27. Kelambit

29 0 0
                                    

/kê.lam.bit/
kelelawar besar (Pterocarpus edulis)

***

Because what's worse than knowing you want something, besides knowing you can never have it?

― James Patterson

***

Kapan Arina direngkuh oleh Ayah sebelum itu?

Seingatnya, Ibu masih berada di rumah saat itu. Ayah pulang lebih awal dan menata kue dan kado di ruang tamu. Arina juga dijemput oleh supir dan pulang sekolah awal hari.

Ayah memang selalu berlaku spesial acapkali ulang tahun Ibu tiba. Arina juga selalu diizinkan pulang lebih awal dengan supir hari itu. Tentu saja Arina sumringah!

Kejutan untuk Ibu, potong kue, dan pergi makan di restoran mewah adalah rutinitas pada hari ulang tahun Ibu. Bak mesin yang telah dikontrol otomatis, Ayah tak luput mempersiapkan pengulangan tahun Ibu dengan rajin, tak peduli fase umur Arina. Taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah pertama.

Arina termenung. Pada tahun terakhir pernikahannya dengan Ibu, Ayah bahkan tak berada di rumah. Padahal, biasanya, Ayah langsung membeli tiket pesawat ke Bandung hanya untuk satu hari kejutan. Padahal, Arina telah menanti instruksi dari Ayah untuk bersiap dengan satu hari milik Ibu seorang

Apakah karena telah bertemu Mama?

"Kenapa, Ayah?" tanya Arina.

Senyap.

Arina melirik ke arah mobil. Mama bahkan tak ikut serta; barangkali segan dengan Papa.

"Maaf," bisik Ayah.

Arina melepaskan diri dari Ayah. Berat rasanya meninggalkan kehangatan peluk Ayah, namun ketegasan perlu ditegakkan saat itu juga.

"Kenapa Ayah nyusul jauh-jauh ke sini?" Arina mundur satu langkah. "Kan akhir tahun kejar target proyek."

"Anak Ayah lebih penting dari proyek."

Arina melirik ke belakang. Papa mendekat dan membuka pintu pagar.

"Mau masuk? Saya baru beli martabak." Papa mengangkat bungkus martabak. "Silakan mampir."

Arina berjalan mengikuti Papa. Mau tak mau, Ayah menurut.

Pandang Ayah disambut dengan ruang tamu kecil tanpa pernak-pernik. Hanya foto besar Karina kecil yang tengah digendong Papa tergantung di salah satu dinding; jelas-jelas menjadi sorotan utama pada yang bertandang.

Menyadari foto itu, Arina membalikkan badan. Ia menggeram, "Jangan bilang Ayah mau bakar foto itu juga."

Ayah menggeleng.

Untungnya, Papa kembali ke ruang tamu. Baki berisikan sepiring martabak dan beberapa gelas air diletakkan di meja kecil.

"Mana Karina?" tuduh Ayah.

"Pergi main sama temen-temennya," ujar Papa.

"Kenapa Arina nggak ikut?" cerca Ayah.

"Arina yang nggak mau," sela Arina. "Itu temen-temen deket Karina pas sekolah. Mau reunian. Nggak enak kalau langsung nimbrung."

"Terus kamu sama papanya Karina berdua aja di rumah?" tanya Ayah.

Papa angkat tangan.

"Sepuluh menit, oke?" Papa menjelaskan. "Setelah itu, saya keluar sama Arina buat beli martabak. Setelah itu, Bapak liat sendiri, kan?"

[2/3] PadmasanaWhere stories live. Discover now