4. Taut

21 2 0
                                    

/ta.ut/
1. menutup (berkatup) kembali; menjadi rapat (tentang sesuatu yang renggang, bercerai, luka, dan sebagainya)
2. berpaut (pada, dengan); jalin-menjalin
3. berpegangan (bergandengan, berjabatan) tangan
4. tumbuh serta melekat menjadi satu berlekatan (pada, dengan)
5. bertemu (seperti sungai dengan sungai, garis dengan garis, dan sebagainya)
6. melekat kepada (dalam arti ditujukan atau dipusatkan kepada); tertuju kepada; terpusat kepada
7. berhubungan (dengan); bertalian (dengan); berkaitan (dengan)
8. tali yang diberi kail (untuk menangkap ikan)

***

Blossom by blossom the spring begins.

— Algernon Charles Swinburne

***

Sore itu, Arina tak langsung kembali ke rumah. Ia melaju ke aula sembari membawa kertas berisikan huruf-huruf katakana dan hiragana.

Di sana, ia disambut oleh kawan-kawannya yang telah membagi anggota baru menjadi grup kecil. Arina membagikan kertas dan bersiaga dengan kamera digital di tangan.

Saat berputar untuk mengambil foto, Arina menangkap pemandangan unik. Untuk pertama kalinya, ia melihat kawan-kawan seangkatan dan kakak tingkat perempuan berputar di satu grup kecil. Biasanya, justru pria yang menyasar anggota baru wanita. Mengapa semangat mereka terpantik sebesar itu?

Barulah Arina memperhatikan pria itu. Ia sampai terkesima dengannya. Dagunya tajam, dahinya melengkung, dan rambutnya tertata rapi. Ia duduk menghadap ke barat, sehingga sinar matahari yang masuk ke jendela terpantul dari kulit gelapnya. Entah mengapa, ia jauh lebih cocok jika masuk ke ekskul basket atau sepakbola, bukan duduk diam bersama ekskul Jepang.

Arina mengabaikan pria itu dan berputar; sesekali berhenti untuk mengajarkan cara menulis aksara Jepang. Tatkala ia berjalan di belakang pria itu, Arina mendengar, "Miku-chan..."

Arina menoleh kaget. Pria itu meminta Aria untuk mendekat. Bak sihir, Arina menunduk untuk melihat pekerjaannya.

"Kata yang ini bener, kan, kalau ditulis dengan Hiragana?"

Suaranya rendah. Arina menelan ludah sebelum bertanya ulang, "Sebentar. Miku-chan?"

"Kamu, kan, yang kemarin pakai wig Hatsune Miku?"

Arina mengangguk.

"Ada nama yang bisa aku pakai buat manggil kamu?" tanya pria itu.

"Aku Arina. Kelas sebelas. Kamu siapa?"

"Ghassan, kelas sebelas juga."

Arina mengangguk.

"Udah oke kok kalau kata itu pakai Hiragana, kan itu kata asli dari Bahasa Jepang. Lanjutin lagi aja."

"Oke. Makasih banyak ya, Arina-chan."

Arina berbalik dan kabur. Menurutnya, memanggil nama orang dengan tambahan '-chan' dan '-kun' di dunia nyata terlalu kekanakan. Entah mengapa, Ghassan cocok memanggilnya dengan nama itu.

Arina menarik napas. Fokus! Ia tengah melaksakan tugas sebagai tim dokumentasi!

***

Tatkala Arina kembali ke kelas, Karina belum usai berlatih. Awalnya, ia berniat menunggu, namun tugas matematika dari hari itu harus dikumpulkan keesokan hari. Ia mengambil tas, pamit duluan dengan Karina, dan melesat ke rumah.

Ia membuka pintu, mengudarakan salam, dan meletakkan tas di kamar. Ia tengah memilih baju ganti tatkala mamanya mengintip dari pintu.

"Kok nggak pulang bareng Karina?" tanya mamanya.

[2/3] PadmasanaWhere stories live. Discover now