/kê.ru.puk/
1. makanan yang dibuat dari adonan tepung dicampur dengan lumatan udang atau ikan, setelah dikukus disayat-sayat tipis atau dibentuk dengan alat cetak, dijemur agar mudah digoreng
2. bingung***
To err is human; to admit it, superhuman.
― Doug Larson
***
Arina mengganti baju dengan baju olahraga. Ia mendesah akibat terlampau malas dengan olahraga hari itu.
"Kenapa olahraganya harus jam kedua sih?" pekik salah satu teman sekelasnya. "Gue kan jadi terpaksa gonta-ganti baju!"
"Minimal habis ini langsung istirahat pertama!"
Arina melirik. Ternyata, yang berujar adalah Fani dan Maria. Keduanya adalah kawan dekat Karina. Mereka tak terlalu akrab dengan Arina, namun juga tak menjaga jarak.
Arina berjalan mendekati keduanya.
"Hai Fan, Mar. Udah beres gantinya?" sapa Arina.
"Belum kok, masih nungguin Karina," ungkap Fani. Senyap sebentar sebelum Fani menjawab, "Oh iya, tahu, kan, Karina ditawarin jadi cheerleader?"
Mata Arina membulat. Seingatnya, cheerleader sekolahnya adalah ekstrakurikuler dengan jalur pendaftaran rumit. Tak pernah membuka booth pendaftaran, namun langsung merekrut siswi kelas sepuluh. Seingatnya, mereka bahkan menolak merekrut siswa kelas sebelas jika pada tahun sebelumnya tidak direkrut.
"Hebat juga, padahal Karina masuk sini kelas sebelas," gumam Arina.
"Karina tinggi banget sih!" sahut Fani. "Rambutnya panjang tebel, mukanya nggak jerawatan, dan putih. Siapa yang ga mau sama Karina?"
Arina mengangguk.
"Hebat ya, kamu. Legowo banget walaupun papa kamu nikah lagi," komentar Maria. "Kalau aku, sih, bakalan bingung harus gabung sama Karina."
"Mar!" pekik Fani. "Jangan ngomong gitu!"
"Ya emang kenapa?" sahut Maria. "Gue kan lagi muji kekuatan Arina!"
Tiba-tiba, Karina keluar dari toilet. Maria langsung menyahut, "Udah beres?" ke Karina, namun sebelum sempat mendengarkan jawaban, Arina diseret keluar oleh Emily.
"Eh, serius Maria ngomong gitu tadi?" bisik Emily.
Arina mengangkat alis, lalu membela diri, "Aku ga mancing, lo."
"Emang sih, kamu nahan diri banget biar ga komentar soal Karina." Emily bergumam. "Tapi hebat juga dia, langsung direkrut cheerleader di kelas sebelas. Bakal dibolehin ga, tuh, sama ayah kamu?"
Arina mengangkat bahu.
"Ayah ga ngelarang aku pas daftar ekskul Jepang. Kayanya sih nggak," tutur Arina.
"Iya, sih." Emily tertawa. "Tapi aku juga ga sabar kumpul lagi sama ekskul. Tapi harusnya kita belum bisa nonton bareng, ya? Harus kumpul dulu buat persiapan 2 minggu orientasi siswa baru?"
"Harusnya, sih, bener ya. Tapi aku juga belum liat pendaftar sekarang siapa aja," aku Arina. "Minggu kemarin ga ikut jaga booth. Aku nganter Karina keliling ngeliatin ekskul."
"Eh iya, aku lupa." Emily menepuk dahi. "Karina ga daftar ke mana-mana?"
"Kemarin sih nggak. Ga tertarik, katanya."
Emily mengangguk.
"Udah, sih, terima aja cheerleader-nya. Lumayan diajak jalan-jalan keliling ke sekolah lain dan ngeliatin atlet basket ganteng." Emily terkikik. "Aku sih mau."
YOU ARE READING
[2/3] Padmasana
RomanceBuku kedua dari trilogi Wanantara. . Dalam bahasa sansekerta, Padmasana berarti 'singgasana'. Satu minggu adalah waktu yang cukup untuk menelan dan memaknai perubahan. Sayangnya, kepala Arina kalut menghadapi realita yang terus berganti. Ayahnya nya...