/dem.bai/
bercakap-cakap dan berolok-olok***
Courage is only an accumulation of small steps.
— George Konrad
***
Mata Arina mengerjap. Ia terlelap kembali setelah Shubuh. Rupanya, perjalanan macet Bandung ke Tasikmalaya menerbitkan lelah dan kantuk.
Arina keluar kamar sembari menguap. Ia dihadapkan dengan rumah kosong.
Akhirnya, ponsel menjadi barang yang dicari oleh Arina. Ia menatap pesan yang dikirimkan Karina lewat BBM.
Karina: Papa sama aku ke rumah Mama ya, mau bersih-bersih dulu. Tidur ajaa
Karina: Ada nasi kuning di dapur. Pinjem baju aku aja nggak apa-apaaArina melangkah ke dapur. Sepiring nasi kuning terletak di bawah tudung saji. Arina mengambil makanan dan melahapnya.
Rumah itu kosong dan terkesan dingin. Jelas sekali bahwa Papa tak pernah menikah lagi setelah bercerai. Hanya kamar Karina yang penuh aksen dan pernak-pernik mencolok. Kamar tamu Arina pun hanya memuat kasur, lemari baju kecil, dan kaca dinding.
Arina mengunyah nasi kuning sembari membuka BBM. Ia melihat akun Ghassan serta Emily.
Me: Aku di Tasik
Kemudian, ia melirik jam. Karena itu adalah akhir pekan, sepertinya, Ibu sudah pulang dari pasar. Arina menekan tombol telepon.
"Assalamualaikum, Sayang," Ibu menyapa.
"Ibu!" pekik Arina.
"Jangan keras-keras, Sayang, nanti ketahuan Ayah dan Mama."
"Arina nggak di rumah. Arina di Tasik."
"Hah?" Ibu berteriak. "Arina nggak diculik kan?"
Kisah hari sebelumnya tumpah. Selama bercerita, Ibu mendesah.
"Lain kali, jangan ikut campur urusan orangtua, ya, Sayang," peringat Ibu. "Ayah sampai marah begitu."
"Terus Arina harus diem-diem aja? Padahal Karina kangen Papa kaya Arina kangen Ibu?"
"Pasti ada jalan tengahnya," timpal Ibu. "Inget, papa dan mamanya Karina udah cerai dari sebelum Ayah ketemu Mama."
Arina menjawab, "Kita nggak usah debatlah, Bu. Arina jarang ngobrol sama Ibu."
Ibu menghela napas. "Oke. Apa kabar, Sayang?"
"Baik. Ibu gimana?"
"Sama, baru pulang dari pasar. Karina sama papanya mana? Nggak sama kamu?"
"Karina sama Papa lagi beres-beres rumah Mama. Arina baru bangun, jadi nggak ikut."
"Udah sarapan?"
"Udah, dibeliin nasi kuning."
"Udah mandi?"
"Belum."
"Mandi dulu aja, Sayang. Nanti telepon Ibu lagi setelah selesai."
Telepon ditutup. Arina baru tersadar bahwa ia tak membawa peralatan mandi. Dengan enggan, ia mengambil baju rumah milik Karina dan menggunakan peralatan mandi milik saudaranya. Sayangnya, ia tak menemukan sikat gigi yang belum terpakai, sehingga ia tak langsung menyikat gigi.
Sejak Ibu menemukan pesan antara Ayah dan Mama, Arina belum pernah keluar rumah dan menginap di tempat lain. Itulah pertama kalinya Arina nekat membangkang dari Ayah.

YOU ARE READING
[2/3] Padmasana
RomanceBuku kedua dari trilogi Wanantara. . Dalam bahasa sansekerta, Padmasana berarti 'singgasana'. Satu minggu adalah waktu yang cukup untuk menelan dan memaknai perubahan. Sayangnya, kepala Arina kalut menghadapi realita yang terus berganti. Ayahnya nya...