanya.
Apa Mama lupa kalau Adit tidak mempunyai siapa-siapa di sini." Ucap Bima menjelaskan kepada mamanya.
Ratna hanya bisa menghela nafasnya mendengar perkataan itu.
"Tapi kan Mama juga ingin melihat mereka." Ucap Ratna mengungkapkan keinginannya untuk bisa melihat kelahiran buah hati Adit dan Cintya.
"Kalau begitu, nanti kita bisa ke sana jika sudah saatnya untuk melahirkan bagi Cintya Ma. Kita akan ke sana bersama, bagaimana?" kini giliran Hendra yang berucap karena ia tahu keinginan istrinya itu. Tak lupa ia memegang tangan kanan Ratna untuk bisa meyakinkannya.
Mendengar ucapan dari suaminya, membuat Ratna tersenyum dan mengangguk setuju. Bima hanya bisa tersenyum tipis melihat kemesraan kedua orang tuanya itu. Sedangkan Sinta senantiasa fokus menyuapi Caca dan meladeni segala celotehnya.
Bima yang sudah selesai dengan makanannya, mengambil tisu untuk mengelap bibirnya sambil pandangannya lurus ke arah Sinta yang duduk berseberangan dengannya.
Sebuah lengkungan indah tercetak di kedua sudut bibirnya saat melihat Sinta yang tengah tersenyum karena celoteh anak perempuannya itu.
Tanpa ia sadari, mamanya yang duduk di sebelah Caca mengetahui arah pandangnya lalu tersenyum penuh arti.
"Apa kamu sudah mulai membuka hatimu, Bim? Mama akan sangat bahagia jika melihatmu bisa bahagia seperti dulu. Mama juga akan selalu mendukungmu asal itu yang terbaik untukmu"
Ucap Ratna dalam hati sambil melirik kedua anak manusia itu. Saat mereka sudah selesai dengan makan malamnya, mereka segera beranjak dari sana dan beralih menuju ke ruang keluarga menikmati waktu kebersamaan mereka.
Seperti biasa Sinta dan Caca selalu bermain bersama. Sesekali Omanya-Ratna juga ikut saat keduanya berselisih pendapat tentang boneka mereka. Saat mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, terdengar suara seseorang dari arah pintu.
"Halo semua"
Seluruh orang yang berada di dalam sana seketika menoleh ke arah sumber suara, kecuali Bima karena ia mengenali suara tersebut. Arsya yang baru saja datang, membawa sebuah paperbag di tangan kanannya.
"Uncle" teriak Caca saat melihat kedatangan pamannya itu. seketika ia beranjak dari duduknya meninggalkan mainannya dan berlari ke arah Arsya.
Tentu saja Arsya langsung merentangkan kedua tangannya dan segera mengangkat tubuh keponakannya itu dan membawanya berputar-putar. Hanya tawa yang menghiasi wajah cantik Caca saat dirinya berputar bersama pamannya.
Seluruh keluarga yang menyaksikan itu hanya bisa tersenyum. Setelah beberapa saat kemudian, Arsya menurunkan Caca, sebelum gadis kecil itu merengek.
"Ini, Uncle belikan chocolate cake kesukaan Caca" ucap Arsya sambil menyodorkan paperbag itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Owner Of The Heart
RomanceMenceritakan tentang seorang gadis manis yang merantau ke kota Metropolitan menyusul paman serta bibinya. Kehilangan kedua orang tuanya membuat Sinta mau tak mau menuruti kemauan Sang Bibi yang mendesaknya untuk menerima sebuah pekerjaan menjadi seo...