/ê.lang/
burung pemangsa berukuran sedang sampai besar, umumnya berwarna cokelat, hitam, putih, dan abu-abu, ujung sayap lebih membulat dan tumpul, mencari mangsa di siang hari, berhabitat di terestrial dan perairan, tersebar di seluruh dunia, seperti elang laut, elang tikus, dan elang bondol.***
Have the courage to act instead of react.
― Oliver Wendell Holmes
***
"Ghassan?" tanya Emily.
Arina mengangguk.
"Emang sih, dia sempet nanya ke guru pembimbing soal kamu," ungkap Emily.
Arina berujar muram, "Nggak tahu malu banget."
"Emang dia lumayan beranian sih. Dulu sempet daftar Paskibra, tapi keluar di tengah. Tau sendiri dari fisiknya aja Paskibra banget, jadi sempet dikejar-kejar dulu. Sekarang, dia di sini. Sama suka nimbrung ekskul olahraga apapun, tapi ga pernah mau gabung jadi anggota." Emily mengangkat bahu. "Orang-orang kaget pas dia daftar ekskul Jepang, ternyata bahasanya jago banget."
"Tipikal cowo populer juga ya," gumam Arina.
"Nggak juga, sih. Dia banyak dikeceng kakak tingkat, tapi semuanya ditolak mentah-mentah. Ga tau ya kalau sekarang."
Arina tak membalas. Ia menatap jaket Ghassan yang masih ia kenakan. Arina tak pernah memiliki jaket setebal dan seberat itu.
Arina baru sadar bahwa jaket itu sangat mahal. Bukan karena harganya, tapi karena perhatian Ghassan. Pasti banyak perempuan di sekolahnya yang mengidamkan posisi Arina saat itu.
"Emang Ghassan suka dateng pagi?" tanya Arina.
"Dulu sih nggak. Kata orang, dia dateng pagi sejak tau kamu juga ngikut jadwal papa kamu."
"Kenapa aku?" Arina menghela napas. "Padahal kan aku nggak berusaha buat ngedeketin dia juga."
"Mungkin kamu tipenya dia?" Emily menggelengkan kepala. "Kamu nggak jelek-jelek amat, kok. Fokus kamu aja yang bukan pacaran, makanya nggak ada yang keliatan ngedeketin."
"Aku kaget aja, sih. Soalnya susah banget nolak pesonanya Ghassan." Arina menutup mata. "Tapi nggak mau murahan, juga. Dan masih SMA juga, walaupun, kata orang, masa SMA itu indah. Aneh ga sih?"
"Ya pelan-pelan aja. Kamu juga belum nolak, kan, kalau dari cara kamu masih pake jaket Ghassan sampai sekarang?" goda Emily.
"Nggak nolak, tapi ga jawab iya juga." Arina merenung. "Lebih tepatnya kasian, sih. Mending aku jawab nggak aja, kan? Biar dia bisa nyari cewe lain?"
Emily bersitatap dengan Arina, lalu menepuk dahi.
Bel pertama berbunyi. Tanpa suara, keduanya bangkit dan mengurai langkah menuju bangku masing-masing.
***
Untungnya, akhir pekan telah berada di pelupuk mata. Akhirnya, dua minggu masa pembinaan awal anggota baru akan ditutup pada hari itu. Kali itu, Arina memakai wig coklat tanpa mengganti pakaian seragam.
Karena hari itu adalah hari penampilan, anggota lama tak benar-benar membantu banyak. Arina saja hanya duduk di pinggir dan mengamati peserta baru menghias salah satu pojok aula untuk dijadikan tempat pementasan kecil-kecilan.
Karena aula juga digunakan oleh beberapa ekstrakurikuler sekaligus, bising tak dapat dipungkiri kembali. Salah satu ujung mencakup ekskul musik serta gitar yang disambungkan ke stereo. Di sisi lain, seni tari mulai menampilkan sedikit dari tarian jaipong.

YOU ARE READING
[2/3] Padmasana
RomanceBuku kedua dari trilogi Wanantara. . Dalam bahasa sansekerta, Padmasana berarti 'singgasana'. Satu minggu adalah waktu yang cukup untuk menelan dan memaknai perubahan. Sayangnya, kepala Arina kalut menghadapi realita yang terus berganti. Ayahnya nya...