0. Pose

64 2 0
                                    

/po.sê/
gaya atau sikap yang ditampilkan ketika dipotret atau dilukis

***

A fool is known by his speech; and a wise man by silence.

― Pythagoras

***

2012

Arina terlunjak.

Pagi buta, ia terhempas dari dunia mimpi. Ia terbangun, mengerjap, dan mendapati kamar tidurnya yang gelap.

Tangannya meraih ponsel. Waktu masih menunjukkan pukul dua pagi.

Arina menghempaskan badan ke kasur. Ia menggeram. Akhir-akhir itu, mimpi buruk terus menusuk. Ia bahkan tak bisa terlelap dan mengisi energi dengan benar. Acapkali kantuk mengetuk, kepalanya berputar dan menari bersama kalut.

Arina menarik selimut. Ia memejamkan mata, namun kepalanya menolak untuk terlelap. Akhirnya, ia bangkit dan membuka pintu kamar perlahan.

Ia dihadapkan dengan ruang keluarga gelap. Ruang yang dulunya penuh foto keluarga. Ruang yang dulunya penuh dengan tangkapan senyumnya tatkala bertumbuh.

Guci besar di ruang keluarga masih tegak. Kotak untuk pakaian kotor masih ada di dekat ruang cuci.

Rumah itu tak berubah banyak. Hanya Arina yang sudah mendewasa.

Apakah iya?

Padahal, sudah lebih dari satu minggu sejak tahun ajaran baru. Padahal, sudah lebih dari satu minggu sejak ia duduk di kelas sebelas. Padahal, sudah lebih dari satu minggu sejak ia mengenal kelasnya, kawan-kawannya, dan bahkan guru-gurunya.

Apakah benar?

Tak ada yang menganggap perubahan itu aneh. Semua orang berjalan dan berlalu, seolah-olah menganggap bahwa segalanya baik-baik saja.

Apakah hanya Arina yang terjebak di masa lalu?

Arina tak sabar menunggu hingga ia dewasa. Orang dewasa pasti lebih mampu menghadapi kebingungan yang Arina hadapi, bukan?

Tiba-tiba, pintu kamar sebelahnya dibuka. Yang membuka pintu menjerit, mendorong Arina, dan mengunci pintu.

Ah, ya. Rumahnya lebih 'meriah' akhir-akhir ini. Kamar sebelahnya diisi. Ia yang tak sering berbagi perhatian orangtuanya menggeser tempat duduknya untuk dibagi bersama dengan orang lain.

Arina menghela napas, berdiri, dan mengetuk pintu kamar sebelah.

"Maaf, Karina, ini aku," bisik Arina.

"Hantu! Jauh-jauh!" jerit Karina.

Arina memutar gagang pintu kamar Karina, namun ruangan itu dikunci. Mendengar gagang pintunya disentuh, Kara melolongkan tolong.

Pintu kamar orangtuanya terbuka. Lampu ruang keluarga dinyalakan.

"Rin, ada apa?" tanya ayahnya.

"Aku ga sengaja bikin Karina kaget, Yah," ungkap Arina.

Ayah Arina menggelengkan kepala. Ia berjalan ke depan pintu kamar Karina dan mengetuk pintu.

"Kar, buka pintunya," peringat ayahnya.

Senyap. Ayahnya hampir mengetuk kembali tatkala gagang pintu berputar.

"Karina takut, Ayah. Karina kira ada hantu berdiri di depan kamar Arina," cicit Karina.

Ayahnya memutar kepala.

"Kenapa kamu diem di depan kamar, Arina?" tanya ayahnya.

Arina menjawab, "Mau ke dapur ambil minum, tapi pusing mau jalan ke sana."

[2/3] PadmasanaWhere stories live. Discover now