/pun.ca/
1. ujung (tali, benang, obor, dan sebagainya); ujung atau sudut kain (selendang, sebai, dan sebagainya) yang lepas atau terjulai
2. tingkat permulaan (tentang pengetahuan); pengantar (ilmu pengetahuan dan sebagainya)
3. pangkal (asal mula, lantaran)
4. sumber (berita, penghidupan, dan sebagainya)***
We must be willing to get rid of the life we've planned, so as to have the life that is waiting for us. The old skin has to be shed before the new one can come.
— Joseph Campbell
***
Kali itu, Karina baru menuntaskan tugas yang mereka bahas bersama pengajar yang Ayah pekerjakan tiap hari minggu. Kotak pensil Karina sudah dirapikan, sedangkan Arina hanya mendorong buku ke samping dan menukar dengan buku tulis kosong.
"Oh, persiapan olimpiadenya mulai hari ini?" tanya Karina.
"Iya sih, pengajarnya mau dateng setengah jam lagi." Arina melirik jam dinding. "Lumayan deh ya."
"Udah pasti mau ikut?" tanya Karina.
"Nggak diniatin banget sih." Arina mengangkat bahu. "Kalau dapet, alhamdulillah. Nggak dapet, nggak apa-apa."
"Semangat deh ya." Karina berdiri. "Semoga sukses."
Karina berjalan ke kamar. Arina keluar, mengantar sang pengajar keluar pagar. Setelahnya, ia merapikan buku sekolah.
Waktu kosong itu tak Arina isi dengan kegiatan yang bermanfaat. Sebaliknya, ia menoleh ke arah rumah lengang. Ayah dan Mama memang tengah pergi untuk menghadiri pesta entah apa.
Arina memeriksa pesan dari Ayah sebelumnya. Ia menitipkan bahwa pengajar olimpiade Arina adalah mahasiswa yang sebelumnya telah memenangkan International Mathematics Olympiad dan agar Arina menyambutnya dengan tenang. Arina mengiyakan saja, toh kedua orangtuanya akan bertemu pengajar barunya setelah pulang nanti.
Pagar diketuk. Arina berdiri, membuka pagar, dan mendapati pria berusia dua puluhan di atas motor tua. Arina mempersilakan pria itu masuk.
"Arina, ya?" sapa pria itu.
"Iya, Kak. Kakak yang mau ngajar aku?"
"Bener. Sebentar ya."
Pria itu membuka helm. Rambut tebalnya berantakan akibat terhalang helm.
"Kenalin, Kak Gema." Kak Gema mengulurkan tangan. "Gue telat, nggak?"
Arina terbelalak. Ia baru pertama kali bertemu mahasiswa yang benar-benar menggunakan 'lo-gue' di Bandung.
"Nggak, kok, Kak."
"Oke."
"Masuk dulu, yuk, Kak."
Arina dan Kak Gema masuk ke ruang tamu. Arina mempersilakan Kak Gema duduk dan pembantu membawakan minuman dan camilan untuk Kak Gema.
"Sebelumnya, gue nanya dulu deh. Kenapa lo tiba-tiba pingin ikutan olimpiade?" tanya Kak Gema.
"Penasaran aja, sih, Kak. Mumpung kelas sebelas juga, jadi emang saat-saatnya ikutan olimpiade kaya gini."
"Sebelumnya pernah ikutan juga?" tanya Kak Gema.
"Nggak, Kak."
"Berarti bener-bener awam ya." Kak Gema bergumam. "Lo siap kalau gue kejer banget materinya?"
"Siap!" seru Arina.
"Yakin? Nggak ada kegiatan ekskul yang ga bakal keganggu?"
"Aku ikutan ekskul juga, Kak, tapi bisa ngatur waktu kok."
![](https://img.wattpad.com/cover/188974574-288-k664004.jpg)
YOU ARE READING
[2/3] Padmasana
RomanceBuku kedua dari trilogi Wanantara. . Dalam bahasa sansekerta, Padmasana berarti 'singgasana'. Satu minggu adalah waktu yang cukup untuk menelan dan memaknai perubahan. Sayangnya, kepala Arina kalut menghadapi realita yang terus berganti. Ayahnya nya...